Saturday, October 29, 2016

Provinsial Pimpin Misa Pemakaman Pater Lawrence

Misa Pemakaman Pater Lawrence
seminariledalero.org -  Provinsial SVD Ende Pater Leo Kleden, SVD memimpin perayaan ekaristi pemakaman Pater Lawrence Hambach, SVD di Kapel Agung Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Sabtu (29 Oktober 2016). Perayaan ekaristi ini diawali dengan pembacaan riwayat hidup Pater Lawrence oleh Pater Ve Nahak, SVD.  Hadir dalam perayaan ekaristi ini Vikjen Larantuka Romo Gabriel Unto da Silva, Praeses Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret Romo Philip Ola Daen, Wakil Rektor Seminari Tinggi Ledalero Pater Frans Ceunfin SVD, Ketua STFK Ledalero Pater Bernard Raho SVD, Ketua DPRD Sikka Rafael Raga, 45 imam, biarawan, biarawati, ratusan umat dari paroki-paroki yang pernah dilayani oleh Pater Lawrence, dan anggota komunitas Seminari Ledalero.
Pater Leo Kleden dalam khotbahnya mengungkapkan Pater Lawrence merupakan seorang misionaris sejati yang telah mengabdikan hidupnya selama 52 tahun untuk Gereja lokal Keuskupan Larantuka. “Pater Lawrence telah menjadi tanda berkat Tuhan bagi ribuan umat di tempat ia melayani,” kata Pater Leo.
Pater Leo menuturkan bahwa dalam beberapa minggu terakhir menjelang akhir hidupnya, Pater Lawrence telah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian. Pater Lawrence bahkan telah memilih sendiri jubah mana yang akan ia pakai. “Ketika Bruder Bram menawarkan sebuah jubah baru untuknya, Pater Lawrence menolaknya. Ia telah memutuskan sendiri jubah mana yang akan ia pakai di hari kematiannya kelak, yakni sebuah jubah tua yang ditandai oleh keringat dan air matanya selama karya pengabdian yang ia jalani,” kenang Pater Leo.


Sementara Vikjen Keuskupan Larantuka Romo Gabriel Unto da Silva dalam sapaannya mewakili umat Keuskupan Larantuka mengungkapkan bahwa Pater Lawrence merupakan seorang misionaris yang hidup dari Sabda Allah. “Ia hidup dari Sabda, digembirakan oleh Sabda, dan Sabda juga yang telah menguatkan Beliau dalam menjalankan karya pelayanannya,” kata Romo Gabriel.
Romo Gabriel menggambarkan pribadi Pater Lawrence sebagai misionaris SVD yang sungguh-sungguh menghayati ketiga kaul kebiaraan yang telah dihidupinya selama 63 tahun. “Ia adalah imam yang saleh, gembala yang baik dan nabi yang merefleksikan Sabda Allah dengan begitu baik dalam hidupnya bersama umat,” kata Romo Gabriel.
Usai misa pemakaman, acara dilanjutkan dengan upacara pemakaman di pekuburan Seminari Tinggi Ledalero. Upacara ini dipimpin oleh Romo Gabriel Unto da Silva. Misa nara crus akan dilaksanakan pada Rabu (2 November) tepat pukul 17.30 Wita di Pekuburan Ledalero.

(Kristo Suhardi)

Friday, October 28, 2016

Pater Lawrence Hambach Meninggal Dunia

Jenazah Pater Lawrence Hambach, SVD saat disemayamkan di
Kapel Biara Simeon Ledalero, Jumat (28 Oktober 2016).
seminariledalero.org - Pater Lawrence Hambach, SVD meninggal dunia dengan tenang di Rumah Jompo Biara Simeon Ledalero, Jumat (28/10), pukul 01.30 Wita. Pater Hambach berpulang pada usia 83 tahun setelah berjuang melewati sakit usia tua, terutama penyempitan syaraf di daerah pinggang yang mengakibatkan kelumpuhan baginya.
Kabar duka meninggalnya Pater Hambach disampaikan Rektor Biara Simeon Ledalero, Bruder Abraham Tarung, SVD kepada wartawan di Biara Simeon, Jumat (28/10) pagi. Menurut penuturan Bruder dengan spesialisasi profesi perawat ini, meskipun pihaknya sudah berusaha maksimal nyawa Pater Hambach tetap tak tertolong akibat usianya yang sudah uzur dan daya tahan tubuh yang melemah.
“Satu bulan terakhir kondisi fisik Pater Hambach memburuk, penyempitan syaraf di daerah pinggang membuatnya lumpuh. Pater Hambach lebih banyak berbaring di tempat tidur dan hanya bisa beraktivitas dengan bantuan kursi roda,” kata Bruder Abraham.
Bruder Abraham menginformasikan Pater Hambach melamar masuk ke Biara Simeon pada 27 November tahun lalu karena pertimbangan usia yang sudah semakin tua. Selama sepuluh bulan awal menjadi anggota komunitas Biara Simeon, keseharian hidup dilaluinya dalam kondisi fisik yang lumayan bagus. Kondisi kesehatan Pater Hambach baru mengalami perubahan drastis selama satu
bulan terakhir yang ternyata merupakan masa akhir dari peziarahan hidupnya.
Tidak Banyak Mengeluh
Bruder Abraham memberi kesaksian, meskipun mengalami rasa sakit yang tergolong parah Pater Hambach tidak banyak mengeluh atau menyusahkan anggota Biara Simeon lainnya. Satu-satunya yang ia keluhkan adalah karena ia merasa diperlakukan secara istimewa ketika ia sakit.
“Ketika Pater Hambach mengalami kelumpuhan, kami mesti berjuang keras merayu dia untuk makan di kamar pribadinya dan mengonsumsi menu khusus. Dia sendiri sebenarnya tidak mau diperlakukan seperti itu. Dia sebisa mungkin berupaya mengurus dirinya sendiri, makan bersama semua konfrater di kamar makan dan menyantap menu sebagaimana biasanya. Ia tidak mau diperlakukan secara istimewa,” kata Bruder Abraham.
Bruder Abraham melanjutkan, lantaran merasa diri tetap diperlakukan secara istimewa, Pater Hambach pada akhirnya menginginkan sendiri kematian bagi dirinya karena tidak mau menyusahkan sesama di Biara Simeon. Kematian itu begitu dirindukan, sehingga pada satu minggu terakhir sakitnya menghilang dan tidak mau makan pada dua hari terakhir sebab merasa diri sudah berada di surga.

Fr. Yovan Rante

Pater Lawrence, Imam Yang Sederhana

Pater Lawrence Hambach, SVD
seminariledalero.org - Wakil Rektor Komunitas Seminari Tinggi St Paulus Ledalero Pater Frans Ceunfin, SVD kepada wartawan di ruang kerjanya menuturkan, berdasarkan pengalaman pribadi dan kesaksian sesama konfrater SVD di Ledalero, Pater Lawrence Hambach dikenal sebagai imam misionaris SVD  yang sederhana. Selain itu, kata Pater Frans, Pater Hambach juga dikenal sebagai pribadi yang saleh, tekun dalam doa, bijak dalam pemikiran dan terampil dalam memperbaiki perlengkapan rumah yang rusak terutama mesin jahit, mesin cuci, listrik, kursi sofa dan lain-lain.
“Seminari Tinggi St Paulus Ledalero kehilangan seorang imam misionari teladan, seorang yang mau melayani hingga tuntas, mengabdi hingga embus nafas terakhir di tanah misi. Pater Hambach adalah imam SVD berhati mulia, sangat bersahabat dan semangat kerja tinggi,” kata Pater Frans.
Pater Frans menginformasikan bahwa jenazah Pater Hambach terlebih dahulu disemayamkan di Kapel Biara Simeon. Pada Jumat (28/10), pukul 17.00 Wita, jenazah dipindahkan ke Kapel Agung Seminari Tinggi St Paulus Ledalero. Misa Requiem  berlangsung pada Sabtu (29/10) pukul 09.00 Wita, dipimpin Provinsial SVD Ende Pater Leo Kleden SVD. Sesudahnya, jenazah langsung dimakamkan di kompleks pemakaman Seminari Tinggi St Paulus Ledalero.
Riwayat Singkat
Wakil Rektor Komunitas Seminari Tinggi St Paulus Ledalero
Pater Frans Ceunfin, SVD (kemeja putih)
Berdoa di hadapan jenazah Pater Lawrence Hambach, SVD saat disemayamkan
Di Kapel Biara Simeon Ledalero, Jumat (28 Oktober 2016) pagi
Pater Lawrence Hambach, SVD lahir di Ohio-USA pada 18 Juni 1933 dari pasangan Lawrence Hambach Sr. dan Rose Jucal. Anak kedua dari enam bersaudara ini masuk Novisiat SVD pada 1951-1953 dan mengikrarkan kaul pertamanya dalam Serikat Sabda Allah pada 8 September 1953.
Pater Hambach ditahbiskan menjadi imam pada 16 April 1961 dan memilih Indonesia sebagai wilayah misi. Pada 22 Februari 1962, Pater Hambach menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di Pelabuhan Tanjung Priok, Indonesia.
Setelah berdiam beberapa bulan di Paroki Matraman-Jakarta, Pater Hambach menjalani kursus Bahasa Indonesia di Mataloko-Ngada. Kursus ini berlangsung selama lima bulan dan sesudah itu dia diutus untuk berkarya di wilayah timur Flores sebagai pastor paroki, pembantu deken dan kemudian sebagai deken.
Sebagai pastor paroki, Pater Hambach pernah berkarya di Lembata (1962-1972), Solor (1972-1980), Hokeng (1980-1991), Larantuka (1991-1996) dan Lewotobi (1996-2003). Setelah pensiun pada 2014, Pater Hambach memutuskan untuk beristirahan di Rumah Jompo Biara Simeon Ledalero hingga mengembuskan nafas terakhir dalam usia 83 tahun 4 bulan 10 hari.

Fr. Kristo Suhardi

Tuesday, October 25, 2016

FRATER WISMA AGUSTINUS RAYAKAN MINGGU MISI DI MAULO’O


Para frater pose bersama beberapa umat, pastor kapelan
(depan, kanan) dan kedua pastor pendamping.
seminariledalero.org - Para Frater penghuni Wisma Agustinus Ledalero merayakan hari Minggu Misi di Paroki Salib Suci Maulo’o. Kegiatan ini berlangsung dari hari Jumat (21/10) hingga Minggu (23/10). Kedatangan para frater bersama Pater pendamping, Pater Yosep Kusi, SVD disambut oleh Pastor Paroki Maulo’o, Rm. Mento, O. Carm. dan utusan umat.
MENARI BERSAMA - Beberapa frater menari bersama umat
Setelah beristirahat sejenak di pastoran, para frater dibagi di dua stasi, yakni stasi Maulo’o dan stasi Wolowiro. Ada 20 frater yang bermisi di stasi Maulo’o dan 21 frater yang bermisi di stasi Wolowiro. Sesampai di stasi, para Frater kemudian dibagi ke KUB-KUB. Selama tiga hari bermisi, ada berbagai kegiatan yang dijalankan oleh para frater di stasi masing-masing, di antaranya animasi misi di sekolah-sekolah, doa rosario, dan katekese bersama umat. Katekese kali ini mengangkat tema tentang perdagangan manusia (human trafficking).
Tema ini diangkat untuk menjawabi amanah Kapitel XXII Provinsi SVD Ende pada 2015 lalu. Melalui kegiatan katekese  ini, umat diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup tentang perdagangan manusia dan tidak menjadi korban dari praktik kejahatan kemanusiaan yang semakin marak terjadi akhir-akhir ini.
Pastor kapelan paroki Maulo’o, Rm. Romi, O. Carm. dalam kata perpisahannya mengungkapkan terima kasih atas kunjungan frater-frater Wisma Agustinus Ledalero. Ia juga menyampaikan harapannya agar para frater terus melangkah dalam menjawabi panggilan Tuhan.
“Teruslah melangkah dengan pasti di jalan panggilan ini. Umat sangat mengharapkan agar kelak para Frater dapat menjadi imam misionaris yang baik. Terima kasih atas semua informasi yang telah dibagikan para Frater kepada umat di stasi ini, khususnya tentang perdagangan orang,” kata Romo Romi.
 Sementara Prefek Unit Agustinus, Pater Juan Orong, SVD dalam kata pisahnya mengungkapkan terima kasih kepada umat Paroki Maulo’o yang telah menerima kehadiran para Frater dalam kegiatan minggu misi ini. Kegiatan ini, kata Pater Juan, diharapkan mampu memberikan manfaat untuk umat Paroki Maulo’o, juga untuk para frater.
Tepat pukul 17.00 Wita, para frater kembali ke Ledalero. “Saya sangat bergembira dan bersyukur untuk semua pengalaman indah yang boleh saya kecap selama tiga hari ini. Kegiatan ini sungguh memperteguh jalan panggilan dan pilihan hidup saya,” kata Fr. Kris Ibu, SVD.

(Will Lerisam)

FRATER UNIT GABRIEL KUNJUNGI STASI PEIBENGA

seminariledalero.org - Para frater Unit Gabriel mengunjungi Paroki Hati Tersuci St Perawan Maria Moni, khususnya di stasi sekaligus titik pelayanan Peibenga. Kunjungan dalam rangka memaknai Minggu Misi Sedunia ke-90 ini diadakan sejak Jumat (21 Oktober 2016) hingga Minggu (23 Oktober 2016). Terdapat delapan Komunitas Umat Basis (KUB) di Stasi Peibenga. Para frater dibagi ke setiap KUB dan rata-rata tiap KUB mendapatkan 4 atau 5 frater.
Dalam kunjungan ini, ada beberapa kegiatan yang dilakukan bersama umat. Pada hari Sabtu 21 Oktober 2016, para frater mengadakan kegiatan katekese bersama anak-anak SD, SMP dan OMK. Selesai katekese, kegiatan dilanjutkan dengan pertandingan bola kaki antara frater dengan OMK. Pertandingan dimenangkan para frater dengan skor 8-7.
Kemeriahan dalam kebersamaan dengan umat terus berlanjut hingga malam hari dalam katekese. Katekese berlangsung di bawah tema: ‘Tanggung Jawab Manusia dalam Kehidupan Bersama’. Gagasan dasar dalam katekese ini adalah umat harus menyadari tanggung jawabnya untuk menyelamatkan orang lain dari jebakan kejahatan, terutama kejahatan human trafficking.
Dari pelbagai syering umat, dapat dikatakan bahwa ada umat tertentu yang terlibat dalam kejahatan itu, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Akan tetapi, hal itu tidak disadari sebagai kejahatan. Setelah mendapat informasi dari melalui katekese, ada umat yang kemudian mengaku pernah menjadi korban dan pelaku human trafficking.
Pada Minggu (23 Oktober 2016), para frater mempersembahkan kor dan liturgi dalam misa bersama umat di Stasi Peibenga. Acara dilanjutkan dengan pertandingan bola voli yang diakhiri dengan kemenangan tim Peibenga.
Dalam rangka acara lepas pisah, sehabis pertandingan bola voli dilanjutkan dengan acara resepsi bersama umat di halaman Kapel Stasi Peibenga. Dalam acara resepsi ini, para frater menghibur umat dengan lagu dan pantun serta beberapa persembahan acara dari umat stasi.
Dalam sambutan perpisahan, Pastor Titik Pelayanan Peibenga Romo Ave, mengungkapkan terima kasih atas kunjungan para frater ke Peibenga. Hal lain yang ditekankannya adalah spiritualitas passing over.
“Agen pastoral tidak boleh jatuh cinta dengan tanah misi agar tidak terikat dan terbelenggu oleh hal menarik yang ada di daerah misi. Setiap agen pastoral harus rela melepas pengalaman indah bersama umat di tempat pelayanan dan selalu siap untuk berpisah atau beralih dari kenyamanan,” ungkap Romo Ave.
Hal demikian sekaligus menjadi pesan untuk para frater sebelum beranjak pulang ke Ledalero. Para frater pulang ke Ledalero tepat pukul 17.00 Wita

Frater Arsen Jemarut, SVD

Monday, October 24, 2016

FRATER UNIT YOSEF KUNJUNGI UMAT PAROKI WOLOWARU

seminariledalero.org  - Segenap anggota Unit Yosef Freinademetz mengadakan kunjungan di Paroki Hati Amat Kudus Yesus Wolowaru pada Jumat, (21/10) sampai Minggu, (23/10). Kunjungan berlangsung dalam rangka memperingati Hari Minggu Misi Sedunia yang ke-90. Dalam kunjungan ini, para frater menyiapkan tema Human Trafficking sebagai bahan untuk katekese bersama umat Paroki Wolowaru. Para frater memilih tema ini sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil Kapitel Provinsi SVD Ende XXII Tahun 2015 yang bertekad memerangi masalah perdagangan manusia di wilayah ini. Human Trafficking atau pedagangan manusia merupakan isu yang hangat dibicarakan dalam masyarakat saat ini. Masalah perdagangan manusia menjadi sebuah kejahatan luar biasa, terutama karena ia sangat merendahkan martabat manusia dan oleh karena harus diperangi secara serius. Pastor Paroki Wolowaru, Pater Nikomedes Mere, SVD  pada kesempatan menerima kedatangan para frater, mangaku sangat antusias dengan tema yang disiapkan oleh para frater, sebab isu tentang perdagangan manusia merupakan masalah yang langsung dihadapi dan dialami oleh umat di parokinya. Lebih dari itu, umat sering kali tidak menyadari masalah ini sehingga mereka sama sekali tidak mempermasalahkan perdagangan manusia yang tanpa mereka sadari, sedang terjadi di sekitar mereka.
Di Paroki Walolowaru para frater dibagikan ke seluruh stasi yang menyebar di antara perbukitan di sekitar Wolowaru. Frater Yanto Lobo, SVD  mendapat stasi paling jauh, yakni Stasi Detupau. Dalam pertemuan katekese bersama umat di Stasi Detupau, Frater Yanto mengaku bahwa umat Stasi Detupau sangat senang dengan kunjungan para frater. Berkaitan dengan tema perdagangan manusia, umat menyatakan bahwa mereka samasekali tidak pernah mendenagar istilah Human Trraficking atau perdagangn manusia.
Dalam pembicaraan lebih jauh, umat di Stasi Detupau sebenarnya sangat akrab dengan kegiatan perdagangan manusia. Banyak umat yang merantau ke Sulawesi, Kalimantan dan negeri tetangga, Malaysia. Mereka umumnya bekerja sebagai penjaga toko, pembantu rumah tangga, dan pekerja di kebun kelapa sawit. Dari pengalaman mereka, sebenarnya mereka sangat menyatu dan akrab dengan kegiatan perdagangan manusia, sebagian besar tanpa mereka sadari, telah menjadi korban perdagangan manusia dan bahkan dari antara mereka ada yang bertindak sebagai calo tenaga kerja, atau menurut istilah mereka tekong.
Dengan kunjungan ini, umat mengaku sekurang-kurangnya mengenal dan mengetahui bahwa selama ini mereka telah terlibat dalam kegiatan perdagangan manusia. Dengan pemahaman ini, mereka akan lebih berhati-hati dalam urusan pergi merantau.

[Frater Hans Syukur, SVD]

Friday, October 21, 2016

FRATER KUNJUNGI PAROKI DAN KOMUNITAS MUSLIM

Minggu Misi, Sebagai bentuk pemaknaan terhadap Hari Minggu Misi Sedunia ke-90 yang jatuh pada 23 Oktober mendatang, para frater dari lima unit di Seminari Tinggi St Paulus Ledalero mengunjungi empat paroki dan satu komunitas umat Muslim

seminariledalero.org - Sebagai bentuk pemaknaan terhadap Hari Minggu Misi Sedunia ke-90 yang jatuh pada 23 Oktober mendatang, para frater dari lima unit di Seminari Tinggi St Paulus Ledalero mengunjungi empat paroki dan satu komunitas umat Muslim. Kunjungan yang dikelompokkan berdasarkan unit masing-masing ini berlangsung sejak Jumat (21/10) siang sampai Minggu (23/10) sore. 
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari masing-masing unit, para frater Unit Agustinus mengunjungi umat di Paroki Maulo’o, Unit Yosef Frainademetz ke Paroki Wolowaru, Unit Gabriel ke Paroki Moni, Unit Rafael ke Paroki Maurole dan Unit Arnoldus Janssen Nitapleat mengunjungi komunitas umat Muslim di Geliting-Kewapante. Sedangkan para frater Unit Mikhael baru melaksanakan kegiatan yang sama pada pekan depan di Paroki Bola, karena terhalang kegiatan lain di unit.
Ketua Umum Fratres Seminari Tinggi Ledalero Frater Arvin Ea, SVD menegaskan dirinya bersama seluruh frater sangat antusias menyambut kegiatan ini. Hidup bersama umat, kata Frater Arvin, merupakan kesempatan berharga untuk membarui semangat solidaritas dan komitmen misioner semua umat.
“Tugas menjadi rasul, mewartakan Injil dalam aksi dan perkataan, bukan semata-mata tugas imam dan biarawan-biarawati. Tugas tersebut merupakan tanggung jawab semua umat terbaptis. Oleh karena itu, kegiatan Minggu Misi ini kiranya bisa membentuk semangat misioner dalam diri semua umat,” kata Frater Arvin.
Sementara itu, Ketua Seksi Kerasulan dan Kitab Suci  Seminari Tinggi Ledalero Frater Rovin Naben, SVD menerangkan beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan para frater di tengah umat adalah hidup dan bekerja bersama umat, mengadakan katekese, doa bersama dan merayakan ekaristi.

Terkait katekese, lanjut Frater Rovin, pihaknya sudah menyiapkan materi mengenai perdagangan manusia (human trafficking) dan HIV/AIDS. Pemilihan kedua topik ini, lanjut Frater Rovin, merupakan bentuk keprihatinan bersama dan sekaligus hasil rekomendasi dari Kapitel Provinsi SVD Ende XXII yang berlangsung di Ledalero pada 23-29 November 2015 lalu. 

[Frater Yovan Rante, SVD]

Wednesday, October 19, 2016

PARA FRATER BERPASTORAL KITAB SUCI DI HOKENG

ANIMAS KITAB SUCI - Tiga Frater SVD sedang
melakukan animasi Kitab Suci di hadapan siswa/i
SDI Nilekhogeng, Sabtu (15/10)
 seminariledalero.org - Para Frater Tingkat IV Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, sebagai bagian dari mahasiswa Semester VII pada STFK Ledalero, mengadakan kegiatan pastoral Kitab Suci di Paroki Hokeng. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari (14-16 Oktober 2016) ini merupakan praktik lapangan dari matakuliah Pastoral Kitab Suci yang diasuh oleh Pater Ito Dhogo, SVD.
Walaupun kunjungan ini lebih merupakan kegiatan nyata dari para mahasiswa, kekhasan para frater, khususnya para frater SVD tetap terpancar lewat wilayah stasi yang menjadi tempat misi. “Karena para frater konvik SVD merupakan calon-calon misionaris, maka mereka akan ditempatkan di stasi terjauh dalam wilayah paroki Hokeng, yakni Stasi Palue, Stasi Bawalatang, dan Stasi Duang,” kata Pater Ito di ruangan kelas, Kamis (13/10), sehari sebelum keberangkatan para mahasiswa menuju Paroki Hokeng.
Selama tiga hari kegiatan di stasi-stasi, para frater melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain mengunjungi rumah-rumah umat, katekese dan berdoa bersama di masing-masing komunitas umat basis, mengunjungi sekolah-sekolah untuk sharing dan berbagi pengalaman bersama anak-anak Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak, serta menangggung liturgi pada perayaan Hari Minggu, baik ibadat maupun perayaan ekaristi.
Di Stasi Duang, para frater diminta untuk menanggung koor pada perayaan ekaristi hari Minggu. Walaupun dengan persiapan seadanya, para Frater dengan senang hati memenuhi permintaan ketua stasi, dengan membawakan tiga lagu yakni Lagu Persembahan, Lagu Komuni, dan Lagu Terima Kasih Tuhan sebagai Lagu Penutup.
Tema yang diusung dalam katekese selama kegiatan pastoral Kitab Suci ini adalah Human Trafficking serta HIV dan AIDS. Selain sebagai realisasi dari mata kuliah Pastoral Kitab Suci, pemilihan tema ini juga bermaksud untuk menyadarkan umat bahwa mereka sedang dilanda oleh persoalan Human Trafficking serta HIV dan AIDS. Dengan bertitik tolak pada Kitab Suci, tema ini kemudian dipertajam dalam berbagai sharing pengalaman.
Umat yang mayoritas bermatapencarian sebagai petani ini, merasa diperkaya oleh kegiatan ini. Sebagian dari umat yang dikunjungi pernah memilih untuk merantau demi memperbaiki pundi-pundi ekonomi mereka. Juga, saat ini banyak warga paroki yang masih berada di tanah rantau untuk mencari nafkah. Umat sangat terbuka ketika mensharingkan pengalaman mereka di tanah rantau, khususnya yang berkaitan dengan Human Trafficking.

(Fr. Obeth Piran)

Thursday, October 13, 2016

LEDALERO GELAR SEMINAR PERDAGANGAN ORANG

seminariledalero.org - Seksi Akademi Komunitas Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero menggelar seminar tentang human trafficking (perdagangan orang) di aula Santo Thomas Aquinas Ledalero, Rabu (12/10). Seminar yang dimoderasi oleh Fr. Petrus Tan SVD ini, menghadirkan dua pembicara utama yakni Pater Alex Jebadu SVD dan Yanto Dereng (Staf Divisi Perempuan TRUK-F Maumere).
Prefek Koordinator Pater Ito Dhogo SVD dalam sambutan singkatnya ketika membuka seminar ini mengungkapkan seminar ini dimaksudkan agar anggota komunitas Ledalero mendapatkan pemahaman yang baik dan benar tentang perdagangan orang. Seminar ini juga merupakan sebuah pembekalan bagi para frater yang akan menjalankan program minggu panggilan di beberapa paroki pada 21-23 Oktober mendatang.
“Kapitel Rumah Ledalero 2015 dan Kapitel XXII Provinsi SVD Ende 2015 menjadikan masalah perdagangan orang serta HIV dan AIDS sebagai dua persoalan ad extra yang menjadi perhatian serius dari anggota komunitas dan anggota Provinsi SVD Ende. Dua hal ini merupakan persoalan besar yang membutuhkan tanggung jawab bersama untuk mengatasinya,” kata Pater Ito.
Pater Alex Jebadu SVD dalam pemaparannya menegaskan perdagangan orang merupakan kejahatan besar melawan kemanusiaan. Persoalan ini telah menjadi persoalan global, nasional, hingga ranah lokal. Provinsi NTT, kata Pater Alex, merupakan salah satu provinsi yang paling rawan dalam persoalan perdagangan orang dengan jumlah korban yang banyak.
”Sebuah kejahatan dikategorikan sebagai perdagangan orang kalau salah satu dari tiga unsur, yakni proses, cara dan tujuan, sudah terjadi. Proses meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan. Cara meliputi ancaman, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau jeratan hutang. Sedangkan tujuan meliputi eksploitasi termasuk pelacuran, kerja paksa, perbudakan, kekerasan seksual, atau transpalantasi organ,” urai Pater Alex.
Pater Alex menambahkan apabila korbannya adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun, meskipun tidak memenuhi cara-cara di atas, sudah merupakan tindak kejahatan perdagangan orang.
Cara yang dipakai oleh para pelaku perdagangan orang, menurut Pater Alex, adalah menyambar dengan berbagai tipu muslihat, seperti memberikan hutang dengan syarat-syarat tertentu yang memaksa orang tersebut atau keluarganya untuk terus menerus bekerja sebagai pelunasan hutang, menjanjikan pengiriman tenaga kerja ke kota atau ke luar negeri, menjadi pembantu rumah tangga (PRT) atau dengan menculik.
Pater Alex mengatakan para pelaku perdagangan orang memberdayakan calon korban dengan berbagai janji, antara lain menjadi duta seni budaya atau kontes kecantikan, menjanjikan pekerjaan yang menarik dengan gaji tinggi, memberi janji untuk disekolahkan atau kerja magang, dijanjikan untuk pertukaran pelajar atau pemuda, dijanjikan untuk sebuah perjalanan “religius” atau ziarah, dijanjikan untuk menjadi model atau bintang film (artis), dijanjikan untuk menjadi pengantin atau istri dari perekrut, dan dijanjikan untuk menjadi anak angkat.
Usai memaparkan materi, seminar ini dilanjutkan dengan diskusi bersama. Dua hal pokok yang diangkat oleh peserta seminar dalam sesi diskusi ini berkaitan dengan akar masalah perdagangan orang dan cara-cara yang dapat dilakukan bersama untuk mengatasinya, serta bagaimana membangun kemitraan dengan pihak-pihak terkait untuk melawan kejahatan kemanusiaan ini.

(Kristo Suhardi)







Sunday, October 9, 2016

USKUP SENSI TAHBISKAN LIMA IMAM BARU



TIARAP - Para imam baru sedang tiarap di depan altar
memohon berkat Roh Kudus

seminariledalero.org - Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota menahbiskan lima imam baru dari kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD) di aula Santo Thomas Aquinas Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Sabtu (8 Oktober 2016). Ekaristi tahbisan yang bernaung di bawah tema “Buatlah Aku Mengerti” (Mzm.119:125) ini, dimeriahkan oleh paduan suara dari para Frater SVD di Ledalero.

Hadir dalam perayaan ekaristi ini Provinsial SVD Ende Pater Leo Kleden SVD, Rektor Seminari Tinggi Ledalero Pater Kletus Hekong SVD, Praeses Seminari Tinggi Ritapiret Romo Philip Ola Daen, Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera, 71 imam, biarawan, biarawati, keluarga dari imam baru, dan ratusan undangan lainnya yang memenuhi aula Santo Thomas Aquinas Ledalero.
          
Uskup Sensi dalam amanatnya kepada para imam baru mengungkapkan pentingnya sikap rendah hati. “Kalau Anda percaya bahwa hikmat dan pengertian mutlak dimilik oleh seorang imam misionaris, maka mutlak pula sikap rendah hati dan keterbukaan untuk memohonkannya kepada sumber hikmat dan pengertian itu yakni Allah sendiri,” kata Uskup Sensi. Uskup Sensi mengungkapkan hikmat dan pengertian itu mesti didasarkan pada sikap seorang anak manusia yang tahu dan sadar diri. Seorang imam, katanya, harus terus menerus membangun dan merawat dirinya. “Hanya imam yang penuh hikmat dan pengertian yang akan menjalankan karya pelayanannya dengan efektif,” katanya.
          
Sementara Provinsial SVD Ende Pater Leo Kleden SVD dalam sambutan singkatnya mengungkapkan bahwa para imam baru harus menjadi saksi dan tanda kerahiman Allah. Para imam, kata Pater Leo, harus hidup dari Sabda, dan dengan itu konsekuensinya, seorang imam haruslah seorang pendoa yang menjalin relasi yang intens dengan Tuhan.

“Laksanakanlah dalam tindakan nyata apa yang kamu wartakan dengan komitmen yang sungguh pada keadilan, perdamaian, keutuhan ciptaan dan kasih tanpa batas. Layani orang-orang yang kamu jumpai dengan penuh kerendahan hati,” pesan Pater Leo.
Pater Save Susanto SVD, dalam sambutannya mewakili para imam baru, menjelaskan tema misa tahbisan yang mereka pilih merupakan tanda kerendahan hati dan kerinduan untuk terus berguru pada Tuhan yang telah memanggil mereka. “Hidup menjadi pengikut Kristus merupakan proses yang tak pernah berkesudahan, karena itu kami akan selalu berguru pada Kristus yang telah memanggil kami,” kata Pater Save.

kelima imam baru yang ditahbiskan adalah Pater Agustino Gusti Horowura SVD (Brasil), Yoseph Riang SVD (Timor), Samuel Sori Wekin SVD (Nicaragua), Saverius Susanto SVD (Austria), dan Vincentius Ngganggur SVD (Paraguay). Sebelumnya, pada tanggal 1 Oktober 2016, Uskup Atambua Mgr. Dominikus Saku, menahbiskan delapan imam SVD di Novisiat SVD Santo Yosef Nenuk. 

(Kristo Suhardi)

Friday, October 7, 2016

USKUP SENSI BERKATI PERALATAN LITURGI LIMA DIAKON

Para Diakon yang menerima Tahbisan
Di Ledalero 8 Oktober 2016
seminariledalero.org - Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr memberkati peralatan liturgi kelima diakon yang akan ditahbiskan menjadi imam pada Sabtu (8 Oktober 2016) besok, bertempat di Kapel Agung Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, Jumat (7 Oktober 2016) petang. Upacara pemberkatan peralatan liturgi ini dikemas dalam Ibadat Sabda yang dilanjutkan dengan Salve Agung.
Bapak Uskup Agung Ende
Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr
Hadir mendampingi Uskup Sensi dalam upacara ini Rektor Seminari Tinggi St Paulus Ledalero Pater Kletus Hekong SVD dan Moderator Seksi Liturgi Pater Ignas Ledot, SVD. Turut hadir Provinsial SVD Ende Pater Leo Kleden SVD, kelima diakon masing-masing Diakon Agustino Gusty Horowura SVD, Diakon Yoseph Riang SVD, Diakon Saverius Susanto SVD, Diakon Vinsensius Ngganggur SVD dan Diakon Samuel Sori Wekin SVD, keluarga para diakon, serta segenap anggota Komunitas Seminari Tinggi St Paulus Ledalero.
Disaksikan Seminariledalero.org, upacara pemberkatan peralatan liturgi ini dilangsungkan setelah pembacaan Injil dan homili singkat yang dibawakan Pater Kletus Hekong SVD. Peralatan liturgi yang diberkati itu ialah kaliks, patena, korporale, pala, kain kaliks dan busana liturgi imam.
Uskup Sensi, dalam salah satu doa yang dipanjatkannya, antara lain memohon agar melalui upacara tersebut para diakon dan seluruh umat yang hadir semakin menyadari arti panggilan masing-masing. “Supaya kami sanggup memelihara dan merawat kesucian diri dan segala sesuatu yang berhubungan dengan ungkapan rasa hormat kami kepada-Mu” doa Uskup Sensi.
Sementara itu, Pater Kletus Hekong SVD dalam Kata Pengantar yang disampaikannya menegaskan pakaian liturgi dimaksudkan untuk menunjukkan perbedaan tugas antara hirarki dan awam. Seraya mengutip Pedoman Umum Misale Romawi 335, Pater Kletus menambahkan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus dengan pembagian tugas yang berbeda-beda.
“Dalam perayaan Ekaristi, tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan perayaan liturgis,” kata Pater Kletus.
Sambil merefleksikan teks Yohanes 15:9-17, Pater Kletus dalam homilinya menegaskan bahwa terdapat hal yang lebih penting dari pembagian tugas dan busana-busana liturgis yaitu semua umat Allah – hirarki dan awam – mesti tinggal dalam kasih Yesus. Kesetiaan dan komitmen untuk tinggal dalam kasih Yesus, lanjut Pater Kletus, melahirkan efek-efek tertentu.
“Tinggal dalam kasih Yesus dan menjalankan perintah-perintah-Nya akan melahirkan empat efek yakni sukacita yang sempurna, saling mengasihi, menjadi sahabat Yesus dan kerelaan untuk menerima tugas yang dipercayakan. Mari kita berdoa dan berjuang untuk tetap tinggal dalam kasih Yesus,” katanya.

Frater Yovan Rante, SVD

Thursday, October 6, 2016

MENGENANG FR. SAN: TAHBISAN IMAM DI SURGA

 Oleh: Fr. Krispinus Ibu, SVD

Alm. Frater San Kean, SVD
“1”
ia meletakkan kenangannya/ dengan sangat hati-hati/ di laci meja dan menguncinya/ memasukkan anak kunci ke saku celana/ sebelum berangkat ke sebuah kota/ yang sudah lama hapus/ dari peta yang pernah digambarnya/ pada suatu musim layang-layang/
“2”
tak didengarnya lagi/ suara air mulai mendidih/ di laci yang rapat terkunci
“3”
ia telah meletakkan hidupnya/ di antara tanda petik
(Sapardi Djoko Darmono “Melipat Jarak-Sepilihan Sajak”)
*** *** ***
Namanya San. Lengkapnya Robertus Rita Kean. Kami biasa menyapanya Ka’e San atau San. Ia lahir di Larantuka-Lebao, 14 Mei 1987. Badannya kecil. Rambutnya lurus menandakan tak ada kepalsuan dalam dirinya. Orangnya disiplin dan tegas, tetapi ia adalah pribadi yang lugas.
Hari-hari hidup dilaluinya dengan senyum dan tawa seolah-olah tidak ada sesuatu pun beban dalam hidupnya. Dari situ kami bisa ‘membaca’ bahwa ia adalah tipe orang ramah dan mudah bergaul. Tak hanya itu, ia juga suka membantu kami yang memerlukan bantuannya. Ia tidak pernah menolak apa yang kami minta. Bahkan untuk dirinya sendiri, ia terkadang mendapat ‘waktu sisa’ karena hari hidupnya diisi dengan membantu orang lain.
Suatu waktu di kamar makan setelah jam makan, ia hendak pulang ke kamar dan melanjutkan pengerjaan tesisnya, tetapi saya meminta bantuannya untuk mengoreksi tugas yang diberikan oleh dosen. Ia tidak menolak permintaan itu tetapi mengabulkannya dengan hati yang lapang dan sudah pasti dengan senyum kegembiraan.
Hari-hari hidupnya bagaikan Roti dan Anggur yang diberikan kepada sesama. Ia tak mau melihat orang lain ‘haus’ dan ‘lapar’. Ia tahu bahwa ia hadir di dunia ini untuk memberi. Memberi kepada sesama dan konfrater apa yang mereka butuhkan. Apa yang bisa ia buat, ia lakukan; apa yang tidak bisa dilakukan, ia tidak hilang akal dan putus asa melainkan mencari jalan keluar yang bijaksana.
Ia tinggal di unit St. Mikhael, salah satu unit binaan di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero. Unit membanggakan yang selalu menghidupi spirit malaikat agung St. Mikhael: tangguh dan tak pernah putus asa. Malaikat agung St. Mikhael jugalah yang menginjak kepala setan dan mengalahkan setan.
Spirit malaikat agung St. Mikhael ini, Ka’e San jalankan dalam kesehariannya. Ia adalah tipe orang yang tangguh. Ia pun ‘menginjak setan’ kesusahan yang ada dalam diri orang lain, sehingga kehadirannya membawa nuansa tersendiri yang tentunya menghibur orang yang susah. Buluh yang terkulai tidak diputuskan olehnya. Sumbu pelita sesama yang hampir padam, menjadi terang oleh kehadirannya. Ia bagaikan penyegar di saat dahaga dan penuntun di tengah hutan belantara.
Pada suatu kesempatan Minggu Panggilan di Paroki Nebe (Maumere Timur), kami (saya, Ka’e San dan Fr. Patrisius Haryono, SVD) mendapat tugas di salah satu Kelompok Umat Basis (KUB). Ia tidak terlihat kaku di Kelompok Basis dan tempat yang baru ia kunjungi itu. Ia tidak melihat kemudahan sebagai syarat untuk mewartakan Injil, melainkan selalu berprinsip dan melihat tantangan sebagi peluang misi. Ia akan berusaha sekuat tenaga ketika berada di tengah ‘himpitan’ zaman, untuk ‘tumbuh’ dan ‘berbuah’.
Ia tidak mengajar kami (saya dan Fr. Patrisius Haryono, SVD) bagaimana ‘live-in’ di tengah umat melalui teori-teori, melainkan teladan dan praktik hidup. Ia juga mengajarkan bagaimana ‘masuk’ dalam kehidupan dan situasi umat. Kehadirannya menjadi sebuah kegembiraan bagi umat.
Ini disebabkan karena ia tidak ‘duduk di depan’ melainkan ‘duduk di belakang’. Ia melihat dan merasakan langsung kehidupan umat. Ia selalu memperhatikan mereka yang dalam status sosialnya berada di ‘belakang’ dan tidak diperhitungkan. Ia bagaikan orang Samaria yang membantu dan mengobati orang yang terlantar, terluka dan tidak diperhatikan di tengah jalan kehidupan. Ia adalah gambaran SVD sejati yang menghidupi spirit passing-over di tengah umat.
Ia cepat akrab dengan umat. Ketika ia datang, ia ‘langsung menuju ruang belakang dari setiap rumah’. Ia tidak mau sesuatu yang bersifat formal ketika berada di tengah umat.
Begitulah hari-hari hidup yang dijalani oleh Ka’e San. Bagai roti yang dipecah-pecahkan demi sesama. Selain itu, hidupnya bagai lilin bernyala yang rela dibakar demi menerangi orang lain. Ia sungguh melihat sesama sebagai pancaran imago Dei (citra Allah).
Namun, dari situlah tersirat kekurangannya: ia lupa akan diri sendiri. Ia lupa bahwa setiap manusia pasti rapuh. Tak jarang, ia bahkan tidak memedulikan kesehatannya. Ia terlalu ‘keluar’ dari diri. Ia tidak menyadari bahwa semakin hari kondisi tubuhnya makin menurun.
Malam itu, 23 November 2015, di saat jangkrik tak lagi mengeluarkan suara, saat di mana semua orang pulas dan bermimpi dalam tidurnya, terdengarlah suara dari dalam kamarnya pertanda ia mengembuskan napas terakhirnya.
Ia tidak sempat pamit kepada kami. Ia belum sempat menyelesaikan tesisnya yang sudah sampai pada bab II. Ia pergi saat keluarganya tengah mempersiapkan panitia tahbisan diakon dan imamnya. Ia pergi ketika provinsi SVD Meksiko membutuhkan seorang misionaris yang tangguh. Ia pergi sebelum menyelesaikan tugasnya. Ia meninggal di usia yang masih relatif muda (28 tahun lima bulan). Ia pergi ketika orang-orang masih membutuhkan seorang yang ‘berani keluar dari kemapanan dirinya’. Akhirnya, penegasan Sapardi Djoko Darmono, bergema: “tak didengarnya lagi/ suara air mulai mendidih/ di laci yang rapat terkunci”
Sebuah Refleksi
Pada momen-momen seperti ini kita merasa bahwa kita berada di tengah lautan luas dengan badai yang selalu mengempas kapal diri kita. Momen seperti ini juga iman kita diuji oleh Tuhan: apakah kita masih berharap pada-Nya atau berbalik dan menjauh dari pada-Nya? Bahkan orang malah menggugat Tuhan, bagaimana mungkin seorang yang mau bekerja demi pewartaan Kerajaan Allah, harus mati muda. Mengapa para teroris yang berbuat jahat tidak mati terlebih dahulu? Orang menuntut keadilan kepada Tuhan.
Namun, inilah rahasia misteri Allah yang Mahatinggi yang tak bisa digeluti secara rasional. Kita tidak bisa menggunakan akal sehat kita untuk mengerti Allah yang Tak Terbatas. Tuhan selalu mempunyai rencana tersendiri yang terbaik bagi manusia yang dicintai-Nya. Kita tidak bisa memasukkan ‘air laut’ yang begitu luas ke dalam ‘lubang kecil’ pikiran manusiawi kita. Kita sebaliknya, perlu masuk ke dalam sunyi dan merefleksikannya.
Sebagai manusia yang selalu menerima anugerah Tuhan, kita harus tetap bersyukur kepada-Nya atas kemalangan yang kita alami. Hidup kita harus selalu diwarnai oleh rasa syukur. Bahkan kita pun dituntut untuk terus bersyukur sampai kita lupa apa itu keluhan dan derita.
Ka’e San telah pergi, tetapi spirit perjuangannya masih hidup dalam hati kami anggota Serikat Sabda Allah (SVD). Ia telah pergi tetapi karyanya akan kami teruskan dalam hidup kami sehari-hari. Tepat pada Sabtu, 8 Oktober 2016 nanti, teman-temannya, para diakon, akan ditahbiskan menjadi imam di Ledalero. Kami semua pun yakin, ia akan mendapat tahbisan imam di Surga. Ka’e San, selamat atas tahbisan imammu di surga. ***

Wednesday, October 5, 2016

LIMA DIAKON SVD AKAN DITABHISKAN MENJADI IMAM

  •    Akhir Pekan nanti tepatnya Sabtu 8 Oktober 2016, pukul 16.00 Wita
Para Diakon yang ditahbiskan menjadi iman Oktober 2016
  seminariledalero.org - Lima diakon SVD 
  Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero
  yang berasal dari beberapa wilayah di
  Pulau Flores, Adonara dan Lembata 
  akan ditahbiskan menjadi imam pada 
  Sabtu (8 Oktober 2016), pukul 16.00 
  Wita. Perayaan tabhisan imam yang mengusung tema “Buatlah Aku Mengerti (Mzm.119:144)” ini akan 
berlangsung di Aula Santo Thomas Aquinas Seminari Tinggi Ledalero.
Upacara tabhisan akan dipimpin Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota. 
Kor dan petugas liturgi ditanggung para frater, sedangkan tarian akan ditanggung para 
siswi SMK Kesehatan St Elisabeth Lela dan sebuah sanggar tari dari  Paroki Watublapi.
Berdasarkan laporan yang disampaikan Ketua Panitia Perayaan Tabhisan Imam 2016
sekaligus Ketua Koordinator Fratres Seminari Tinggi St Paulus Ledalero 
Frater Arvin Ea SVD pada Rabu (5 Oktober 2016), saat ini persiapan sudah memasuki
tahap akhir. Aneka bentuk persiapan, dari dapur hingga altar, hampir tuntas dikerjakan.
Lima diakon yang akan ditabhiskan menjadi imam tersebut adalah 
Agustino Gusti Horowuta SVD (Brasil), Yoseph Riang SVD (Timor), 
Samuel Sori Wekin SVD (Nicaragua), Saverius Susanto SVD (Austria), 
dan Vincentius Ngganggur SVD (Paraguay). Kami informasikan pula bahwa pada Sabtu 
(1 Oktober 2016) lalu, 8 diakon dari Seminari Tinggi St Paulus Ledalero asal Pulau
Timor ditabhiskan menjadi imam oleh Mgr. Dominikus Saku, 
di Novisiat SVD Santo Yosef Nenuk. Kedelapan diakon tersebut yakni Vitalis Nustanto 
Atty Loit SVD (Ende), Timoteus Titus Mauk SVD (Zambia), Daniel Meni SVD (Ruteng),
Dominggus Mite Kota SVD (Ende), Nikodemus Moruk SVD (Portugal), 
Selcilius Riwu Nuga SVD (Brasil), Karolus Luangga Tefa SVD (Slovakia), dan 
Marcelinus Tanik SVD (Jawa). 

Oleh Frater Yovan Rante dan Frater Kristo Suhardi