seminariledalero.org—Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero Dr.
Otto Gusti Ndegong Madung mewisuda 202
wisudawan program sarjana filsafat dan program pascasarjana teologi dengan
pendekatan kontekstual. Rincian wisudawan tersebut terdiri atas 153 orang program
sarjana dan 49 orang program pascasarjana. Upacara wisuda ini diselenggarakan
dalam Rapat Senat Terbuka Luar Biasa di Aula St. Thomas Aquinas STFK Ledalero pada Sabtu (04/05/19).
Dari 153 wisudawan program sarjana, yang lulus dengan predikat Cukup Memuaskan 12 orang, Memuaskan 39 orang,
Sangat Memuaskan 80 orang, dan Cum Laude 22 orang, yakni Heribertus Beato
Yansen (IPK 3,86), Yohanes Dionisius Bosco Galus (IPK 3,82), Wilfridus Lerisam
(IPK 3,81), Reginaldus Erson (IPK 3,75), Fransiskus Asisi Mite dan Fransiskus
Bala Kleden (IPK 3,71), Antonius Mbukut (IPK 3,67), Apolonius Dajong dan Yulius Rudi Haryatno (IPK
3,64), Ernestus Holivil (IPK 3,63), Emanuel Roja (3,62), Yohanes Mikael Sega
(IPK 3,60), Asterius Bata Seda (IPK 3,59), Andreas Yorenus Waji Rasi dan
Yohanes Sumario (IPK 3,58), Karolus Yohanes Lali Madur (IPK 3,56), Venancius Meolyu
(IPK 3,55), Alquinius Kurniawan Dadus, Fransiskus Maximilianus Kowa, dan Handranianus Ligo Tegu Meo (IPK 3,54), Valerianus M. Riwu
(IPK 3,53) dan Amandus Labetubun (IPK 3,52).
Sedangkan dari 49 wisudawan program pascasarjana yang lulus dengan predikat
Memuaskan 27 orang, Sangat Memuaskan 12 orang, dan Cum Laude 10 orang, yakni
Vitalis Nasrudin (IPK 3,93), Petrus Tan dan Yustinus Remet Tejo Neno (IPK
3,84), Bona Ventura Ngara Wula (3,79) Agustinus Gyovani Rante, Lorenzo Raymond
Eureka, Martinus Viani Pati Ea, Valentino Untung Polo Maing, Wilfrid Abdon Ta’a,
dan Yohanes Purnawan Budiarti (IPK 3,77).
Dalam sambutannya di hadapan para wisudawan Otto Gusti memberikan proficiat dan selamat kepada para wisudawan yang telah meraih gelar sarjana filsafat dan
magister teologi pada kampus STFK Ledalero. “…Saya mengucapkan proficiat dan selamat berbahagia bagi
saudara-saudari yang hari ini diwisuda menjadi sarjana filsafat dan magister
teologi. Atas nama lembaga pendidikan ini saya mengucapkan terima kasih
karena Anda telah mempercayakan lembaga
ini untuk mendidik dan membentuk Anda
secara intelektual”
Mengutip seorang pemikir dalam bidang pendidikan bernama John Dewey, lulusan
Universitas Hochschule Philosophie Muncen, Jerman ini mengatakan “education is our only political safety, outside
of this ark is the deluge—pendidikan
adalah pengamanan politik kita satu-satunya, di luar bahtera ini hanya ada
banjir dan air bah.” Menurut Otto, hanya pendidikan dengan asas-asas dan
parktik yang benarlah yang dapat menjadi pengamanan politik dan menciptakan
SDM, yaitu orang-orang yang dilengkapi tingkat kecerdasan tertentu dengan watak
dan prinsip-prinsip tertentu.
Pada bagian lain sambutannya, Dosen HAM pada kampus STFK Ledalero ini
menyoroti relevansi disiplin teologi dan filsafat pada dunia dewasa ini.
Menurut Otto Gusti, kita sedang hidup dalam era dan masyarakat di mana
radikalisme agama, intoleransi, epidemi berita bohong, dan kekerasan sedang
mencabik-cabik tatanan sosial dan rumah bersama Indonesia. Agama-agama sibuk
menebarkan teologi maut guna meraih kekuasaan.
“Dalam situasi ini, teologi dan filsafat dapat berperan guna memfasilitasi
ruang komunikasi antara nalar dan teologi, akal budi dan iman. Secara institusional ruang dialog ini
dapat dan sudah dijalankan secara sistematis oleh fakultas-fakultas teologi di Indonesia. Teologi dan filsafat
juga berkontribusi dalam mengembangkan kritik diri dan kritik makna di dalam
agama baik sebagai institusi maupun sebagai sikap hidup personal. Iklim seperti
ini pada akhirnya melahirkan cara berpikir
rasional dan bebas yang dapat menghadang lajunya radikalisme agama dan
praktik intoleran”, ungkapnya.
Beriman di Era Post-Sekular
Dalam sambutannya mewakili para wisudawan, Pater Petrus Tan,
SVD yang biasa disapa Pater Peter mengungkapkan
adanya gejala dalam dunia kini di mana iman dan agama jadi keledai bodoh yang
ditunggangi sekelompok orang untuk memuaskan nafsu politik, ideologis, atau
kebencian-kebencian post-kolonialisme yang brutal dan salah arah. Pater Peter membahaskan
semua hal sebagai gejala “defisit akal sehat bersama umat manusia.” “Defisit akal
sehat inilah yang disasar Hana Arendt, filsuf Jerman, dalam bukunya Man in Dark Times di tahun 1968. Abad gelap
ini adalah abad ketidakberpikiran, abad minus akal sehat. Defisit akal sehat
memicu deformasi politik dan bangkitnya
kejahatan. Karena tidak berpikir, manusia gagal menjadi binatang rasional dan
lantas jadi binatang beringas yang terobsesi dengan kejahatan” tegas Pater
Peter.
Fakta krisis nalar inilah yang mendorong Pater Peter berbicara tentang
beriman di era post-sekular. Menurut penulis buku Paradoks Politik ini,
sekurang-kurangnya ada dua isu kunci beriman di era post-sekluar. Pertama, dialektika atau proses belajar
ganda antara agama dan nalar, iman dan akal budi, pemikiran religius dan sekular,
masyarakat beragama, dan masyarakat non-religius. Kedua, kemanusiaan sebagai akal sehat tertinggi seluruh umat
manusia.
Lebih lanjut, Pater Peter mengungkapkan “di era post-sekular, kita beralih
dari religion kepada post-religion. Post-religion berarti agama dan perannya harus ditafsir ulang dalam
bingkai kepentingan bersama umat manusia seluruhnya. Agama-agama harus keluar dari benteng mereka masing-masing dan
bergandengan tangan memberi jawaban pada problem kemanusiaan universal. Sebab satu-satunya
akal sehat universal yang melampaui segala bentuk sekat sosial adalah
kemanusiaan.”
Pada bagian akhir sambutannya anggota provinsi SVD Timor ini menyampaikan
dua pesan penting kepada para wisudawan dan kepada semua peserta yang hadir. Pertama, kita diutus ke tengah masyarakat
untuk menghasilkan perubahan sosial yang konkret. Perubahan sosial hanya bisa
terjadi kalau kita mampu bersikap ilmiah dan mendorong tumbuhnya akal sehat. Medan
politik dan perubahan sosial memerlukan
pikiran yang terlibat. Filsafat dan teologi adalah undangan untuk berpikir. Aktivitas
berpikir adalah aktivitas untuk mengubah
kondisi ketidakadilan, ketimpangan, korupsi, dan kebobrokan pada seluruh
institusi sosial. Kedua, mengaktifkan compassio adalah
sebuah imperatif tanpa kompromi dalam tugas dan perutusan kita. Compassio berarti suatu kemampuan dan
tanggung jawab untuk terlibat di sisi korban, terbuka dan menangkap penderitaan orang lain.
Upacara wisuda ini
berakhir pada jam 11.30. Hadir
dalam upacara wisuda ini antara lain Ketua Yayasan Persekolahan St. Paulus Ende Pater Alphonsus Mana, SVD,
Dra. Putu Anggraeni Sri Adnyani, MM mewakili Kepala LLDikti Wilayah VIII, Yohanes Bosco Otto mewakili Dirjen Bimas
Katolik, dr. Valentinus Sili Tupen mewakili
Bupati Sikka, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Pater Frans Ceunfin,
SVD, para pimpinan biara dan konvik, para dosen, mahasiswa/i, dan para tamu
undangan. Upacara wisuda ini dimeriahkan oleh paduan suara STFK Voice.***
Penulis
dan Editor: Flory Djhaut