Sunday, April 29, 2018

165 Mahasiswa STFK Ledalero Diwisudakan

Seminariledalero.org- Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero kembali menoreh sebingkis kisah bersejarah tahun ini. Pada Sabtu (28/04) di aula St. Thomas Aquinas Ledalero dilangsungkan upacara wisuda bagi 165 mahasiswa, yang terdiri dari 119 wisudawan-wisudawati program S1 Filsafat periode II tahun akademik 2016/2017 dan 46 wisudawan program S2 Teologi tahun akademik 2016/2017. Upacara khidmat tersebut dibuka secara resmi oleh Pater Ketua STFK Ledalero, Bernardus Raho, Drs.M.A, dan didampingi oleh Pater Ketua Yayasan St. Paulus, Alfonsus Mana, Drs.Lic, serta wakil ketua dan sembilan dosen STFK Ledalero.
Hadir juga dalam upacara wisuda tersebut perwakilan dari Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia, Perwakilan Gubernur NTT, kerabat para wisudawan-wisudawati serta beberapa tamu undangan.  
Dalam upacara wisuda tersebut, laporan hasil ujian akhir untuk program S1 Filsafat dibacakan oleh Pater Wakil Ketua I, Dr. Otto Gusti Madung, sedangkan laporan hasil ujian akhir untuk program S2 Teologi dibacakan oleh Pater Direktur Pascasarjana, Dr. Bernard Boli Ujan. Sesuai laporan tersebut ditegaskan bahwa wisuda ini berdasarkan Penetapan Panitia Ujian Sarjana Negara yang disahkan tanggal 10 Juli 2017 dan berdasarkan SK Wisuda Ketua STFK Ledalero Nomor: 8842/EDK/FT/L/2018 tanggal 5 April 2018. Sementara itu Penetapan Panitia Ujian Penilaian Pembelajaran Akhir (PPA) Program S2 Teologi atau Magister Teologi disahkan pada tanggal 31 Mei 2017 dan berdasarkan SK Wisuda Ketua STFK Ledalero Nomor 1436/EDK/S.2/FT/L/2018 tanggal 5 April 2018. Dari laporan tersebut diperoleh pula data mengenai kualifikasi yudisium yang menunjukkan pencapaian rata-rata nilai. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah antara kelulusan dengan predikat terpuji dan sangat memuaskan lebih banyak daripada jumlah antara kelulusan dengan predikat memuaskan dan cukup memuaskan.
Pater Ketua STFK Ledalero, Bernardus Raho, Drs. M.A memukau wisudawan-wisudawati dan hadirin dengan sambutan yang berwibawa. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya sebuah Perguruan Tinggi dalam hal ini STFK Ledalero untuk berpacu dengan perubahan. “Hendaknya Perguruan Tinggi berpacu dengan perubahan. STFK Ledalero harus senantiasa mengubah paradigma dan mentalitas. Perubahan itu bermula dari paradigma Seminari kepada paradigma Sekolah Tinggi Filsafat yang mengacu pada mentalitas pelayanan untuk mengabdi bagi masyarakat sesuai ketentuan publik. Para dosen perlu mengubah paradigma dari predikat pastor yang melulu pada pelayanan di altar kepada pengabdian tridarma Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat,” demikian nasihat beliau dalam sambutannya.
Sementara itu, Pater Ketua Yayasan St. Paulus, Alfonsus Mana, Drs.Lic, dalam sambutannya lebih mengumandangkan gema harapan untuk kebaikan dalam perkembangan STFK Ledalero di masa-masa mendatang, terkhusus dalam perolehan peringkat terakreditasi “A” yang akan disyukuri tatkala perayakan pesta emasnya tahun depan. Lebih lanjut suara sambutan perwakilan dari Dirjen Bimas Katolik pun membuka harapan dan penawaran lapangan kerja bagi pengabdian masa depan para wisudawan-wisudawati sebagai agen pastoral.
Hal berpastoral ini pun menjadi tema yang disoroti dalam orasi ilmiah wakil wisudawan yang dibawakan oleh Yohanes P. Suryadi, wisudawan pascasarjana yang adalah seorang imam projo.
Ketika usai acara wisuda tersebut, Kristina Anu, S. Fil yang menjadi satu-satunya wisudawati program S1 Filsafat tahun ini mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan yang diraihnya. “Saya bangga dan sangat bersyukur atas momen ini. Sekiranya salah satu tangga pencapaian masa depan saya telah diraih. Semoga dari Bukit Sandar Matahari selalu bersinar cahaya cinta yang menerangi seluruh dunia”, ungkapnya.
Disaksikan oleh seminariledalero. Org, upacara wisuda yang berlangsung penuh khidmat tersbut turut didukung dengan iringan nyanyaian merdu dari kelompok paduan suara “STFK Voice Ledalero.  

Penulis: Fr. Mario Kali,SVD

Thursday, April 26, 2018

SEMINARI LEDALERO ADAKAN SOSIALISASI KAPITEL PROVINSI SVD ENDE XXIII


seminariledalero.org – Seminari Tinggi Santu Paulus Ledalero mengadakan sosialisasi hasil Kapitel Provinsi SVD Ende (IDE) XXIII di Aula Santu Thomas Aquinas Ledalero, Kamis (26/04/2018). Kegiatan berlangsung selama satu setengah jam dari pukul 17.30 – 19.00 Wita. Kegiatan ini dipimpin oleh Pater Yosef Keladu Koten SVD, Wakil Rektor Seminari Tinggi Ledalero, dengan narasumber utama Pater Hubert Thomas, SVD. Hadir dalam kegiatan ini segenap anggota komunitas Seminari Ledalero baik para frater maupun para pater dan bruder.

            Pater Hubert Thomas, selaku narasumber dalam kegiatan ini, memaparkan garis besar hasil Kapitel Provinsi SVD Ende yang berlangsung tanggal 04-10 Februari 2018 di Kemah Tabor Mataloko itu selama kurang lebih empat puluh lima menit. Beliau memulai pemaparannya dengan memperkenalkan tema umum Kapitel itu kepada segenap peserta yang hadir. Tema yang diangkat dalam Kapitel IDE XXIII ialah “Kasih Kristus Mendesak Kami Berakar dalam Sabda, Berkomitmen dalam Misi-Nya”. Menurut Pater, tema ini diinspirasi oleh tema Kapitel Jenderal SVD XVIII tahun ini, yakni “Kasih Kristus Menguasai Kami” (2 Kor. 5:14). 

            Lebih lanjut, Pater Hubert mengatakan bahwa tujuan utama dari kapitel ini ialah membantu masing-masing pribadi dan komunitas untuk membaharui spiritualitas sebagai biarawan religius misioner. Namun, pembaharuan itu menurut pater tidak hanya terjadi pada waktu tertentu saja, tetapi harus dilakukan terus-menerus. Adapun maksud dari pembaruan itu ialah supaya masing-masing anggota dan komunitas berakar dalam Sabda dan berkomitmen dalam misi-Nya.

            Ada banyak hal yang dipaparkan oleh Pater Hubert pada kesempatan ini. Hal itu terkait dengan misi ad intra (ke dalam) dan ad extra (ke luar) yang menjadi prioritas provinsi SVD Ende beberapa tahun yang akan datang. Misi ad intra yang ditekankan ialah tentang formasi dasar dan formasi berlanjut serta beberapa persoalan khusus lainnya. Sedangkan misi ad extra yang menjadi prioritas ialah misi pemberantasan human trafficing dan HIV/AIDS. Seluruh misi ini menurut pater, terutama misi ad extra bertujuan agar Kerajaan Allah yang membebaskan itu semakin nyata di dunia ini. “Kerajaan Allah memang luas, akan tetapi salah satu indikator bahwa kerajaan Allah itu tampak di dunia ini terutama di daerah misi kita ialah jumlah kasus HIV/AIDS semakin menurun, ODHA semakin berdaya dan diterima, kasus perdagangan manusia  berkurang dan masyarakat semakin sejahtera. Untuk mendukung terwujudnya hal-hal itu, formasi dasar dan formasi berlanjut mesti berorientasi misioner, yakni pembentukan pribadi-pribadi yang memiliki pengetahuan atau wawasan yang luas, keyakinan (artinya yakin bahwa problem apa pun bisa diatasi),  keterampilan, dan dedikasi ”, kata pater Hubert.   

            Pater Hubert yang juga terpilih sebagai utusan Provinsi SVD Ende dalam Kapitel Jenderal di Roma pada Juni mendatang, menambahkan, “Para kapitularis dalam kapitel provinsi lalu menyadari bahwa Allah kita adalah Allah yang peduli; Allah yang mendorong kita untuk peduli. Kesadaran ini mendorong kita untuk mewujudkan Kerajaan Allah yang membebaskan.  Itu berarti kita menyadari apa yang tertulis dalam pembukaan konstitusi kita, ‘Hidup-Nya adalah hidup kita dan misi-Nya adalah misi kita.’ Misi Yesus adalah kerajaan Allah. Untuk mewujudkan kerajaan Allah itu kita mesti berakar dalam Sang Sabda dan berakar dalam komunitas SVD.”

            Setelah Pater Hubert menyampaikan gagasan umum hasil Kapitel Provinsi SVD Ende XXIII, moderator Pater Yosef Keladu memberikan kesempatan kepada beberapa orang yang ingin menambahkan hal-hal penting. Pater Frans Ceunfin, Rektor Seminari Tinggi Ledalero, menegaskan kembali soal formasi dasar dan formasi berlanjut, Pater Anton Jemaru, Ekonom Seminari Ledalero menggarisbawahi soal transparansi dan managemen keuangan serta soal masalah koordinasi dan kepemimpinan, bruder Valens, Kepala Bengkel Ledalero, menegaskan soal penghayatan kaul kemiskinan, dan Pater Ignas, Prefek Unit St. Rafael, menginformasikan soal upaya provinsi untuk mengatasi persoalan yang dialami oleh media massa Flores Pos (media massa cetak (koran) milik provinsi SVD Ende).

            Selanjutnya dalam kata penutupnya Pater Yosef mengatakan, “Kita patut berbangga karena kita sudah melakukan banyak kegiatan selama ini baik untuk misi ke luar maupun misi ke dalam. Dari hasil evaluasi, pencapaian kita memang belum maksimal. Namun, kita tidak boleh putus asa. Sebab kita selalu berjuang untuk menjadi sempurna. Oleh karena itu, misi apa pun yang kita lakukan menjadi tanggung jawab kita bersama.”

 (Fr. Ferdi Jehalut, SVD)

Wednesday, April 25, 2018

FRATER UNIT YOSEF MENGUNJUNGI STASI MEKEN DETUN

Seminariledalero.org – Dalam rangka Minggu Panggilan Sedunia, para frater dari Unit St. Yosef Freinademetz mengunjungi umat Stasi St. Arnoldus Janssen Meken Detun, Paroki Hati Yesus Yang Mahakudus Ili - Maumere. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, (21 April 2018) sampai dengan Minggu, (22 April 2018). Dalam kunjungan ini selain membuat animasi panggilan, para frater juga berkesempatan memberikan sosialisasi tentang masalah Human Trafficking yang sedang marak terjadi yang disampaikan oleh para frater lewat kegiatan katekese bersama umat, dengan tema “Orang Katolik Dalam Semangat Persaudaraan Bertanggungjawab Memberantas Perdagangan Orang atau Human Trafficking.”
     Ketua unit St. Yosef Freinademetz, Fr. Adrianus Yusron, SVD ketika diwawancarai tentang kegiatan apa saja yang dilangsung selama berkunjung ke Stasi St. Arnoldus Janssen Meken Detun, mengatakan bahwa ada beberapa kegiatan penting yang dilangsungkan selama berada di tengah-tengah umat yang bertujuan untuk membangun kekompakan. “Selama berkunjung ke Stasi Meken Detun, ada beberapa kegiatan penting yang dilangsung, misalnya memberikan sosialisasi tentang Human Trafficking yang disampaikan lewat kegiatan katekese, pendampingan terhadap anak-anak SEKAMI, syering panggilan bersama OMK, pertandingan persahabatan bersama OMK dan menanggung kor dan liturgy lainnya pada Perayaan Minggu Panggilan Sedunia, Minggu (22 April 2018). Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun kekompakan dalam iman maupun perbuatan,” kata Fr. Aditya, SVD.
          Fr. Aditya, SVD menambahkan, “Para frater yang terlibat dalam kegiatan ini berjumlah 33 orang, yang terdiri dari 15 frater tingkat II, 11 frater tingkat III, 6 frater tingkat IV dan satu frater yang sedang menjalani masa insersi. Para frater ini dibagi ke rumah-rumah yang tersebar dalam 12 KBG di Stasi St. Arnoldus Janssen Meken Detun,” kata Fr. Aditya, SVD.
          Dalam kunjungan ini segenap umat stasi Meken Detun sangat antusias menerima para frater. Ketua stasi Meken Detun, ibu Maria Feli Gonda dalam sapaan awalnya mengatakan bahwa dirinya bersama segenap umat sangat bangga dan berbahagia atas kunjungan yang diadakan di stasi Meken Detun. “Saya dan segenap umat di Stasi Meken Detun ini merasa bangga dan berbahagia atas kunjungan dari adik-adik frater. Kami ucapkan selamat datang dan selamat bertemu. Bagi kami kunjungan ini adalah sebuah rahmat bagi kami sebab kunjungan seperti ini jarang terjadi. Kami berterimakasih kerena telah memilih stasi kami untuk melangsungkan kegiatan Minggu Panggilan Sedunia,” kata Ibu Gonda.  
Sementara itu, dalam sambutannya pada Minggu, (22/4/2018) pagi, Ibu Gonda mengatakan bahwa dirinya bersama segenap umat sangat berterimakasih sebab bertepatan dengan moment Minggu Panggilan Sedunia, para frater bisa hadir dan membawakan sebuah tema katekese yang menarik dan sangat aktual dewasa ini. “Saya dan segenap umat sangat berterimakasih kepada adik-adik frater yang sudah hadir di sini dan membawakan serta mensosialisasikan kepada kami suatu tema menarik dan aktual dewasa ini tentang Perdagangan Orang atau Human Trafficking. Tema ini juga sangat relevan dengan bacaan-bacaan suci pada hari Minggu Panggilan Sedunia ini. Kita diminta untuk menjadi gembala dan domba yang baik bagi sesama. Kita belajar untuk menjadi gembala yang baik demi memberantas Human Trafficking. Kita juga harus belajar menjadi domba yang baik demi menolong sesama yang menderita. Inilah panggilan kita semua,” kata Ibu Gonda.
          Ibu Gonda menambahkan, “Semoga kunjungan ini bisa menumbuhkan iman kita. Saya berharap bahwa kunjungan ini juga merupakan awal dari segala kebersamaan kita ke depan demi menunaikan misi kita, yakni memperbaiki dan menumbuhkan iman segenap umat di Stasi St. Arnoldus Janssen Meken Detun ini, tambahnya.
          Prefek unit St. Yosef Freinademetz, Pater Kanisius Bhila, SVD dalam kesempatan memberikan sambutan, mengatakan bahwa kunjungan para frater ini merupakan sebuah rahmat bagi bapak dan mama sekalian di stasi Meken Detun. “Saya sebagai prefek di Unit St. Yosef Freinademetz bersama P. Bernard Boli Ujan, SVD menyampaikan terimakasih kepada segenap umat di Stasi Meken Detun yang dengan tulus hati menerima para frater untuk melangsungkan kegiatan Minggu Panggilan Sedunia di sini. Saya yakin bahwa kehadiran para frater ini membawa rahmat bagi bapak, mama dan saudara-saudari sekalian. Kehadiran mereka selain sebagai frater tetapi juga sebagai anak yang harus diperhatikan. Bapak dan mama harus mendoakan mereka sebab mereka adalah agen-agen pastoral pada masa yang akan datang. Kehadiran para frater pada hari Minggu Panggilan Sedunia selain untuk membuat animasi panggilan, tetapi mereka juga membawa dalam diri mereka keunikkan-keunikkan yang dapat memperkaya iman kita kepada Dia yang kita kenal sebagai gembala yang baik,” kata P. Kanis Bhila, SVD.
          Pater Kanis Bhila, SVD melanjutkan, “Saya berharap bahwa dengan moment berahmat ini yang bertepatan dengan hari Minggu Panggilan Sedunia, kita semua harus belajar menjadi gembala yang baik bagi sesama kita. Gembala yang baik adalah mengenal domba-dombanya. Marilah kita belajar dari moment ini sebab kita semua terpanggil untuk menjadi gembala dan sekaligus sebagai domba yang baik bagi sesama,” kata P. Kanis Bhila, SVD.

OLEH FR. FRIDZ TALAN, SVD
0821 4699 5533

Monday, April 23, 2018

STFK LEDALERO GELAR SEMINAR NASIONAL


seminariledalero.org - Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero menyelenggarakan Seminar Nasional pada Sabtu (21/04/2018) di Aula St. Thomas Aquinas Ledalero. Seminar dengan tema “Masalah Sorcery dan Witchcraft (Black Magic) di Flores” ini menghadirkan dua pembicara yakni Dr. Alexander Jebadu, SVD, Dosen Misiologi STFK Ledalero dan Dr. Matheus Purwatma, Dosen Misiologi Fakultas Teologi Sanata Darma.
Kegiatan Seminar dipandu oleh moderator P. Ito Dhogo, SVD, Dosen Kitab Suci STFK Ledalero. Hadir pula dalam kegiatan seminar ini segenap civitas akademica STFK Ledalero, perwakilan dari kampus UNIPA Maumere dan beberapa undangan dari pihak pemerintah dan kepolisian.

Rangkaian kegiatan Seminar dibuka oleh Ketua Sekolah, P. Bernard Raho, SVD. Dalam kata pembukanya, Pater Bernard mengatakan bahwa seminar ini adalah bagian dari upaya menghadirkan diskursus tentang suanggi ke ranah publik. “Jika sebelumnya kita bicarakan secara sembunyi atau takut-takut tentang ata janto, ata polo atau ata u’en, sekarang ini kita akan membicarakannya dengan terang-benderang. Kita akan mendengarkan pemaparan dan berdiskusi, agar pemahaman kita tentang tema ini bisa diperluas,” demikian tutur Pater Bernard.

Selanjutnya pada pukul 09.00 WITA kegiatan seminar dengan resmi dibuka. Kedua pembicara dan moderator dipersilakan mengambil tempat yang telah disediakan. Pembicara pertama Dr. Alexander Jebadu membawakan makalah yang berjudul “Fakta Praktik Sorcery & Witchcraft (Ilmu Hitam) dan Daya Ilahi dari Air dan Garam Berkat”. Makalah ini merupakan terjemahan dari paper yang dipresentasikan di Tagyatay, Philipina dalam Konferensi International Masalah Suanggi se-Asia Pasifik yang diselenggarakan oleh ASPAMIR (Asia Pacific Mission and Search). 

Dalam makalah ini Pater Alex membedah praktik Sorcery dan Withcraft di tanah Flores. Paper ini merupakan kolaborasi dari tinjauan pustaka dan hasil penelitian lapangan Pater Alex tentang tema suanggi di pulau Flores. Pater Alex pertama-tama membedakan term Sorcery dan witchcraft. Sorcery dan witchcraft secara harafiah dapat diterjemahkan sebagai ilmu sihir atau guna-guna. Namun, keduanya memiliki pengertian berbeda. Mengutip Evans Pritchard, Pater Alex menulis: “Witchcraft merupakan ekspresi dari sebuah kekuatan jahat dalam diri atau tubuh seseorang. Adapun sorcery merupakan penggunaan dari pengetahuan magic atau guna-guna tersebut.”

Berdasarkan pengertian ini, Pater Alex membedah fenomena suanggi yang ada di Flores. Orang Flores hemat Pater Alex secara sepintas tampaknya tidak membedakan dua jenis utama ilmu hitam, sorcery dan witchcraft. Orang Flores hanya menyebut praktik ilmu hitam dengan istilah janto (Manggarai), polo (Ngada, Ende, Nagekeo, Ende dan Lio), u’en (Sikka) dan menaka’ang (Lamaholot); dan orang yang mempraktikkannya dengan istilah ata janto (Manggarai), ata polo (Ngada, Nagekeo, Ende, dan Lio), ata u’en (Sikka) atau ata menaka’ang (Lamaholot). Namun, jika dilihat secara teliti dan rinci, distingsi sorcery dan wichtcraft juga sebenarnya ada di antara orang-orang Flores. Hal ini disampaikan Pater Alex berdasarkan beberapa penemuannya di lapangan. Hasil wawancaranya dengan beberapa informan di wilayah Rego- Manggarai, menunjukkan bahwa para suanggi dapat meniupkan kekuatan supranatural mereka dari jarak jauh hanya dengan menyentuh calon korban yang ditargetkannya. Selain itu, berdasarkan cerita-cerita lepas dari sejumlah informan ditemukan pula bahwa baik orang Manggarai, Ngada, Ende, Nagekeo, Lio maupun Sikka mengklaim bahwa roh orang-orang yang bersuanggi juga biasanya keluar pada malam hari dalam rupa binatang seperti kucing atau anjing besar atau kuda.

Karena itu, berkenaan dengan fenomena suanggi ini, Pater Alex mengambil pandangan tegas bahwa para suanggi itu benar-benar ada dan nyata dalam masyarakat.Berdasarkan penelitiannya ditemukan bahwa para suanggi itu walau mempunyai nama yang berbeda di setiap daerah, tetapi memiliki motif dan cara kerja yang hampir sama. Motif tindakan mereka ialah ingin mencelakakan orang lain karena beragam alasan, entahkan cemburu secara sosial atau ekonomi. Sementara itu, meski cara kerjanya beragam, satu hal yang dominan ditemukan ialah para suanggi  sering membutuhkan medium tertentu untuk mengirimkan roh jahat kepada targetnya berupa beberapa helai rambut, sepotong korek api, sebuah peniti tua, dsb.

Daya Air Berkat
Fakta adanya praktik-praktik suanggi di Flores telah pula memicu munculnya kelompok lain yang ingin menetralisir atau paling kurang mengimbangi kekuatan mereka. Pater Alex menyebut kelompok ini sebagai kaum pendoa. Kaum pendoa ini memiliki beragam kekuatan yang diklaim sebagai kekuatan baik (white magic). Mereka dapat membantu seseorang atau kelompok orang yang diserang kekuatan jahat (suanggi).

Salah satu informan yang masuk dalam kelompok ini Br. Hilarius Embu, SVD yang juga merupakan salah satu penghuni tetap unit Paulus Ledalero. Dipaparkan bahwa Br. Hila memiliki semacam kharisma dan rahmat khusus untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh seseorang entahkah itu bersifat medis atau non-medis. Dari kategori non-medis tersebut, Br. Hila juga mampu melihat apakah sakit yang diderita korban itu disebabkan oleh kekuatan alam (aliran sungai bawah tanah atau kekuatan gas dari alam) atau justru oleh kekuatan jahat kiriman dari orang lain.

Jika seseorang itu sakit karena kiriman dari orang lain, Br. Hila akan menyuruhnya atau keluarganya mencari aneka medium yang biasanya dikirim orang jahat ke lingkungan tempat tinggal mereka. Jika medium itu sudah didapat, Br. Hila akan mengukurnya dengan alat yang disebut Avometer. Menurut Br.Hila, sakit yang ada dalam diri orang itu disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh medium-medium tersebut. Alhasil, satu-satunya cara adalah dengan menetralisir kekuatan medium itu. Berdasarkan kesaksian Br. Hila pula ditemukan bahwa satu-satunya cara menetralisir kekuatan tersebut ialah dengan menggunakan air berkat. Air berkat itu adalah air yang harus sudah diberkati oleh Imam tertahbis. Sebab, jika tidak, medium itu tetap akan memancarkan kekuatannya.

Exorcisme dan Doa Pembebasan
Setelah menyimak penjelasan panjang Pater Alex tentang fenomena suanggi di Flores dan daya Ilahi Air Berkat, para peserta seminar kemudian disuguhkan dengan pemaparan dari pembicara kedua, Dr. Matheus Purwatma. Dr. Purwatma membawakan makalah berjudul “Excorcisme dan Doa Pembebasan”. Dalam pemaparannya, Dr. Purwatma menegaskan lagi tesis dari Pater Alex bahwa setan itu sungguh ada. Setan itu tidak hanya hadir dalam diri sebagai penggoda, tetapi juga nyata dan ada sebagai ‘roh’ atau kekuatan jahat yang kadang suka mengganggu atau menyerang manusia. 

Untuk melawan setan seperti ini, Dr. Purwatma memperkenalkan konsep Excorsisme dala ajaran Gereja Katolik. Excorcisme menurut Dr. Purwatma adalah ikhtiar Gereja secara resmi untuk berdoa dalam nama Yesus demi mengusir setan atau roh jahat yang ada atau berdiam dalam diri seseorang. Excorcisme ada dua bentuk, pertama excorcisme sederhana yakni tampak melalui sakramen pembabtisan. Dalam excorcisme sederhana ini, semua Imam mempunyai wewenang untuk mengusir setan. Kedua, excorcisme besar, yakni pengusiran setan dalam kasus-kasus tertentu. Pada excocisme besar, tidak semua imam diperkenankan untuk melakukan praktik excocisme. Praktik excorcisme hanya bisa dijalankan oleh imam-imam tertentu yang mendapat wewenang langsung dari Uskup. 

Oleh karena itu, kuasa seorang Exorcist dalam melakukan praktik excorcisme hanya terbatas pada keuskupannya. Kuasa itu adalah bagian dari pelayanan Gereja, jadi seorang imam yang menjalankannya, hemat Dr. Purwatma, harus tunduk pada hirarki yang berwenang. “Jadi, jika seorang Imam dari Jawa misalnya melakukan exorcis di sini, setan pasti tidak akan keluar, sebab dia juga tahu bahwa Imam itu tidak punya otoritas di wilayah Flores,” demikian guyon Dr. Purwatma.

Sesi Diskusi
Setelah pemaparan dari kedua materi selesai, sesi diskusi pun dibuka. Oleh moderator, kesempatan ini dibagi lagi dalam dua sesi. Setiap sesi menampilkan tiga orang penanya. Pada sesi pertama, salah seorang penanya Pater Remi Ceme, SVD (Dosen Teologi Fundamental STFK Ledalero) bertanya soal roh jahat yang tinggal dan menetap dalam diri manusia. “Apakah roh jahat yang menetap dalam diri seorang suanggi itu tinggal permanen atau sementara waktu saja?” Demikian pertanyaan pater Remi. Menjawabi pertanyaan ini, kedua pemakalah sepakat bahwa pertanyaan ini memang sulit dijawab secara definitif sebab kenyataan yang kita bahas ini adalah kenyataan supernatural yang tidak bisa diidentifikasi secara inderawi. Namun, mereka sepakat bahwa roh itu bisa tinggal sementara tetapi juga dalam konteks atau kasus tertentu bisa tinggal atau menetap abadi.

Salah satu pertanyaan menarik datang pada sesi kedua. Pertanyaan itu disampaikan oleh Obi, seorang Polisi dari Polres Sikka. Obi bertanya: “Apakah tindakan suanggi bisa dibawa ke ranah pengadilan formal? Atau apakah tindakan suanggi ini bisa dihukum sesuai hukum yang diterapkan dalam negara ini?” Pater Alex yang menjawab pertanyaan ini mengatakan bahwa kedua ranah ini (hukum positif dan suanggi) berbeda sehingga sulit dipadukan. Hukum kita merupakan hukum positif, sementara itu suanggi itu realitas supernatural yang melampaui kenyataan positif jadi pelaku kejahatan yang menggunakan cara-cara ilmu hitam (suanggi) itu sulit untuk dihukum menggunakan hukum positif.

Setelah menjawab aneka pertanyaan ini, semua proses diskusi pun ditutup oleh moderator. Dalam kata penutupnya, moderator menegaskan bahwa seluruh rangkaian seminar ini adalah usaha kita bersama untuk lebih memahami praktik suanggi (sorcery dan witchcraft) yang ada di sekitar kita dan praktik exorxisme yang dilegalkan oleh Gereja Katolik. “Jadi, setelah memahami setan dan cara mengusirnya, kita tinggal pilih apakah ingin jadi setan atau ingin jadi pengusirnya,” kata Pater Ito yang disambut tawa segenap peserta seminar.

Fr. Johan Paji, SVD