Friday, September 28, 2018

Hendaklah Kamu Saling Mengasihi

seminariledalero.org Jumat (28/9/2018), sehari sebelum upacara pentahbisan 12 orang diakon dari Serikat Sabda Allah (SVD) menjadi imam Tuhan, Mgr. Yan Olla, MSF, Uskup keuskupan Tanjung Selor, Kalimantan Utara memimpin ibadat pemberkatan peralatan dan pakaian misa para calon imam baru di Kapela agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero. Dalam ibadat ini, Mgr.  Yan Olla, didampingi oleh Pater Yoseph Keladu, SVD dan Pater Bernard Boli Udjan. SVD.  “Berani Bersaksi”, demikian tema ibadat ini. Panggilan kemuridan Kristus harus diwujudkan dengan berani memberikan kesakisan hidup sikap saling mengasihi satu sama lain dalam hidup dan karya sehari-hari.

Pater Bernard dalam khotbah singkatnya menekankan pentingnya kesadaran untuk memahami makna yang terkandung secara simbolis dalam peralatan dan pakian misa. Pemahaman ini jugalah yang mesti menjadi inspirasi untuk memaknai seluruh kehidupan dan pelayanan sebagai seorang Imam dan memabantu seluruh umat untuk memaknai Ekarisiti secara lebih dalam, demikian kata Pater Bernard. Lebih lanjut ia mengatakan   bahwa keengganan untuk berkorban juga pernah dirasakan Yesus yang adalah sungguh-sungguh manusia di Taman Getzemani. Keengganan Yesus lantas menjelma menjadi semangat berkorban saat Yesus ingat akan janji kasih setia Allah untuk menyelamatkan manusia. Oleh karena itu, keengganan untuk berkorban hanya bisa diatasi dengan ketekunan untuk makan dan minum Tubuh dan Darah Kristus dalam Piala, Sibori, dan Patena yang kita pegang.
Hadir dalam ibadat ini antara lain, para imam, frater, dan keluarga para calon imam baru. Usai pemberkatan perlengkapan dan pakian misa, dilanjutkan dengan Salve Agung. Keseluruhan kegiatan yang dimulai tepat pukul 18.00 WITA ini berlangsung dengan khusuk diiringi dengan kor dari anggota Kor tahbisan Imam dan Liturgi dari para Frater Unit Gabriel.

Penuli       : Fr. Charly Ka’u, SVD
Editor       : Flory Djhaut

Thursday, September 27, 2018

Mgr. Edwaldus dipanggil untuk Menjadi Penjala Umat


Mgr. Edwaldus Martinus Sedu ditahbiskan menjadi uskup Maumere di Gelora Samador Maumere pada Rabu (26/9/2018). Mgr. Edwal diangkat menjadi uskup oleh Paus Fransiskus pada Juli lalu untuk menggantikan Mgr. Gerulfus Kerubim Pareira, SVD yang mengundurkan diri karena faktor usia. Pemilihan hari pentahbisan ini bertepatan dengan ulang tahun Mgr. Kerubim yang ke-77 tahun.
Perayaan ekaristi tahbisan ini diawali dengan prosesi perarakan puluhan uskup, ratusan imam dan para penari Ja’I dari kevikepan Bajawa dari depan Kantor PU menuju Gelora Samador. Di pintu gerbang Gelora, rombongan para uskup dan para imam disambut oleh ratusan penari yang dipilih dari beberapa sekolah di Maumere dan gabungan OMK Paroki Misir. Upacara penthabisan ini dimeriahkan oleh kurang lebih 500 anggota kor yang berasal dari utusan 8 paroki di Keuskupan Maumere dan utusan frater dan suster dari beberapa biara.
Sebelum upacara pentahbisan, dibacakan surat dari Paus Fransiskus tentang pengangkatan Mgr. Ewal menjadi uskup Maumere oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr.  Piero Pioppo. Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang belum cukup fasih, Mgr. Piero mengatakan dengan berakhirnya masa jabatan Mgr. Kerubim menjadi uskup Maumere maka dipilihlah Uskup Ewal yang murah hati dan memiliki kualitas kepribadian yang matang untuk menjalankan tugas kegembalaan.
            Dalam kotbahnya, Uskup keuskupan Denpasar, Mgr. Silvester San  yang mengutip moto tahbisan Mgr. Ewal “Duc in Altum (Bertolak ketempat yang dalam)” menjelaskan tugas kegembalaan uskup ke tempat yang tidak nyaman. “Mgr. Ewal berasaldari Bajawa dengan topografi daerah pegunungan. Tetapi dia mengambil moto untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam. Hampir pasti dia akan tenggelam selain karena dia tidak bisa berenang juga karena badan Mgr. Ewal subur, maka kalau tenggalam itu seperti batu”, kata Mgr. San
“Tetapi pengambilan moto ini tentu berasal dari permenungan Mgr. Ewal untuk membentuk komitmen kuat melayani umat. Tugas sebagai seorang uskup itu cukup berat apalagi pada masa sekarang ini yang ditandai dengan perkembangan teknologi, informasi palsu dan gejala konsumerisme. Uskup dipanggil untuk melayani sakramen dan menjadi pewarta sukacita Injil. Tetapi uskup tidak boleh takut karena kasih Tuhan akan selalu melindungi Mgr. Ewal dan di tangan ada jala simbol kerjasama dengan awam”, kata Mgr. San, selaku Administrator Keuskupan Ruteng ini.  
            Lebih lanjut, Uskup San mengatakan bahwa moto “Duc In Altum” menunjukkan komitmen untuk menjala umat dan bekerja sama dengan umat dalam menjalankan tugas kegembalaan. Di  akhir kotbahnya, Mgr. San juga meminta agar umat keuskupan Maumere berdoa bagi Mgr. Kerubim yang telah menjalankan tugas lebih dari 10 tahun sebagai uskup Maumere.
KerjaSama
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Mgr.Gerulfus Kerubim Pareira, SVD dan profisiat atas rahmat tahbisan Uskup Baru Mgr. Edwaldus Martinus Sedu. Viktor juga mengungkapkan rasa bangga karena banyak misionaris dari NTT yang telah bekerja di seluruh dunia. “Saya bangga dengan para misionaris dari NTT yang bekerja di seluruh dunia. Tetapi sayangnya, rahimnya terkoyak oleh aneka persolan. NTT sampai sekarang masih menjadi provinsi miskin, provinsi dengan tingkat korupsi tertinggi dan kematian tenaga kerja di luar negeri.”
            Gubernur meminta agar pihak Gereja dan pemerintah bergandengan tangan menyelesaikan persoalan yang melanda bumi NTT. Aneka persolaan dilihat bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga tanggung jawab gereja.  Dia juga meminta agar umat Katolik tetapi merawat persaudaraan dengan agama lain untuk membangun NTT menjadi lebih baik.  Dirjen Bimas Katolik  RI  Eusabius Binsasi, dalam sambutanya juga meminta agar umat menjaga keharmonisan, menjujung tinggi toleransi dan pluralitas, baik pluralitas agama maupun suku atau etnis. “Mari kita jaga pluralitas”, katanya.
Hadir dalam perayaan ini 28 uskup,  Provinsial SVD Ende, Pater Lukas, dan ratusan imam konselebran. Hadir pula para tokoh pemerintah, antara lain Dirjen Bimas Katolik  RI  Eusabius Binsasi, Staf KhususPresiden, Goris Mere, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Ketua DPRD  NTT Anwar Pua Geno, anggota DPR RI Andreas Hugo Parera, Melchias Mekeng, Johny Plate, Bupati Sikka Fransiskus Romanus Woga selaku ketua panitia perayaan pentahbisan, para bupati sedaratan Flores, dan para Biarawan/ti serta puluhan ribu umat.
Usai perayaan, para uskup, imam, biarawan/i dan  puluhan ribu umat menyaksikan pelbagai acara hiburan menarik yang dikemas dalam tema “Mencintai pluralitas”. Susunan acara menyertakan umat muslim seperti Tarian Casidadari Madrasah Aliyah TakwaMaumere, Paduan Suara Calvari GMIT Maumere, Paduan Suara Gita SMATER, Tarian Kuda Putih dari siswa Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere dan Hegong Tua Reta Lou dari OMK Keuskupan Maumere.
Penulis   : Fr. Rio Nanto, SVD
Editor    : Flory Djhaut
           





















Tuesday, September 25, 2018

Para Frater dan Bruder SVD Tingkat Satu Ikuti Group Process




Sebanyak 69 frater dan seorang bruder SVD tingkat satu mengikuti kegiatan group process di pantai Waturia, sebelah Utara kota Maumere pada Jumat (21/9/20180 hingga Minggu (23/9/20018).  Kegiatan tahunan ini dibuat dengan tujuan utama untuk mempererat hubungan para frater tingkat satu yang  berasal dari dua  novisiat berbeda yakni, dari Novisiat St. Yosef Nenuk Atambua dan Novisiat Sang Sabda Kuwu Ruteng.  Lebih jauh, kegiatan ini bertujuan untuk membangun komunitas yang  mampu menghargai perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan latar belakang budaya,  bahasa, suku, dan watak. SVD adalah serikat yang berciri khas internasionalitas, sebuah serikat yang anggota-anggotanya berasal dari Negara, suku bangsa, ras, bahasa, dan watak yang berbeda.

Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari, yakni dari tanggal 20 – 23 September 2018 di pantai Waturia, Maumere dan diikuti  69 frater dan satu orang bruder, serta dibantu oleh enam orang moderator di bawah pimpinan P. Hendrik Maku, SVD. Kegiatan yang berlangsung dalam nuansa persaudaraan dan kekeluargaan ini dibagi dalam beberapa agenda yang diatur oleh para moderator. Metode yang dipakai dalam kegiatan ini adalah sharing dalam kelompok-kelompok kecil dan pleno bersama sebagai laporan dari hasil sharing kelompok. Kegiatannya dimulai dengan pengenalan identitas diri masing-masing peserta, dilanjutkan dengan pengenalan keluarga, kekhasan budaya dari masing-masing etnis, seminari asal, novisiat asal, dan pengenalan kelompok unit St. Mikael – St. Gabriel. 

Setiap kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan mengenal latar belakang pembentukan watak dan kepribadian setiap frater. Pengenalan lebih dalam akan latar belakang yang membentuk watak dan kepribadian setiap frater memungkinkan adanya sikap saling menerima dalam hidup berkomunitas. Sampai pada sesi terakhir, semuanya berjalan lancar dan sukses.  “Kami sangat senang karena kalian sangat aktif dan kreatif dalam seluruh rangkaian kegiatan. Sekiranya, kalian membawa segala sesuatu yang kalian peroleh dari kegiatan ini ke seminari untuk diimplementasikan dalam ziarah panggilan kalian ke depannya,” kata Fr. Michy, SVD sebagai perwakilan dari para moderator pada sesi penutup kegiatan ini. 

Penulis             : Fr. Riki Mantero, SVD
Editor              : Flory Djhaut

Sunday, September 16, 2018

STFK Ledalero Membuka Yubileum Emas 50 Tahun STFK



Seminariledalero.org  Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero secara resmi membuka Yubileum Emas 50 Tahun STFK Ledalero di Aula St. Thomas Aquinas pada Sabtu (15/9/2018) dalam Opening Ceremony Pembukaan Emas 50 Tahun STFK. Acara ini dipandu oleh Fr. Paskal Leuwayan, SVD  dan Aloysia Lasar, M.Pd.
Dr. Otto Gusti Madung, selaku ketua panitia perayaan Emas STFK menegaskan bahwasannya kegiatan hari ini adalah awal dari seluruh persiapan dan kegiatan menyongsong perayaan puncak pada tanggal 8 September 2019 yang akan datang. “Kita akan melaksanakan berbagai kegiatan, baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat non-akademis dan semua itu dipayungi oleh tema perayaan emas kita yaitu, mengendus kebenaran, meraih kebijaksanaan yang tidak lain berakar dari moto STFK sendiri yakni Diligite Lumen Sapientie. Filsafat menantang kita untuk mencari kebenaran, bukan untuk menggenggamnya”, tambahnya.
“Tema perayaan Emas adalah ‘Mengendus Kebenaran, Meraih Kebijaksanaan’ atau dalam bahhasa Latin seperti dirumuskan dalam motto STFK: Diligite Lumen Sapientiae, demikian diungkapkan pater Otto dalam pidatonya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam kurun waktu 50 tahun, lembaga ini telah memancarkan cahaya kebijaksanaan sekurang-kurangnya dalam lima aspek berikut: pertama, sejarah berdirinya STFK  dan usaha pengembangan adalah pancaran cahaya kebijaksanaan  dalam membaca tanda-tanda jaman. Kedua, filsafat sebagai ikhtiar mencari kebijaksanaan. Ketiga, teologi bisa merefleksikan bagaimana Sang Sabda sumber kebijaksanaan itu menjelma tinggal di tengah kita. Keempat, bagaimana sastra dan human sciences turut berperan memancarkan cahaya kebijaksanaan itu, sebagaimana telah dilaksanakan dalam tradisi sekolah tinggi kita. Kelima, bagaimana karya missioner kita  mewujudkan ilham daru Sumber Kebijaksanaan itu dalam praktik pastoral missioner yang nyata di tengah umat.
Usai pidatonya, Dr. Otto Gusti sebagai ketua panitia menekan tombol sirene sebagai tanda dimulainya peluncuran logo 50 Tahun STFK Ledalero. Acara peluncuran logo ini disaksikan langsung oleh Ketua Yayasan Santo Paulus Pater Alphonsus Mana, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero Frans Ceunfin, dan Wakil Ketua Tiga STFK Ledalero Dr. Philipus Ola Daen serta seluruh undangan.
Adapun makna logo sebagaiman disampaikan oleh panitia adalah sebagai berikut. Angka 50 menunjukan usia emas STFK terhitung sejak tahun 1969. Bulatan  kuning yang ada pada angka nol menyimbolkan perayaan emas sekaligus menggambarkan sebuah matahari yang tengah bersandar di sebuah bukit sebagai representasi nama Ledalero. Matahari ini juga melambangkan panggilan dan perutusan bagi seluruh anggota STFK Ledalero. Kalimat yang tertera di bagian bawah logo menunjukan tema perayaan emas sekaligus visi STFK Ledalero.
Perayaan pembukaan ini menjadi kian berwarna karena diselingi dengan berberapa pertunjukan seperti penampilan dari grup musik Tana Tawa, atraksi tarian dari siswa dan siswi SMK Yohanes XXIII Maumere, serta atraksi pelayaran sebuah kapal sebagai simbolisasi perjalanan STFK Ledalero dari awal berdirinya hingga kini dan nanti. Kegiatan ini dilanjutkan dengan seminar bertemakan: “Ilmu-Ilmu Sosial dan Teologi Kontekstual”, dengan pembicara utama Dr. Ignas Kleden.  
Distributor  :  Fr. Charly Ka’u, SVD dan Flory Djhaut
Editor         : Flory Djhaut

Saturday, September 15, 2018

Seminar Pembukaan Emas 50 Tahun STFK Ledalero





Seminariledalero.org Panitia Pesta Emas STFK Ledalero, Komisi Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Penalaran menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka Pembukaan Tahun Yubilium Emas 50 Tahun STFK Ledalero di Aula St. Thomas Aquinas Ledalero pada Sabtu (15/9/18). Seminar Nasional dengan tema: “Ilmu-Ilmu Sosial dan Teologi Kontekstual” ini menghadirkan pembicara utama Dr. Ignas Kleden, Penanggap I dari sudut pandang teologi Dr. Georg Kirchberger dan Penanggap II dari sudut pandang filsafat Dr. Felix Baghi. Seminar ini dimoderatori oleh Dr. Yonas K.T.D. Gobang, dosen komunikasi pada Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere.
            Hadir pada kesempatan itu antara lain mantan bupati Sikka Dr. Yoseph Ansar Rera, mantan wakil bupati Sikka Drs. Paulus Nong Susar, Ketua STFK Ledalero Dr. Otto Gusti, para dosen, para mahasiswa dan mahasiswi STFK Ledalero, dan  para wartawan baik  media cetak maupun media online. Hadir juga pada kesempatan itu para biarawan dan biarawati, utusan dari berbagai kampus dan perguruan tinggi, pengurus OSIS dari berbagai SMA dan SMK, dan para alumnus STFK serta para undangan lainnya.  
            Pada awal seminar, Dr. Ignas Kleden berterimakasih kepada STFK Ledalero yang telah mengambil bagian dalam  pembentukan karir akademiknya terutama pada saat pertama kali mengenal filsafat. Selanjutnya, alumnus STFK ini mengatakan bahwa meskipun agak susah membawakan seminar dengan tema teologi lantaran sudah lama tidak belajar teologi sejak tinggalkan STFK pada tahun 1974, dia  memutuskan untuk tetap membawakan seminar sebagai penghormatan saya terhadap almamater Ledalero. “Saya memutuskan untuk tetap membawakan seminar ini sebagai penghormatan saya terhadap almamater STFK ledalero”, ujarnya yang disambut tepuk tangan dari peserta seminar.
            Dalam seminar ini, sosiolog lulusan Universtas Bielefeld, Jerman ini memperlihatkan hubungan antara teologi kontekstual dan ilmu-ilmu sosial. Beliau menjelaskan  bahwa Ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu pengetahuan empiris hanya berusaha melukiskan kenyataan yang ada dalam masyarakat seperti apa adanya, dan bukan seperti bagaimana kenyataan itu sebaiknya atau seharusnya. Pertanyaan mengenai kemiskinan dan tidak-meratanya kemakmuran dapat diselidiki oleh ilmu sosial, tetapi pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan terhadap kemiskinan dan kesenjangan kemakmuran, hanya bisa dijawab oleh filsafat sosial atau teologi sosial. Filsafat sosial memberi usulnya berdasarkan pertimbangan akal tentang apa yang harus dilakukan terhadap kenyataan yang dihadapi, sedangkan teologi mengusulkan pertimbangannya berdasarkan akal budi dengan berpegang pada wahyu Tuhan, Di luar agama, pertanyaan semacam itu dijawab oleh ideologi.
Lebih lanjut, penerima penghargaan Ahmad Bakri pada tahun 2003 ini menjelaskan bahwa dalam tugas semacam itu, teologi kontekstual memegang peranan yang penting. Apakah kemiskinan harus diatasi melalui pendidikan tentang etos kerja tiap orang agar mereka bekerja dengan lebih efisien dan efektif dalam mengumpulkan modal untuk mengatasi kemiskinan. Atau kemiskinan harus diatasi dengan merombak struktur-struktur dalam masyarakat yang mempertahankan kemiskinan pada golongan tertentu agar memberi keleluasaan untuk kemakmuran dan kekayaan pada golongan lain.
Pada bagian akhir dari pemaparan materinya, sosiolog kelahiran Waibalun Larantuka ini menegaskan bahwa Teologi kontekstual meneliti sejauh mana institusi dan struktur yang dibangun manusia, baik dalam relasi antar-manusia mau pun dalam relasi manusia dan alam, menjadi fasilitas atau hambatan baginya dalam menyatakan iman kepada Tuhan, dan dalam mendengarkan apa yang disampaikan Tuhan dalam wahyu-Nya kepada manusia.

Distributor     : Fr. Engel Salmon dan Flory Djhaut
Editor             : Flory Djhaut