Sunday, June 2, 2019

Supaya Dunia Percaya

(Bapak Uskup Maumere sedang Menumpangkan Tangan di atas Kepala Calon Diakon dalam Upacara Pentahbisan Diakon di Kapela Agung Seminari Tinggi Ledalero pada Minggu (2/6/2019)









seminariledalero.org-- Bertepatan dengan Hari Minggu Komunikasi Sedunia, 12 frater SVD yang berkaul kekal ditahbiskan menjadi diakon oleh Bapak Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, Pr dalam perayaan Ekaristi di kapela agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero pada Minggu (2/6/2019).  Kedua belas frater tersebut adalah Frater Mikael Emi Bernardus, Frater Benediktus Bnani, Frater Yos Angelikus Ebang Rebon, Frater Yulius Krisdianto Ebot, Frater Tommy Nofriyanto Lehan,  Frater Silvanus Nai Rale, Frater Beny Ardial Raydais, Frater Yohanes Semau Riberu, Frater Aventinus Serundi, Frater Petrus Tamonob, Frater Pridensius Tober, dan Frater Aloysius Ubaama Moron.  Di bawah tema “Supaya Dunia Percaya”,  mereka memilih untuk mengemban tugas  sebagai hamba atau pelayan. Namun bukan menjadi hamba bagi dunia yang jatuh ke dalam materialisme dan konsumerisme, individualism dan egoisme, melainkan menjadi hamba bagi sesama yang tengah mencari wajah Allah
Sebelum ditahbiskan menjadi diakon, kedua belas frater tersebut mendapat amanat dari uskup pentahbis. Pada bagian awal amanatnya, Uskup Ewald mengutip pernyataan dari sebuah opini yang ditulis oleh seorang imam diosesan pada September 2013 lalu yang berjudul: “Air Mata Tuhan di Tangga Ledalero. “Semua mata tertuju pada sekumpulan anak-anak rerata usia 7-15 tahun. Busana mereka indah dan sederhana. Senyum dan tatapan mereka  melekat dalam bahagia semarak SVD. Suara berbisik-bisik pun terekam dalam  mikrofon desain bawah tangga. Mereka melantunkan lagu dalam bahasa Palue. Pandangan itu pun mengetuk hati dan menggugat aneka kemapanan status dan harga diri. Lima hingga tujuh anak bernyanyi dengan meneteskan air mata, sedikit malu-malu mengangkat wajah lugu, polos, dan damai. Air mata itu menetes di atas tangga Ledalero yang mashyur. Menetes dalam pengabdian SVD selama seabad di Indonesia.”
Menurut Uskup Ewald, narasi Air Mata Tuhan di Tangga Ledalero ini menjadi sebuah refleksi yang sangat mendalam tentang sebuah jembatan kemanusiaan yang tidak pernah lekang dalam karya perutusan putra-putra Sang Sabda, misionaris SVD yang sejati. Sukacita injili yang diwartakan, dihayati, dan dihidupi oleh seorang putra Arnoldus tidak lagi sebatas perayaan kultis liturgis, sebatas formalisme pastoral melainkan lebih dari itu, melintas batas pada sudut-sudut kemanusiaan yang terpinggirkan, terlupakan dan terinjak-injak oleh keangkuhan kekuasaan hati yang congkak. Kekuatan dan keagungan kita, menurut Uskup Ewald tidak terletak pada gelar dan jabatan, melainkan pada hati dan tindakan yang berbelarasa kemanusiaan dalam kasih Kristus sendiri.
Lebih lanjut Uskup yang murah senyum ini menegaskan bahwa sebagai orang yang terpanggil, kita dipanggil untuk menghayati kesempurnaan cinta kristiani dalam corak hidup kita masing-masing. Kasih kita hendaknya terarah kepada persatuan dengan Bapa, Putra, dan Roh Kudus agar semua orang bersatu dan supaya dunia percaya pada kekuatan belas kasih dan kerahiman Ilahi. Oleh karena itu, beliau mengajak calon diakon untuk senantiasa hidup dalam belas kasih dan kerahiman Tritunggal Mahakudus di tengah dunia saat ini dengan segala tantangannya.
Pada bagian lain amanatnya, Uskup Ewald mengajak para calon diakon untuk meneladani Stefanus Martir. “Telada Stefanus Martir menghentakkan kita untuk keluar dari zona nyaman dan zona mapan pada sebuah zona penuh risiko, ketika pelayanan dan pewartaan kita, harus teguh dan kokoh, kuat dalam cinta dan pengharapan di dalam Kristus sendiri”,  ungkapnya. Menurut beliau, teladan yang patut ditiru dari Stefanus Martir adalah bahwa dia tidak memperjuangkan kekerasan untuk melawan kekerasan, melainkan melawan kekerasan dengan kelembutan. Kelembutan  Stefanus itulah jalan martir yang sesungguhnya.
Pada bagian akhir amanatnya, mantan Praeses Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret ini mengajak para calon diakon untuk masuk dalam keheningan  dan menjadikan rahmat tahbisan diakon sebagai jalan yang teduh untuk menjadi imam Tuhan sendiri. “Masuklah dalam keheningan hidupmu dan jadikanlah rahmat tahbisan diakon ini sebagai jalan yang teduh untuk menjadi imam Tuhan sendiri. Kita akan sampai pada suatu titik penting dalam pergulatan hati nurani kita, membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, serta dengan lantang menyerukan doa Stefanus Martir dalam jatuh bangun tugas kita kelak”, ungkapnya.
Sementara itu, Provinsial SVD Ende  Pater Lukas Jua, SVD dalam sambutannya  menegaskan bahwa kematian Stefanus Martir bukan karena dia membagi-bagi makanan melainkan karena mewartakan Sabda Allah, yakni Yesus dari Nazaret. Hal ini menurut beliau sangat cocok dengan diakon-diakon SVD yang berciri khas Sabda Allah. Oleh karena itu, menurut beliau,  pewartaan merupakan aspek yang paling penting dalam seluruh praktik diakonat selama tiga bulan lebih  ke depan. Tahbisan membuat para diakon secara resmi boleh berkotbah dalam Ekaristi, dan Karena itu, dalam menyiapkan kotbah harus disiapkan secara sunggu-sungguh.
Perayaan pentahbisan ini berlansung selama dua jam lebih dari jam 09.00 sampai jam 11.15 dan dimeriahkan oleh kor gabungan para frater SVD dan kelompok doa KBHTM. Usai perayaan pentahbisan ini, para diakon berfoto bersama  bapak Uskup di pelataran kapela agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero dan dilanjutkan dengan resepsi siang bersama. ***
 Penulis & Editor: Flory Djhaut

Saturday, May 4, 2019

STFK Ledalero Mewisuda 202 Lulusan Program Sarjana dan Pascasarjana







seminariledalero.orgKetua Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero Dr. Otto Gusti Ndegong Madung  mewisuda 202 wisudawan program sarjana filsafat dan program pascasarjana teologi dengan pendekatan kontekstual. Rincian wisudawan tersebut terdiri atas 153 orang program sarjana dan 49 orang program pascasarjana. Upacara wisuda ini diselenggarakan dalam Rapat Senat Terbuka Luar Biasa di Aula St. Thomas Aquinas STFK Ledalero  pada Sabtu (04/05/19). 

Dari 153 wisudawan program sarjana, yang lulus dengan predikat  Cukup Memuaskan 12 orang, Memuaskan 39 orang, Sangat Memuaskan 80 orang, dan Cum Laude 22 orang, yakni Heribertus Beato Yansen (IPK 3,86), Yohanes Dionisius Bosco Galus (IPK 3,82), Wilfridus Lerisam (IPK 3,81), Reginaldus Erson (IPK 3,75), Fransiskus Asisi Mite dan Fransiskus Bala Kleden (IPK 3,71), Antonius Mbukut (IPK 3,67), Apolonius Dajong dan Yulius Rudi Haryatno (IPK 3,64), Ernestus Holivil (IPK 3,63), Emanuel Roja (3,62), Yohanes Mikael Sega (IPK 3,60), Asterius Bata Seda (IPK 3,59), Andreas Yorenus Waji Rasi dan Yohanes Sumario (IPK 3,58), Karolus Yohanes Lali Madur (IPK 3,56), Venancius Meolyu (IPK 3,55), Alquinius Kurniawan Dadus, Fransiskus Maximilianus Kowa, dan Handranianus  Ligo Tegu Meo (IPK 3,54), Valerianus M. Riwu (IPK 3,53) dan Amandus Labetubun (IPK 3,52). 

Sedangkan dari 49 wisudawan program pascasarjana yang lulus dengan predikat Memuaskan 27 orang, Sangat Memuaskan 12 orang, dan Cum Laude 10 orang, yakni Vitalis Nasrudin (IPK 3,93), Petrus Tan dan Yustinus Remet Tejo Neno (IPK 3,84), Bona Ventura Ngara Wula (3,79) Agustinus Gyovani Rante, Lorenzo Raymond Eureka, Martinus Viani Pati Ea, Valentino Untung Polo Maing, Wilfrid Abdon Ta’a, dan Yohanes Purnawan Budiarti (IPK 3,77).

Dalam sambutannya di hadapan para wisudawan Otto Gusti memberikan proficiat dan selamat kepada para wisudawan  yang telah meraih gelar sarjana filsafat dan magister teologi pada kampus STFK Ledalero. “…Saya mengucapkan proficiat dan selamat berbahagia bagi saudara-saudari yang hari ini diwisuda menjadi sarjana filsafat dan magister teologi. Atas nama lembaga pendidikan ini saya mengucapkan terima kasih karena  Anda telah mempercayakan lembaga ini untuk mendidik  dan membentuk Anda secara intelektual” 

Mengutip seorang pemikir dalam bidang pendidikan bernama John Dewey, lulusan Universitas Hochschule Philosophie Muncen, Jerman ini mengatakan “education is our only political safety, outside of  this ark is the deluge—pendidikan adalah pengamanan politik kita satu-satunya, di luar bahtera ini hanya ada banjir dan air bah.” Menurut Otto, hanya pendidikan dengan asas-asas dan parktik yang benarlah yang dapat menjadi pengamanan politik dan menciptakan SDM, yaitu orang-orang yang dilengkapi tingkat kecerdasan tertentu dengan watak dan prinsip-prinsip tertentu.

Pada bagian lain sambutannya, Dosen HAM pada kampus STFK Ledalero ini menyoroti relevansi disiplin teologi dan filsafat pada dunia dewasa ini. Menurut Otto Gusti, kita sedang hidup dalam era dan masyarakat di mana radikalisme agama, intoleransi, epidemi berita bohong, dan kekerasan sedang mencabik-cabik tatanan sosial dan rumah bersama Indonesia. Agama-agama sibuk menebarkan teologi maut guna meraih kekuasaan. 

“Dalam situasi ini, teologi dan filsafat dapat berperan guna memfasilitasi ruang komunikasi antara nalar dan teologi, akal budi dan iman. Secara institusional ruang dialog ini dapat dan sudah dijalankan secara sistematis oleh fakultas-fakultas  teologi di Indonesia. Teologi dan filsafat juga berkontribusi dalam mengembangkan kritik diri dan kritik makna di dalam agama baik sebagai institusi maupun sebagai sikap hidup personal. Iklim seperti ini pada akhirnya melahirkan cara berpikir  rasional dan bebas yang dapat menghadang lajunya radikalisme agama dan praktik intoleran”, ungkapnya. 

Beriman di Era Post-Sekular
Dalam sambutannya mewakili para wisudawan, Pater Petrus Tan, SVD  yang biasa disapa Pater Peter mengungkapkan adanya gejala dalam dunia kini di mana iman dan agama jadi keledai bodoh yang ditunggangi sekelompok orang untuk memuaskan nafsu politik, ideologis, atau kebencian-kebencian post-kolonialisme yang brutal dan salah arah. Pater Peter membahaskan semua hal sebagai gejala “defisit akal sehat bersama umat manusia.” “Defisit akal sehat inilah yang disasar Hana Arendt, filsuf Jerman, dalam bukunya Man in Dark Times di tahun 1968. Abad gelap ini adalah abad ketidakberpikiran, abad minus akal sehat. Defisit akal sehat memicu deformasi politik  dan bangkitnya kejahatan. Karena tidak berpikir, manusia gagal menjadi binatang rasional dan lantas jadi binatang beringas yang terobsesi dengan kejahatan” tegas Pater Peter. 

Fakta krisis nalar inilah yang mendorong Pater Peter berbicara tentang beriman di era post-sekular. Menurut penulis buku Paradoks Politik ini, sekurang-kurangnya ada dua isu kunci beriman di era post-sekluar. Pertama, dialektika atau proses belajar ganda antara agama dan nalar, iman dan akal budi, pemikiran religius dan sekular, masyarakat beragama, dan masyarakat non-religius. Kedua, kemanusiaan sebagai akal sehat tertinggi seluruh umat manusia.

Lebih lanjut, Pater Peter mengungkapkan “di era post-sekular, kita beralih dari religion kepada post-religion. Post-religion berarti agama dan perannya harus ditafsir ulang dalam bingkai kepentingan bersama umat manusia seluruhnya. Agama-agama harus keluar dari benteng mereka masing-masing dan bergandengan tangan memberi jawaban pada problem kemanusiaan universal. Sebab satu-satunya akal sehat universal yang melampaui segala bentuk sekat sosial adalah kemanusiaan.” 

Pada bagian akhir sambutannya anggota provinsi SVD Timor ini menyampaikan dua pesan penting kepada para wisudawan dan kepada semua peserta yang hadir. Pertama, kita diutus ke tengah masyarakat untuk menghasilkan perubahan sosial yang konkret. Perubahan sosial hanya bisa terjadi kalau kita mampu bersikap ilmiah dan mendorong tumbuhnya akal sehat. Medan politik dan perubahan sosial  memerlukan pikiran yang terlibat. Filsafat dan teologi adalah undangan untuk berpikir. Aktivitas berpikir adalah aktivitas untuk mengubah  kondisi ketidakadilan, ketimpangan, korupsi, dan kebobrokan pada seluruh institusi sosial. Kedua, mengaktifkan compassio adalah sebuah imperatif tanpa kompromi dalam tugas dan perutusan kita. Compassio berarti suatu kemampuan dan tanggung jawab untuk terlibat di sisi korban, terbuka dan menangkap penderitaan orang lain. 

Upacara wisuda ini berakhir pada jam 11.30. Hadir dalam upacara wisuda ini antara lain Ketua Yayasan Persekolahan St. Paulus Ende Pater Alphonsus Mana, SVD, Dra. Putu Anggraeni Sri Adnyani, MM mewakili Kepala LLDikti Wilayah VIII,  Yohanes Bosco Otto mewakili Dirjen Bimas Katolik, dr. Valentinus Sili Tupen mewakili  Bupati Sikka, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Pater Frans Ceunfin, SVD, para pimpinan biara dan konvik, para dosen, mahasiswa/i, dan para tamu undangan. Upacara wisuda ini dimeriahkan oleh paduan suara STFK Voice.***

Penulis dan Editor: Flory Djhaut

Saturday, April 6, 2019

Program Strategis Menuju Sikka Sejahtera

Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo (Kanan) sedang Memberikan Kuliah Umum
 di Kampus STFK Ledalero Maumere Flores NTT pada Sabtu (6/04/2019).

Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero menyelenggarakan kuliah umum dalam rangka merayakan 50 tahun usia berdirinya STFK Ledalero di Aula St. Thomas Aquinas pada sabtu pagi (6/4/2019). Kuliah umum dengan tema “Program Strategis Bupati Sikka Menuju Sikka Sejahtera” ini dibawakan oleh Bapak Fransiskus Reberto Diogo, selaku Bupati kabupaten Sikka periode 2018-2023, dan diikuti oleh semua civitas akademika STFK Ledalero dengan beberapa tamu undangan. 

Dalam kata sambutan, ketua STFK, Pater  Otto Gusti Madung, SVD menyampaikan bahwa kuliah umum dari bapak Bupati Sikka ini merupakan kuliah umum pertama yang dibawakan oleh Bupati Sikka di STFK Ledalero. Selain itu, sesuai dengan tema kuliah umum, Pater Otto mengatakan bahwa kesejahteraan rakyat menjadi alasan masyarakat untuk melegitimasi demokrasi elektoral di negara ini. Dan ‘keributan’ yang terjadi antara Bupati Sikka dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Sikka beberapa waktu lalu menjadi tanda kehadiran demokrasi di daerah ini. 

Pater Fredy Sebho, SVD selaku moderator dalam kuliah umum ini mengatakan bahwa seorang pemimpin itu mesti menjadi seorang pemimpin yang berhati singa dan berotak kancil demi menyusun strategi pembangunan bersama rakyat, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh filsuf Machiavelli. “Seorang politikus harus berkuasa, bukan hanya berperilaku,” sambung Pater  Fredy. Dalam artian, seorang pemimpin itu mesti tegas demi kebenaran, meskipun harus dibenci oleh banyak orang.

Lalu, dalam rangka menyusun program strategis bagi kabupaten Sikka, Bupati Sikka yang terpilih melalui jalur independen ini menggunakan konsep negara kesejahteraan.  “Konsep ini mengutamakan kebijakan publik (Public Policy),” katanya. Di samping itu, Bupati yang akrab disapa Roby Idong ini juga mengutarakan empat model pembangunan yang ada di dunia ini, di antaranya: model universal, institusional, residu, dan minimalis. Model universal sering digunakan oleh negara-negara di Eropa. Model pembangunan ini memprioritaskan jaminan kesehatan, pendidikan, dan hak-hak dasar lainnya. Semua hak-hak dasar harus dipenuhi tanpa terkecuali. 

Kemudian, model institusional erat kaitannya dengan model kelembagaan. Hal ini tampak dalam program BPJS yang berlaku selama ini. Selanjutnya, Bupati yang menamatkan pendidikan S1 dalam bidang Ilmu Administrasi Negara di Universitas Brawijaya Malang ini mengatakan bahwa model residu adalah model pembangunan yang mengutamakan orang-orang miskin. Dalam hal ini, pemerintah akan mencari orang-orang yang tidak sejahtera. Dengan begitu, pemerintah hendak menyelesaikan semua persoalan yang dialami oleh orang miskin di daerah pemerintahannya. Bupati Idong mengatakan bahwa model minimalis merupakan model pembangunan yang membiarkan orang miskin untuk tetap miskin. “Dalam waktu lima tahun ke depan, kami akan menggunakan model universal dan residu guna mewujudkan kabupaten Sikka yang sejahtera,” tegas Bupati Idong.

Di tengah keterbatasan anggaran, waktu, dan wewenang, Bupati Sikka tetap berkomitmen untuk memajukan pendidikan dengan menaikkan dan memanajemen dana pendidikan secara baik, melindungi masyarakat Sikka dengan meningkatkatkan pelayanan kesehatan termasuk dengan menyediakan rumah sakit tanpa kelas, serta memberdayakan ekonomi perempuan dan mengembangkan industri kreatif. 

Dalam kaitan dengan industri kreatif, Patrisius Haryono, mahasiswa tingkat IV STFK Ledalero menanyakan kebijakan pelobian dan penentuan harga yang akan diambil oleh pemerintahan Bupati Robi Idong terhadap barang-barang komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat Sikka. “Kita akan menstabilkan dan memperbaiki harga komiditi kita dengan mengubah pola penyaluran barang-barang komiditi tersebut. Kita akan mengelola semua barang-barang komiditi yang dihasilkan melalui industri kreatif demi menggantikan pola penyaluran yang menggunakan alur perdagangan,” jawab Bupati Sikka dengan tegas.

Kuliah umum ini pun ditutup dengan sebuah kesimpulan dari Pater  Fredy, selaku moderator. Pater  Fredy mengatakan bahwa dosa seorang pemimpin tidak terletak pada hal yang telah dilakukannya, tetapi ketika seorang pemimpin tidak melakukan apa-apa.” Semoga Bupati Sikka belum berdosa,” sambungnya.


Penulis            : Fr. Ricky Mantero, SVD
Editor             : Flory Djhaut


Saturday, March 23, 2019

Bapak Ignas Jonan Memberikan Kuliah Umum di Kampus STFK Ledalero


seminariledalero.org ---Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Bapak Ignasius Jonan memberikan Kuliah Umum di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero (STFK) Maumere pada Sabtu (23/10/19). Di bawah tema “Energi Berkeadilan untuk Rakyat”, Ignas Jonan mengungkapkan pentingnya energi berkeadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. 

Menurut Ignas Jonan, energi berkeadilan erat kaitannya dengan penyediaan energi secara merata dengan harga yang terjangkau. Dia menegaskan bahwa satu masalah pokok yang terjadi sekarang adalah masalah keadilan sosial. Oleh karena itu menurut dia penting sekali untuk menerapkan kebijakan satu harga, tetapi dengan harga yang terjangkau. 

Mantan Menteri Perhubungan pada era Jokowi ini juga menyoroti kebijakan subsidi energi. “Subsidi energi itu adalah subsidi tiga hal, yakni listrik, BBM , dan LPG. Kalau kita lihat, 2012 sampai 2014 subsidi listrik, BBM, dan LPG  itu total tiga tahun trakhir sampai seribu triliun. Kalau seribu triliun, itu di mana keadilannya? Sementara wilayah kita yang jauh, yakni wilayah Indonesia Timur tidak mendapatkan banyak. Mereka tidak memakai LPG.” Demikian tegas Ignas Jonan. 

Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia tahun 2009 sampai 2014 ini mengatakan bahwa untuk mengatasi ketidakadilan ini, pemerintah melalui kementerian ESDM memotong subsidi energi dengan tujuan agar ada uang untuk membangun waduk dan listrik di tempat-tempat lain. Lebih lanjut Ignas Jonan mengungkapkan bahwa kementerian ESDM berkomitmen untuk menyediakan energi sampai ke pelosok-pelosok tanah air dengan harga yang terjangkau. “Harga BBM harus sama dan rata di semua wilayah”, tegas Jonan

Kuliah umum ini dihadiri oleh ribuan peserta, antara lain Bupati Sikka, Bapak Uskup Maumere Mgr Edwaldus  Martinus Sedu, Uskup Emeritus Mgr. Gerulfus Kerubim Pareira, para dosen, para mahasiswa/i, pimpinan Perguruan Tinggi, para alumni STFK Ledalero, awak media, dan masyarakat umum. Usai memberikan kuliah umum, Ignas Jonan bersama rombongan dan didampingi oleh Bupati Sikka, Robi Idong  mengunjungi  ibu Alfonsa Horeng, pendiri Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun di Desa Nita Kecamatan Nita Kabupaten Sikka, NTT.***

Penulis & Editor: Flory Djhaut

Saturday, March 9, 2019

Rekoleksi Prapaskah: Prapaskah sebagai Momen untuk “Kembali”



Pater Simeon Bera Muda, SVD sedang Memberikan Renungan dalam Rekoleksi Prapaskah di Kapela Agung Seminari Tingg Ledalero pada Sabtu sore (03/09/19)

seminariledalero.org--Segenap komunitas Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero mengadakan rekoleksi prapaskah di kapela agung Seminari Tinggi Ledalero pada Sabtu sore (9/03/19). Diinspirasi oleh teks Kitab Suci dari Kitab Zakaria (Zak. 1,1-6), Pater Simeon Bera Muda, SVD selaku pembawa renungan dalam rekoleksi ini menekankan pentingnya “kembali” kepada Allah. Menurut Pater Simeon, kata “kembali” dalam teks diulang sebanyak tiga kali. Kata ini dapat dimengerti sebagai pertobatan, metanoia. “Kata ‘kembali’ berasal dari bahasa Ibrani, yakni ‘sub’ yang berarti kembali. Dalam Alkitab Indonesia kata ini diterjemahkan dengan tiga kata, yakni kembali, berbalik, dan bertobat”. Demikian kata Pater Simeon. 

Mengutip ayat keenam dari teks yang dibacakan dalam rekoleksi ini, Dosen Kitab Suci pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero mengatakan bahwa sebagaimana Tuhan semesta alam bermaksud mengambil tindakan terhadap kita sesuai dengan tingkah laku kita dan perbuatan kita, demikianlah Ia mengambil tindakan  terhadap kita. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Tuhan adalah bala tentara, yakni Tuhan yang paling mampu menghancurkan  kejahatan dan dosa, dan paling berkuasa membawa Israel kembali. 

Lebih lanjut dalam renungannya, Pater Simeon mengatakan bahwa Tuhan menyampaikan kepada Zakaria dan selanjutnya Zakaria menyampaikan kepada umat tentang kemurkaan-Nya kepada mereka. Akan tetapi sepanjang sejarah hubungan Yahwe dengan umat-Nya, murka hanya menjadi reaksi spontan  dan tidak terjadi secara terus-menerus dan selamamnya. Oleh karena itu, Tuhan akan menunjukkan jalan kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran untuk kembali kepada-Nya. Mengutip Kitab Yeol 2, 12-13, Pater Simeon mengatakan “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.”

Pada bagian lain renungannya, imam kelahiran Lewohokeng, Larantuka ini menegaskan bahwa masa prapaskah yang sedang kita jalani disebut juga masa puasa dan pantang, masa tobat, masa kembali. Oleh karena itu, dia mengajak peserta rekoleksi untuk menjadikan masa prapaskah ini sebagai momen untuk kembali kepada Allah, momen pertobatan. Pertobatan menurut Pater Simeon selalu merupakan tindakan manusia yang kembali kepada Allah dan tindakan Allah yang membawa kembali menusia kepada pangkuan-Nya. 

Penulis & Editor: Flory Djhaut