Saturday, September 30, 2017

Diakon SVD Akan Dithabiskan Menjadi Imam di Nenuk




Seminariledalero. Org – 6 Diakon SVD akan ditahbiskan menjadi Imam Tuhan pada Senin (02 Oktober 2017), pukul 08.30. Perayaan Ekaristi pentahbisan akan berlangsung di Biara St. Yosef Nenuk-Atambua.
Perayaan Ekaristi Pentahbisan Imam Baru akan dipimpin oleh Uskup pentahbis, Mgr. Dominikus Saku, Pr, Uskup Atambua. Koor dan petugas Liturgi lainnya akan ditanggung oleh para Frater Novis.
P. Marsellus Baonule, SVD, ketua panitia Perayaan Pentahbisan Imam Baru, ketika diwawancarai per telpon, mengatakan bahwa segala persiapan menyongsong Perayaan Pentahbisan Imam Baru sudah mencapai tahap akhir.
“Saya bersama semua anggota panitia telah menggelar pertemuan untuk menyukseskan Perayaan Pentahbisan 6 Diakon SVD dan 3 Diakon Claretian (CMF). Dalam kaitannya dengan persiapan menyongsong Perayaan Pentahbisan tersebut, semuanya sudah mencapai tahap akhir,” kata Rektor Biara St. Yosef Nenuk yang baru dilantik dua minggu lalu.
P. Marsel juga mengatakan “Perayaan pentahbisan tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Pada tahun-tahun sebelumnya anggota koor selalu melibatkan umat Paroki Nela, namun pada tahun ini yang tergabung dalam anggota koor adalah suster-suster SSpS, suster-suster PM (Putri Maranata) dan para Frater Novis II. Jumlah anggota koor 100 orang,” kata P. Marsel.
          6 Diakon SVD yang akan ditahbiskan di Biara St. Yosef Nenuk-Atambua adalah Diakon Maternus Kehi, SVD, Diakon Vincentius Ferer Dede, SVD, Diakon Victory Dharmawan Lianain, SVD, Diakon Adrianus Fani, SVD, Diakon Leonito de Jesus Leto, SVD dan Diakon Adryanus Uskenat, SVD.
          Selain 6 Diakon SVD akan turut ditahbiskan 3 Diakon dari ordo Claretian (CMF), yakni Diakon Jefrianus Ulu, CMF, Diakon Herman Yosef Bataona, CMF dan Diakon Agustinus Mbaga, CMF.











Penulis: Fr. Fridus Talan, SVD.

Wednesday, September 27, 2017

Frater Tingkat II Merancang Kegiatan Eksposur



Seminariledalero.org Dalam rangka meningkatkan proses formasi di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, frater tingkat II menggelar pertemuan untuk merancang format kegiatan eksposur. Pertemuan tersebut terjadi pada Senin (25 September 2017) di Ruang Osias Filosofan.

          P. Juan Orong, SVD, selaku moderator frater tingkat II, tampil memberikan gambaran tentang kegiatan eksposur yang sudah menjadi program tetap dalam formasi di Ledalero.
P. Juan mengatakan bahwa eksposur adalah kesempatan pemajangan diri bersama dengan umat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata eksposur berarti penonjolan, pemampangan atau pemajangan diri. Secara etimologis, eksposur berarti pemajangan diri. Dalam konteks misi, aksi pemajangan diri ini dimaksudkan sebagai momen bagi para frater untuk terjun secara langsung dan memahami situasi umat. Jadi, kegiatan eksposur adalah sebuah kesempatan di mana para frater ‘memajangkan dirinya’ untuk bersama dengan umat,” kata P. Juan.
          P. Juan juga mangatakan, “Sebagai pelaksana kegiatan eksposur, kita harus memperhatikan beberapa unsur penting. Unsur-unsur tersebut yakni: perencanaan, keterlibatan, refleksi, analisis dan aksi nyata. Kegiatan ‘pemajangan diri’ tidak sama dengan  kegiatan pastoral akhir pekan yang sifatnya lebih rekreatif dan momental. Eksposur menuntut adanya kesadaran pada realitas umat, menganalisanya, membuat refleksi dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari. Kegiatan eksposur mempunyai tujuan jangka panjang bagi formasi para calon misionaris SVD. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi kecenderungan ‘early return missionary’ para misionaris asal Indonesia khususnya dari provinsi Ende yang berkarya di luar negeri. Selain itu, kompetensi berpastoral pun dapat dipertajam,” kata pater prefek unit St. Agustinus.

Sedangkan, Fr. Rano Mare, SVD, ketua angkatan frater tingkat II yang memimpin pertemuan tersebut mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut diputuskan pelaksanaan kegiatan eksposur akan diadakan dalam semester ini.
Kegiatan eksposur akan dilaksanakan dalam semester ini. Pelaksanaannya akan dijalankan dalam format yang berbeda dengan tahun sebelumnya. Para frater tidak berkunjung ke satu paroki saja. Frater tingkat II akan dibagi ke dalam beberapa kelompok. Para frater akan diutus bersama beberapa pater SVD yang sering melayani Perayaan Ekaristi di beberapa paroki, seperti paroki Ili, Bola, Lekebai, Nebe, Habi, Kewapante, Wairpelit, dan Boganatar. Tidak menutup kemungkinan untuk paroki lain yang  memungkinkan diadakan kegiatan eksposur,” kata Fr. Rano.
Hadir dalam pertemuan ini pater moderator tingkat II, P. Juan Orong, SVD, staf inti frater tingkat II, Fr. Rano Mare, SVD, Fr. Anno Manek, SVD, Fr. Alfian Teluman, SVD, Fr. Rio Nanto, SVD dan segenap frater tingkat II.

Penulis: Fr. Geovanny Calvin De Flores Pala, SVD

Saturday, September 23, 2017

Kru Website Ledalero Gelar Pelatihan Jurnalistik



Seminariledalero. Org – Untuk meningkatkan kemampuan kewartawanan, Kru Website Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero menggelar pelatihan jurnalistik di Ruangan Osias Filosofan, Jumat (22 September 2017).
Tampil sebagai pemateri adalah dua mantan jurnalis Harian Umum Flores Pos, yakni P. Amandus Klau, SVD dan Diakon Kristo Suhardi, SVD.         
Pater Amandus, dalam pemaparannya, mengatakan bahwa seorang jurnalis harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalisme.
          “Ada sembilan prinsip jurnalisme, yakni mengabdi kepada kebenaran (praktis dan fungsional), loyal kepada masyarakat atau publik, disiplin verifikasi, independen terhadap apa dan siapa yang diliput, jurnalisme harus menjadi wadah kritik dan kompromi, menjadi pemantau kekuasaan yang independen, membuat hal yang penting menjadi relevan dan menarik, dan mendengarkan suara hati,” kata P. Amandus Klau, SVD.
          Sedangkan, Diakon Kristo menegaskan bahwa seorang jurnalis mesti memperhatikan katepatan waktu atau timelines berita.
          “Saya mengajak teman-teman yang berurusan dengan peliputan berita supaya memperhatikan waktu publikasi. Waktu publikasi suatu berita sangat penting. Jika tidak tepat waktu, maka berita tersebut dianggap tidak update lagi,” kata Diakon Kristo.
          Diakon Kristo juga mengatakan, “Sebagai jurnalis, kita harus pandai membaca situasi dan setiap peristiwa yang terjadi pada waktu yang bersamaan. Kita bisa saja meliput beberapa peristiwa dalam waktu yang bersamaan, tetapi dalam penulisannya sebaiknya dipisahkan atau setiap peristiwa diberitakan masing-masing,” kata mantan Frater TOP Harian Umum Flores Pos itu.
          Fr. Adrianus Kefi, SVD, salah seorang peserta pelatihan jurnalistik tersebut, mengatakan dirinya mengikuti pelatihan jusnalistik untuk menambah pengetahuannya dalam hal meliput dan menulis berita.
          “Saya tahu bahwa hal utama yang harus diperhatikan dalam menulis berita adalah unsur 5W + 1H. Namun, kalau ditanya tentang alasan  mengikuti pelatihan jurnalistik ini tentu tidak lain adalah agar menambah pengetahuan tentang dunia jurnalistik. Selain itu, saya bisa mendapatkan pengalaman dari para jurnalis senior yang sudah lama bergaul dengan dunia jurnalistik,” kata anggota Unit St. Mikhael itu.
          Kegiatan pelatihan jurnalistik yang berlangsung selama tiga jam ini dihadiri oleh 20 frater dari masing-masing tingkat.

Penulis: Fr. Frid Talan, SVD

Thursday, September 21, 2017

Unit St. Yosef Freinademetz Berbincang Sastra





Seminariledalero. Org - Unit St. Yosef Freinademetz Ledalero menggelar bincang-bincang sastra yang berlangsung pada Rabu (20 September 2017) pukul 20.15 malam. Pemakalah utama dalam kegiatan ini adalah Fr. Mario Dominggo Elia Kali, SVD yang mengangkat sosok Sutan Takdir Alisjahbana dalam judul “Siapa Setelah Takdir? Sebingkis Refleksi Sastrawi dalam Usaha Merawat Ingatan akan Bung Takdir Alisjahbana”. Kegiatan ini menjadi agenda bulanan para Frater Unit St. Yosef Freinademetz untuk mendalami dan mempelajari pemikiran para Filsuf maupun Sastrawan.
Di hadapan peserta diskusi, Fr. Harris Meo Ligo, SVD sebagai moderator menegaskan bahwa kegiatan diskusi ini menjadi suatu momen istimewa untuk menimba pengetahuan baru tentang kesusastraan Indonesia teristimewa spirit Alisjahbana yang berjasa bagi Sastra Indonesia. Mengawali diskusi, Fr. Harris membacakan salah satu karya Bung Takdir “Hidup dunia hanya sekali” diiringi dengan pertunjukan biola tunggal Fr. Krisna, SVD yang memberi sensasi seni tersendiri dalam musikalisasi puisi.
“Bagi saya merawat ingatan tentang Takdir Alisjahbana adalah suatu momen refleksi untuk menimba spiritnya dalam konteks perkembangan sastra sekarang. Bukan bermaksud menjiplak karyanya, tetapi meneladani hidup, ide-ide dan gagasan demi kemajuan bangsa. Bung Takdir selalu memantik kesadaran berpikir para sastrawan Indonesia mendiskusikan berbagai permasalahan melalui pendekatan budaya dan kemanusiaan. Dalam konteks sekarang komunitas pegiat sastra perlu merawat dan mempertajam daya analisis untuk membangun bangsa melalui sastra,kata Fr. Mario Kali, SVD.
Mahasiswa tingkat III Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Fr. Mario Kali, SVD menambahkan, “Dalam karya sastra perlu memperjuangkan suatu nilai. Misalnya, memperjuangkan nilai estetis, nilai ekonomis maupun nilai politis. Melalui nilai-nilai ini, sastra memiliki jiwa untuk diperjuangkan,” kata Fr. Mario Kali, SVD.
Pada bagian diskusi, Fr. Selo Lamatapo, SVD mempertanyakan tentang esensi sastrawan yang merenung dalam kesunyian, tetapi dibaptis menjadi sastrawan dan corak khas sastra NTT. Berkaitan dengan ini, Fr. Mario Kali, SVD menjelaskan, Ada dua model sastrawan yaitu sastrawan reflektif dan sastrawan sosial. Model sastrawan pertama tampak dalam model puisi dalam bentuk doa, pujian dan produk kontemplasi. Sedangkan sastrawan sosial selalu bergelut dengan persoalan sosial setiap hari,” kata Fr. Mario.
Dalam kaitan dengan sastra NTT, Fr. Rio Nanto, SVD menerangkan: “Sastra perlu berpihak pada korban. Dalam konteks NTT yang memiliki kompleksitas persoalan politis dan lingkungan, Sastra menjadi wahana baru untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan,” kata Fr. Rio Nanto, SVD.
Diskusi ini berjalan lancer dan sangat menarik sebab didukung oleh Jos Frei Akustik yang menghadirkan musisi dan penyanyi terbaik Ledalero seperti Fr. Vian Suhardi, SVD, Fr. Tantis Huler, SVD dan Fr. Willy Radho, SVD. Pilihan lagu yang kontekstual dengan subtansi diskusi membuat peserta terinspirasi untuk membangun wajah baru dalam sastra di Ledalero.
Di akhir diskusi, Moderator Fr. Harris Meo, SVD tidak memberikan komentar pamungkas. “Setiap kita dituntut untuk selalu berdiskusi tentang sastra baik di unit, Kampus dan melalui wahana diskusi lainnya. Sastra adalah misi kita bersama. Mari kita selalu membuka ruang diskursus untuk mengkontekstualisasikan pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana dalam konfrontasi dengan geliat sastra sekarang”, kata Fr. Harris Meo, SVD disambut dengan tepukan tangan oleh seluruh peserta yang hadir.

Penulis: Fr. Rio Nanto, SVD