Thursday, June 16, 2016

PARA REKTOR SEMINARI TINGGI ST. PAULUS LEDALERO

P. Jacobus Koemeester, SVD (1937-1948)
Seminari Tinggi Ledalero berdiri setelah mendapat persetujuan dari Takhta Suci tertanggal 5 Mei 1937, dan atas persetujuan Ge¬nera¬lat SVD, terkait berpindah¬nya lokasi seminari dari Todabelu ke Ledalero, tertanggal 20 Mei 1937. Pada bulan Agustus 1937, sesudah bangunan-bangunan se¬der¬hana mulai rampung, Seminari Tinggi Ledalero mulai dihuni. Pater Koemeester menjadi rektor pertama merangkap magister Novis untuk sebuah seminari tinggi yang baru saja terbentuk di bukit Ledalero. Pelantikannya menjadi rektor dilaksanakan baru setahun kemudian, pada tanggal 22 Agustus 1938. Kegiatan for¬masi mulai berlangsung, baik untuk tingkat novisiat maupun studi filsafat dan Teologi.

Selain mengalami berbagai keber¬hasilan dalam misi perintisan, masa kepemimpinan Pater Koe¬meester sebagai rektor Seminari Tinggi Ledalero juga diwarnai oleh berbagai tantangan. Pada akhir tahun 1939 P. Koemeester sendiri mengalami kecelakaan yang menyebabkan tulang beli¬kat¬nya patah dan harus dirawat selama sebulan lebih di rumah sakit. Hal lainnya yang menyedih¬kan, sekaligus menjadi tantangan pada awal berdirinya Seminari Tinggi Ledalero adalah kematian beberapa Frater, seperti Frater Niko Meak pada 30 November 1938, Frater Andreas Ndapa pada 30 Juni 1939 dan Frater Anton Redjing pada 18 Januari 1942.

Selama masa ini tercatat beberapa peristiwa penting di antaranya tahbisan imam pertama di Leda¬lero pada tanggal 28 Januari 1941, dan penerimaan calon-calon Bruder SVD pribumi pertama di Indonesia. Namun, seluruh pro¬gram formasi sering kali berjalan kurang lancar. Kedatangan ten¬tara Jepang pada tahun 1942 me-nimbulkan berbagai gejolak dalam hubungannya dengan karya misi umumnya, dan menjadi salah satu faktor yang meng¬ganggu kegiatan formasi di Leda¬lero. Bahkan pada tahun 1943, Seminari Tinggi Ledalero diko¬song¬kan untuk dijadikan asrama tentara Jepang. Para penghuni terpaksa mengungsi ke Lela. Karena situasi tak kunjung mem¬baik, pada 15 Agustus 1944 di¬umumkan bahwa Seminari Tinggi kembali dipindahkan ke Toda¬belu, dan baru kembali ke Leda¬lero pada 2 Desember 1945, se-telah situasi kembali aman. Tang¬gal 5 Desember Ledalero mulai dihuni kembali.

Di akhir masa kepemimpinan Pater Koemeester, tepatnya pada 14 Februari 1948, Ledalero men¬dapat kunjungan dari Mgr. Jonghe d’Ardaya selaku delegatus Apos¬tolik untuk Indonesia yang berke¬dudukan di Jakarta. Pater Koe¬meester meninggal tanggal 7 Oktober 1967.

P. Jan Bouma, SVD (1948-1952)
Lahir di Oude Mirdum (Belanda), pada 27 Mei 1885. Pada usia 13 tahun mengikuti masa pendidikan di Steyl. Pendidikan ini dilanjut¬kan di Seminari St. Gabriel, Austria, hingga ditahbiskan men¬jadi imam pada tahun 1910. Pater Bouma dibenum menjadi staf pengajar para rumah misi baru di Uden, Belanda. Tahun 1919 dia meninggalkan rumah misi Uden untuk mngemban tugas misioner baru di Flores. Maka tibalah Pater Bouma di Flores pada 2 Mei 1919. Mula-mula dia ditempat¬kan di Larantuka. Namun, tak lama kemudian dia kembali ke Belanda untuk menjadi rektor rumah misi Uden dan baru kem¬bali ke Indonesia pada tahun 1928. Kali ini dia mendapat tugas di Maulo’o sebelum kemudian ditunjuk oleh generalat menjadi pimpinan regional SVD Sunda Kecil (sekarang Nusa Tenggara). Pater Bouma menjadi utusan SVD Sunda Kecil untuk meng¬ikuti kapitel general SVD pada tahun 1932.

Pater Jan Bouma dikenal sebagai imam yang sederhana, asketis, pendoa dan pekerja keras. Beliau menjadi salah satu perintis Semi¬nari Tinggi Ledalero. Sejak men¬jabat sebagai Pemimpin Regional, Pater Bouma memberi perhatian besar pada pencarian tempat yang tepat untuk pembangunan sebuah seminari tinggi. Bersama Pater Hermens dan Pater A. Visser, dia menyelidiki sebidang tanah yang letaknya 10 km ke arah barat Maumere. Di sinilah kemudian didirikan Seminari Tinggi Leda¬lero. Setelah jabatan pimpinan regional diambil alih oleh Pater A. Thijssen, SVD, Pater Bouma ditunjuk sebagai Rektor Seminari Tinggi Ledalero di mana dia sendiri telah menjadi salah satu pendirinya. Jabatan rektor ini berakhir pada tahun 1952 dan setelahnya Pater Bouma men¬dapat tugas baru di Jopu, secara khusus mengabdi pada rumah induk dan novisiat CIJ di sana.

Pada masa kepemimpinannya, khususnya pada tahun 1949, diadakan perluasan dan pem¬buka¬an gedung-gedung baru seperti bilik tamu, dapur dan beberapa ruang kerja lain. Peng¬huni Ledalero selalu mengambil bagian dalam acara-acara kene¬gara¬an. Pada tanggal 1 Novem¬ber tahun 1949 misalnya, para penghuni Ledalero terlibat dalam upacara penyambutan Presiden Soekarno yang mengunjungi Maumere. Ini adalah perjumpaan kembali dua sahabat lama, yang telah saling kenal di Ende saat Soekarno menjalani masa pem¬buangannya. Pater Bouma me¬ninggal pada tanggal 14 Mei 1970.

P. Mathias van Stiphout, SVD (1952-1960)
Pater van Stiphout lahir 15 Februari 1907 di Siebengewald, Limburg, Belanda dan meninggal di Ledalero pada 17 April 1970 akibat pendarahan otak. Tahun 1919 masuk rumah misi di Uden. Selanjutnya dia melewati masa novisiat di Helvoirt. Studi filsafat dijalankannya di Teteringin, setelah itu ke Roma untuk me¬neruskan studi teologinya. Di kota Romalah dia ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 25 Maret 1935.

Sejak kedatangannya di Flores pada tanggal 4 Oktober 1936, Pater van Stiphout bersama  Pater A. Thijssen langsung ditugaskan di seminari tinggi, yang pada masa itu masih berada di Mata¬loko. Selama beberapa tahun, terhitung sejak kedatangannya pada tahun 1936 hingga 1951, Pater van Stiphout bertugas sebagai Rektor Seminari Mata¬loko. Sepulangnya dari cuti pada tahun 1952 Pater van Stiphout beralih tugas ke Ledalero. Di sini dia mengajar mata kuliah Dog¬matik dan Sejarah Gereja.

Menggantikan Pater Bouma, dia menjabat sebagai rektor Ledalero sejak tahun 1952 sampai dengan tahun 1960. Pada masa kepe¬mim¬pinannya diadakan perluasan gedung yang dibutuhkan untuk rumah pembentukan SVD. Dalam waktu cepat, pembangun¬an gedung-gedung itu diselesai¬kan. Sejak tahun 1954, seluruh bangunan yang diperluas itu mulai dihuni. Sementara itu, pada masa ini, gagasan pembangunan se¬buah rumah formasi untuk calon imam projo mulai dicetuskan dan diperjuangkan. Gagasan ini men¬dapat kepenuhannya dengan “kelahiran” Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret pada 8 Septem¬ber 1955.

Pada masa kepemimpinannya, tercatat beberapa tamu penting yang mengunjungi Ledalero. Pada 30 September 1953, Ledalero mendapat kunjungan Bapak I.J. Kasimo yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua Partai Katolik Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 1958, tepatnya pada tanggal 16 November, Ledalero mendapat kunjungan dari Menteri Agama RI, Kiai Haji Mohamad Iljas. Sebulan kemudian, 12 Desember 1958 Pater General, Yohanes Schuette tiba di Leda¬lero. Inilah untuk pertama kalinya pimpinan tertinggi SVD meng¬injakkan kaki di rumah formasi Ledalero.

Pada masa kepemimpinan Pater van Stiphout, beberapa frater berbakat mengambil inisiatif untuk memulai satu penerbitan ilmiah. Maka lahirnya VOX pada tanggal 28 November 1953.

Pater van Stiphout kemudian ke Roma untuk melanjutkan studi¬nya. Ketika studi ini selesai, Pater van Stiphout mendapat tugas baru di Seminari Hokeng. Namun pada tahun 1967 dia kembali ke Ledalero untuk menjadi pemim¬pin Novisiat. Inilah tugas terakhir yang dipercayakan kepadanya sebelum dia meninggal dunia pada tanggal 17 April 1970. Se¬lama tiga puluh empat tahun di Flores, seluruh hidupnya dibakti¬kan bagi pendidikan calon imam, baik di Mataloko, Ledalero mau¬pun Hokeng.

P. Niko Apeldoorn, SVD (1960-1963)
Menjabat sebagai rektor Ledalero sejak 6 Juli 1960. Namun, sebe¬nar¬nya sejak 18 Oktober 1947 P. Apeldoorn mulai memperkuat barisan tenaga pengajar di Leda¬lero. Selain menjadi rektor untuk masa jabatan 1960-1963, Pater Apeldoorn juga pernah menjabat sebagai pemimpin regional SVD Ende. Terakhir menjadi pastor paroki Nangaroro sebelum kem¬bali ke tanah airnya, Belanda. Selama keberadaannya di Leda¬lero, selain menjadi staf pengajar, dia juga menjadi prefek bagi para frater skolastik.

Pada masa kepemimpinannya, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 1961, di bukit Ledalero diadakan sebuah upacara meriah menyam¬but 23 novis, lima di antara mereka adalah putra-putra Bali pertama yang masuk SVD. Ma¬suk¬nya calon dari luar NTT tentu saja semakin memperkaya sekali¬gus memperkuat barisan para calon  SVD di Ledalero.

Pengembangan pendidikan Semi¬nari Tinggi Ledalero terus di¬upaya¬kannya. Pada tanggal 7 Desember 1963, sejumlah dosen baru datang untuk memperkuat barisan staf pengajar. Wajah-wajah baru itu antara lain Pater Lambert Paji yang mengajar sejarah serikat dan sejarah hidup membiara, Pater Th. Verhoeven mengajar bahasa Latin, Yunani dan Patrologi. Sementara Pater Clemens Pareira ditugaskan se¬bagai dosen Filsafat. Kehadiran tenaga-tenaga pengajar baru ini merupakan rahmat yang bagi rumah pendidikan Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero. Ke¬ahli¬an dan pengalaman mereka merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi Seminari Tinggi Ledalero pada saat itu.

Pada masa kepemimpinan Pater Apeldoorn sebagai rektor, tepat¬nya tahun 1961, untuk pertama kalinya frater skolastik berlibur selama beberapa minggu di rumah orangtua. Tahun 1962 dirayakan 25 tahun Seminari Tinggi Ledalero dalam sebuah misa yang dipimpin oleh Mgr. Paul Sani Kleden, SVD, mantan dosen Ledalero.

P. Josef Boumans, SVD (1963-1966)
Nama lengkapnya Nicolaas Josef Boumans. P. Boumans barangkali lebih dikenal sebagai pendiri Seminari Tinggi St. Petrus Rita¬piret. Dia lahir di Kerkrade-Nederland, pada tanggal 29 April 1921. Setamat Seminari Misi di Uden pada tahun 1933, Pater Boumans memulai masa Novisiat dalam SVD, dan selanjutnya menyelesaikan studi filsafat di Helvoirt. Setelah menyelesaikan studi di Teteringen dan Roma, dia tiba di Ledalero pada 6 Februari tahun 1948. Kehadirannya di¬sambut oleh P. Koemester, SVD yang waktu itu menjabat sebagai Rektor rumah Seminari Tinggi Ledalero. Ledalero, Ritapiret, Mataloko, Ende dan Hokeng adalah beberapa tempat yang pernah menjadi medan tugas Pater Boumans selama hidupnya di Flores. Di Ledalero, Pater Boumans dipercayakan untuk menjalankan beberapa tugas sekaligus. Selain mengajar be¬berapa mata kuliah, P. Boumans juga menjadi Prefek bagi para frater SVD. Pada tahun 1955, P. Boumans dibenum sebagai Prae¬ses pada rumah formasi calon imam diosesan, Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret.

Selama masa kepemimpinan Pater Boumans sebagai rektor Seminari Tinggi Ledalero (1963-1966), tercatat sebuah peristiwa penting, yakni kunjungan Jenderal Ahmad Yani pada tahun 1965. Kunjungan ini sangat mengesan¬kan bagi para penghuni Ledalero. Beberapa saat setelah itu, Jenderal Yani mati sebagai salah seorang korban peristiwa G30 S. Sebagai rektor, P. Boumans juga meng¬alami kekejaman rezim pengganti Soekarno terhadap orang-orang yang dituduh sebagai komunis.

Secara internal komunitas Leda¬lero, masa kepemimpinan Pater Boumans ditandai oleh peralihan.  Kehadiran semakin banyak kon¬frater pribumi dan semangat ke-terbukaan yang diembuskan Vatikan II menuntut sejumlah penyesuaian. Muncul banyak perbedaan pendapat. Dengan bijaksana dan semangat men¬dengar¬kan, P. Boumans berusaha mengantar komunitas melewati masa ini.

Hospitalitas selalu menjadi kata kunci dalam membangun relasi baik dengan sesama anggota rumah maupun dengan pihak-pihak luar. Pada tanggal 22 De¬sember 1963, pada masa jabatan¬nya sebagai rektor, gereja Wair¬pelit mulai dipakai umat. Hal ini menguntungkan umat dan juga para frater.

Selama masa kepemimpinannya, berbagai pembangunan fisik dibuat antara lain kapela dan gedung theologicum yang ke¬mudian hancur berantakan akibat gempa 1992. Setelah meninggal¬kan masa tugas sebagai rektor Ledalero pada tahun 1966, Pater Boumans beralih tugas menjadi rektor Seminari Menengah Mata¬loko. Kini Pater Boumans me¬lewati masa tuanya di rumah Simeon, Ledalero. Masa istirahat ini dimanfaatkannya secara pro¬duktif untuk menulis dan mener¬bit¬kan sejumlah buku.

P. Stefanus Ozias Fernandez, SVD (1966-1969)
Lahir pada tanggal 2 September 1922 di Sikka, Kabupaten Sikka, Flores. Tahun 1944 menamatkan pendidikan di Seminari Menen¬gah Mataloko, dan memasuki masa novisat dalam SVD di Ledalero pada tahun yang sama. Dalam rentang waktu antara 1946-1951 Pater Ozias belajar filsafat dan teologi di Ledalero. Setelah ditahbiskan menjadi imam, beliau mengambil studi lanjut di Uni¬versitas Gregoriana Roma. Pada tahun 1956 berhasil meraih gelar doktor dalam bidang filsafat. Sekembalinya dari Roma, Pater Oz, demikian sapaan akrab Pater Stefanus Ozias Fernandez, diper-cayakan mengajar filsafat dan sosiologi pada almamaternya. Tahun 1970-1986 beliau diper¬cayakan sebagai dekan STF/TK Ledalero.
 Waktunya telah tiba bahwa pimpinan seminari tinggi kini diambil alih oleh imam SVD pribumi. Segera setelah Pater Boumans mendapat benuming baru pada 2 Juni 1966, jabatan rektor dipercayakan kepada Pater Ozias.

Pada 19 Maret 1966 untuk per¬tama kalinya dipersembahkan misa konselebrasi di Ledalero, untuk merayakan pengangkatan P. Ozias sebagai rektor pribumi pertama. Dengan peralihan tugas dan tanggung jawab ke tangan orang Indonesia ini, maka sebuah periode  baru mulai dimainkan. Semetara Pater Ozias menjadi Rektor, P. Yan Riberu mengambil posisi sebagai prefek dan P. Vitalis Djebarus  menjadi magister novis.

Status STF/TK Ledalero pada saat itu masih menjadi sebuah per¬¬juangan. Perjuangan yang pan¬jang dan melelahkan serta meli¬bat¬kan banyak pihak, terutama tokoh-tokoh pemimpin Gereja. Pada tanggal 15 April 1969 diadakan sidang panitia seminari yang dihadiri oleh para Uskup se-Nusa Tenggara atau yang mewa¬kili¬nya dan pimpinan regional SVD se-Indonesia. Dalam sidang ini dibahas persoalan seputar status Seminari Tinggi St. Paulus Leda¬lero. Akhirnya disepakati untuk diusahakan agar Seminari Tinggi Ledalero mendapat peng¬akuan pemerintah menjadi Se¬kolah Tinggi Filsafat/Teologi Katolik Ledalero. Dengannya, para frater dapat memperoleh status sarjana negara. Pater Oz meninggal tanggal 18 Desember 1995 di Biara Simeon Ledalero.

P. Sylvester Pajak, SVD (1969-1972)
Pater Silvester menjabat sebagai rektor Ledalero sejak pengumum¬an tanggal 9 September 1969. Pada tanggal 15 September 1969 untuk pertama kali diadakan pekan studi bagi imam muda yang berkarya di Nusa Tenggara. Pada tanggal 5 November 1969, Su¬perior General yaitu P. J Musins¬ky tiba di Ledalero untuk meng-hadiri sidang bersama para Wali Gereja dan Superior Regional Nusa Tenggara, serta undangan-undangan lain. Sekali lagi diung¬kap¬kan persetujuan seputar per¬juangan untuk mendapat peng¬akuan dari pemerintah bagi Semi¬nari Tinggi Ledalero untuk men¬jadi Sekolah Tinggi Filsafat/Teologi Katolik Ledalero.

Ledalero kerap dipilih sebagai tempat untuk pertempuan besar. Pada 22 Oktober-2 November diadakan reuni untuk pertama kalinya bagi imam-imam pribumi tamatan Ledalero. Acara ini diisi dengan diskusi, ceramah dan syering. Sementara itu tamu-tamu dari Jakarta terus berdatangan. Pada tanggal 30 April 1971 Bapak Adam Malik (Menlu RI waktu itu) bersama Ibu meng¬unjungi Ledalero. Dia datang ke Flores untuk menghadiri per¬temuan para alim ulama Katolik, Protestan dan Islam di Maumere. Hadir pula pada kesempatan itu tokoh muda Cosmas Batubara. Selain itu terekam juga nama-nama seperti: Ali Murtopo (ASPRI Presiden) dan Rosihan Anwar (Ketua PWI) yang juga berkenan menjadi tamu Ledalero.
Tidak hanya itu. Pada 14 Septem¬ber Ledalero dikunjungi oleh Bapak Emil Salim, Bapak Frans Seda dan Bapak Surtarni. Bapak Sutarni mengunjungi Ledalero dalam rangka kunjungan kerja untuk persiapan Pelita tahap II. Bapak Frans Seda dalam kesem¬patan kunjungan ini menekankan peran para imam dan calon imam dalam membangun kesa¬dar¬an masyarakat agar mereka terlibat secara penuh dalam pem-bangunan.

Pada tanggal 26 Mei 1971 Leda¬lero kedatangan tamu dari UNAIR Surabaya. Dua tamu tersebut masing-masing Prof. Dr. Wibowo dan Bpk Sutardyo Wigno¬soebroto datang sebagai utusan Kopertis Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara sekaligus ahli untuk menginspeksi Ledalero bagi kelayakan untuk memper¬oleh status terdaftar sebagai Sekolah Tinggi Filsafat/Teologi. Upaya ini berpuncak pada kun¬jungan Bapak Mashuri, SH selaku Menteri P & K pada tanggal 18 Juni 1971. Pada kesempatan kun-jungan ini, Ledalero sebagai lem¬baga pendidikan tinggi mendapat status terdaftar, untuk tingkat sarjana muda lengkap. Karena itu, pada tanggal 5-12 Februari 1972 untuk pertama kalinya diadakan ujian tingkat sarjana muda di STF/TK Ledalero di bawah peng¬awasan Kopertis wilayah VII Surabaya.

Di kalangan seminari sendiri, terdapat sejumlah hal baru. Tahun 1971 untuk pertama kali diterbitkan buletin rumah ber¬nama WISMA. Wisma yang meng¬¬gantikan BAK (Berita Antara Kita) diterbitkan dengan maksud sebagai sarana komuni¬kasi antara alma mater dengan para alumni serta frater yang menjalankan masa TOP. Gebrak¬an ini tentu saja menambah deretan publikasi rumah. Sejak 7 Januari 1972 suster-suster CIJ mulai berkarya di Ledalero untuk urusan dapur, kamar basuh, serta sekretariat STF/TK Ledalero.

Pada akhir Oktober 1979 P. Sil¬vester pindah ke Jawa, meng¬emban tugas sebagai magister di novisiat SVD Batu, Jawa Timur. Setelah bertugas selama beberapa tahun di Jawa, pada tahun 1988 Pater Silvester dipilih menjadi anggota dewan Jenderal SVD untuk satu periode. Hingga kini dia masih tinggal di Roma sebagai direktur spiritual di Collegio San Pietro Apostolo.

P. Paulus Sabon Nama, SVD (1972-1975)
Pater Paulus Sabon Nama men¬jabat sebagai rektor Seminari Tinggi Ledalero sejak 1 Mei 1972. Acara pelantikan baru terjadi pada 28 November 1972. Untuk melaksanakan tugas pendidikan di Ledalero dia didampingi oleh P. Philipus Djuang, SVD sebagai Magister, P. Kalixtus Hadjon sebagai Sosius, P. C. Maas sebagai Prefek dan P. Niko Hayon sebagai Prefek Pembantu.

Dia dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1936 di Lamalouk, Adonara, Flores Timur. Setelah menamat¬kan pendidikannya di seminari menengah Todabelu, Mataloko, dia masuk novisiat SVD di Leda¬lero pada tahun 1956. Pada akhir Juli 1960 Pater Paulus yang ketika itu masih Frater berangkat ke Roma bersama Pater Jan Riberu untuk melanjutkan studi. Dia pernah menjabat sebagai direktur studi. Tahun 1977 Pater Paul Sabon Nama melepaskan tugas sebagai sekretaris STF/TK untuk ke Roma, rencananya untuk melanjutkan studi dalam bidang eksegese, kemudian di¬ganti dengan tahun penyegaran. Dalam bidang pendidikan, Pater Paul Sabon Nama menekankan pentingnya kemandirian dalam diri mahasiswa dalam menggali ilmu. 8 September 1975 di Leda¬lero juga dirayakan pesta 100 tahun SVD. Upacara ini berlang¬sung meriah, dalam mana Pater Rektor sendiri tampil sebagai pengkhotbah.

Pada masa kepemimpinannya pula, satu-satunya frater berke¬bangsaan asing yang hingga kini pernah kuliah di Ledalero, yakni P. Bill Burt, SVD, ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 16 Januari 1973 di tanah kelahiran¬nya, Australia. Tak lama ber-selang, ujian negara tingkat sarjana muda pun diselenggara¬kan di Ledalero untuk kedua kalinya.

Selama masa rektoratnya pem¬bangunan fisik terus dijalankan. Pada tanggal 4 Agustus 1972 pembangunan kapela Ledalero yang baru dimulai. Peristiwa penting yang terjadi selama masa kepemimpinannya ialah kun¬jungan Pater Superior General (J. Musinsky) pada 12 Janurari 1974. Beliau berkenan mengunjungi Ledalero guna menghadiri sidang DELSOS dan MISEREOR (12-19 Januari) serta konsultasi ekumenis-sosial Flores, Sumba dan Timor (20-24 Januari) di Ledalero. Kunjungan ini berakhir tanggal 26 Januari. Hadir juga dalam pertemuan itu para DEL¬SOS, utusan LPPS dari berbagai tempat di Indonesia, serta be¬berapa tokoh dari badan pusat MISEREOR-sebuah badan pe¬nyalur dana sosial di Jerman. Sementara sidang ekumenis-sosial dihadiri oleh sejumlah pemuka agama Katolik dan Pro¬tes¬tan se-NTT.
Untuk memperkuat semangat persaudaraan di antara para imam tamatan Ledalero, maka diselenggarakan Reuni II yang dibuka pada tanggal 17 Sep¬tember 1974 dan berlangsung hingga 2 Oktober 1974. Tema reuni kali ini adalah: Gereja Berdikari.

Kini Bapak Paulus Sabon Nama tinggal di Maumere, bertugas antara lain sebagai Pembantu I Rektor Universitas Nusa Nipa, Maumera.

P. Philipus Djuang, SVD (1975-1978)
Ledalero bukanlah tempat asing bagi Pater Philipus Djuang. Dia berasal dari Nita, dilahirkan di Maumere pada tanggal 29 Mei 1929. Dari tahun 1940 sampai 1947 dia belajar di seminari menengah Todabelu, Mataloko, kemudian dia masuk novisiat SVD di Ledalero dan studi filsafat dan teologi. Pada tanggal 20 Oktober 1954 dia ditahbiskan menjadi imam di Maumere. Se¬tahun kemudian, dia mendapat kepercayaan untuk melanjutkan studi dalam bidang teologi dog¬matik dan spiritualitas di Roma sampai tahun 1957. Sepulang dari Roma, Pater Lipus menerima tugas sebagai pendidik di SMA Syuradikara, kemudian selama 12 tahun menjadi pembina di Biara Bruder St. Konradus Ende. Dia pernah selama dua tahun menjadi rektor BBK merangkap magister.

Dengan pengalaman sebagai pendamping para Bruder, Pater Philipus kemudian dipercayakan untuk menjadi pembing para calon imam. Dia datang ke Leda¬lero pada tahun 1972 sebagai magister novis di Ledalero. Tiga tahun kemudian, dia diangkat menjadi sebagai rektor Seminari Tinggi Ledalero sejak 3 Agustus 1975, menggantikan Pater Paulus Sabon Nama, SVD. Pada masa-masa ini tercatat beberapa peris¬tiwa penting seperti perintisan usaha ekumenis antara lembaga pendidikan tinggi agama Kristen di NTT. Untuk itu, pada 28 September 1976 Pater Heekeren berangkat ke Kupang sebagai orang pertama dari Ledalero yang memberi kuliah eksegese di ATK Kupang. Hubungan ini terus dilanjutkan. Kemudian bukan hanya pertukaran dosen tetapi juga mahasiswa.

Kapitel regional SVD tahun 1977 mengambil tempat di Ledalero. Sesuai kesepakatan kapitularis dalam kapitel ini, diutus Pater Heekeren dan Paul Ngganggung untuk mengikuti Kapitel General di Roma. Dalam Kapitel General ini, tepatnya 12 November 1977 Pater Heekeren terpilih sebagai superior general. Itu berarti Seminari Tinggi Ledalero kehi¬langan seorang formator dan STFK kehilangan seorang ekse¬get.

Perayaan 50 tahun pendidikan imam di Flores jatuh pada masa kepemimpinan Pater Philipus Djuang. Perayaan itu berlangsung pada 2 Februari 1976. Masa kepemimpinan Pater Philipus Djuang ditandai oleh renovasi gedung yang retak dan rusak oleh gempa yang melanda pada tahun 1976. Renovasi ini rampung pada masa rektorat Pater Herman Embuiru kemudian. Dengan terpilihnya Rektor baru pada 9 Juni 1978, berakhir pulalah masa tugas P. Philipus. Dari Ledalero Pater Philipus beralih tugas ke Ende.

Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai rektor Ledalero, P. Phili¬pus pindah kembali ke Ende, kali ini menjadi rektor Biara St. Yoseph selama tiga tahun. Pada tahun 1981 dia pindah ke Hokeng, menjadi rektor untuk 2 periode, 1981-1984 dan 1991-1993. Selain itu, dia bekerja sebagai pamong di seminari Hokeng, sampai dipindahkan ke Ledalero untuk membantu di lembaga pembentukan berlanjut, pada tahun 2003. Pada tanggal 27 Oktober 2003, Pater Philipus Djuang meninggal di Nitapleat, Ledalero.

P. Herman Embuiru, SVD (1978-1984)
Pater Herman Embuiru adalah imam kelahiran Sikka tahun 1919. Setamat SR, melanjutkan pendidikan Menengah di Semi¬nari St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko. Masuk novi¬siat Serikat Sabda Allah tahun 1941 dan mengikrarkan kaul pertama pata tahun 1943. Pater Herman ditahbiskan menjadi imam di Nita pada 29 Januari 1949. Segera setelah ditahbiskan memulai program doktorat dalam bidang misiologi pada Universitas Gregoriana Roma. Studi ini dise¬lesaikan pada tahun 1952. Dia menjadi doktor pertama dari Flores.

Sebelum beralih tugas ke alma mater Ledalero, dalam rentang waktu antara 1971-1976 Pater Herman menjabat sebagai rektor Universitas Katolik Widya Man¬dala Surabaya. Harapan yang hendak diwujudkan sejak awal masa tugas sebagai pemimpin komunitas Ledalero ialah men¬jadikan Ledalero sebagai “bukit suci”, tempat orang belajar hidup dari Kristus. Keharusan ini diba¬hasakan secara teknis dalam ung-kapannya, “humanisme dan sosial¬isme saja tidak cukup”. Pater Herman hendak menjadi¬kan Ledalero sebagai oratorium dan laboratorium, dalamnya relasi vertikal dan horizontal dibangun. Harapan yang menggantung tinggi ini diungkapkannya pada acara serah terima jabatan Rektor, tepatnya pada 27 Agustus 1978.

Tugas kepemimpinan ini dijalan¬kannya dengan penuh tanggung jawab. Perubahan dan pembaru¬an mulai dirasakan. Pada masa-masa ini pembangunan fisik (gedung) yang sudah mulai diren¬canakan sejak 1978 perlahan-lahan mulai direalisasikan. Ada juga sejumlah perubahan dalam hal aturan harian anggota rumah, misalnya soal penggunaan listrik. Pater Herman menekankan dia¬log sebagai metode dan strategi pembentukan dan pembinaan di rumah formasi Ledalero. Pater Herman sadar bahwa Ledalero adalah tempat persiapan bagi para calon pemimpin yang siap ber¬karya di tengah dunia yang plural.

Suatu ketika Ledalero mendapat kunjungan dari Bpk. Ben Mboi, Gubernur NTT kala itu. Bapak Gubernur datang dalam rangka peresmian Training Project Pe¬ngerikilan jalan lintas Flores dari Ribang sampai Tilang. Pada ke¬sempatan itu Bapak Gubernur juga tampil sebagai pembicara dalam seminar bertajuk “Strategi Pembangunan daerah NTT” yang diselenggarkan di Ledalaro. Dalam salah satu kunjungannya pada tahun 1982, Gubernur Ben Mboi juga menghadikan sebuah mesin fotocopy untuk Ledalero.

Selain menjalani tugas sebagai Rektor, P. Herman juga menjadi staf pengajar pada STF/TK Ledalero untuk bidang misiologi dan Islamologi. Tugas kepemim¬pin¬an yang dijalankan di Ledalero dirasakan sebagai sesuatu yang amat berbeda dengan yang di¬alami¬nya sewaktu di Surabaya. Sebab di Ledalero, jabatan rektor itu mengacu pada bidang tugas rangkap, pimpinan rumah se¬kaligus juga pimpinan sekolah. Masa bakti di Ledalero berakhir tahun 1984. Tepat pada 9 Agustus 1984, Pater Herman meninggalkan Ledalero untuk beralih tugas menjadi Rektor Universitas Katolik Widya Man¬dira Kupang.
Pada masa kepemimpinannya, STF/TK Ledalero maju selang¬kah lagi. Setelah pada tanggal 12 Januari 1976, mendapat status “diakui” untuk tingkat sarjana muda, kini STF/TK Ledalero mendapat status “disamakan” untuk tingkat sarjana muda. Karena perubahan tahun sekolah oleh pemerintah, pada permulaan 1979 tidak di¬terima novis baru. Ledalero baru kembali menerima para novis baru pada Agustus tahun itu. Novis angkatan ini agak unik. Sembilan di antara mereka bukan tamatan seminari menengah. Ini yang pertama kali dalam mana Ledalero menerima calon yang bukan tamatan Semi¬nari. Akibat perubahan tahun sekolah, pem¬baruan kaul-kaul kebiaraan pada 6 Januari 1981 berlaku untuk masa satu setengah tahun.

Mulai tahun 1980 terjadi sedikit perubahan. Tamatan sarjana muda lengkap tidak langsung pergi menjalankan TOP seperti lazim dibuat sebelumnya. Mereka harus melanjutkan ke tingkat 4 dan baru setelahnya menjalankan TOP. Begitu pula masa TOP yang sebelumnya dua tahun diper¬singkat menjadi satu tahun.

Pada 20 Oktober 1981 Ledalero kembali menerima tamu dari generalat. P. Anton Pain Ratu, SVD diutus oleh generalat ke Ledalero guna membicarakan kemungkinan memindahkan no¬vi¬siat ke tempat lain supaya novisiat lama dapat dipakai sebagai bilik para frater studiosi. Juga dirancang pembangunan gedung perpustakaan dan aula.

P. Embuiru mempunyai pandang¬an yang luas, bahwa apa yang menjadi kekayaan Ledalero perlu juga diperlihatkan kepada masya¬rakat. Salah satu contohnya ada¬lah musik. Maka, pada pertengah¬an Desember 1983, disponsori oleh Pemerintah Provinsi NTT, para frater yang bergabung dalam Orkes Ledalero berangkat ke Kupang dan memeriahkan pe¬rayaan HUT NTT pada tanggal 20 Desember dengan irama gesek¬an biola dan petikan guitar. Banyak yang terpesona, Ledalero pun bangga.

Setelah bertugas sebagai rektor Ledalero, Pater Herman pindah ke Kupang, menjadi rektor Uni¬versitas Katolik Widya Mandira, Kupang, pada bulan Agustus 1985. Karena cintanya akan Ledalero, Pater Herman yang sakit di Surabaya meminta untuk diantar ke Ledalero. Di sini dia meninggal dunia pada tanggal 15 September 2001.

P. Niko Hayon, SVD (1984-1990)
Lahir di Ritaebang, Solor pada 14 November 1936. Setelah menye¬le¬saikan pendidikan dasar di Larantuka, mengenyam pen¬didikan lanjutan pada Seminari Menengah St. Yohanes Berkh¬mans Todabelu Mataloko. Tahun 1958 masuk SVD, menjalani masa novisiat dan berkaul per¬tama pada tahun 1960. Enam tahun kemudian, tepatnya pada 17 April 1966, ditahbiskan men¬jadi imam. Setelah ditahbiskan, Pater Niko mendapat tugas belajar Teologi Liturgi pada Universitas Kepausan San An¬selmo Roma. Studi pada jenjang doktorat ini diselesaikan pada tahun 1970. Sekembali dari Roma, Pater Niko kembali di¬tugas¬kan sebagai dosen pada STFK Ledalero dan pendamping para frater SVD di Seminari Tinggi Ledalero. Tugas mengabdi pada almamater ini dijalankannya dengan setia hingga akhir hayat-nya. Pater Niko menghembuskan napas terakhir pada 27 April 2007 di Jakarta.

Sebagai prefek para frater dan ahli liturgi, Pater Niko menekankan pentingnya penghayatan ekaristi sebagai sumber kekuatan serta penghayatan pola hidup seder-hana. Dia aktif menulis buku dan artikel tentang liturgi dan ke¬hidupan menggereja umumnya. Sejak lama Pater Niko terlibat sebagai anggota komisi Liturgi KWI. Mulai tahun 1995 hingga 2002 dia beralih tugas ke Jakarta karena ditunjuk menjadi Sekre-taris Eksekutif Komisi Liturgi KWI. Jabatan terakhir dalam Serikat Sabda Allah ialah sebagai Provinsial SVD Ende. Selain sebagai pendidik ulung, Pater Niko dikenal sebagai pengajar yang lihai. Humor-humor segar yang dibuatnya menjadi salah satu taktik dengannya kuliah-kuliah¬nya senantiasa menarik. Selama berada di Jakarta, ia juga menjadi staf pengajar pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan Unika Atma Jaya Jakarta.

Pada masa kepemimpinannya, Seminari Tingi Ledalalero me¬raya¬kan pesta emasnya pada tahun 1987. Menyongsong upa¬cara akbar ini, tanggal 20 Mei 1987 pameran pesta emas mulai di¬buka. Pada 11 Oktober 1989, Paus Yohanes Paulus II berke-sempatan mengunjungi Ledalero. Ini tentu saja sebuah saat berah¬mat.

Tentang keanggotaan dan tenaga yang melayani rumah, tahun 1987 tercatat sebagai tahun berakhir karya Suster CIJ di Ledalero. Mereka telah berbakti untuk seminari tinggi Ledalero dan STFK Ledalero selama 15 tahun. Menggantikan para Suster CIJ, Suster-suster SSpS datang.

P. Hubert Muda, SVD (1990-1993)
P. Hubert Muda lahir di Mangu¬lewa, Ngada, Flores pada tanggal 15 Agustus 1948. Masuk  SVD tahun 1968. Pengalaman ber¬tugas di lembaga pendidikan sebagai frater TOP pada SMA Syura¬dikara menjadi bekal berharga bagi tugas pastoralnya kemudian. Dia menjadi ketua umum Fratres Ledalero tahun 1976-1977. Ber¬kaul kekal dalam SVD tanggal 8 Januari 1978 dan ditahbiskan imam pada 25 Juni 1978. Pater Hubert yang adalah ahli misiologi menjabat sebagai rektor Ledalero untuk periode 1990-1993.

Peristiwa besar nan penting yang tak akan terlupakan selama masa jabatan Pater Hubert ialah gempa tektonik dan gelombang tsunami yang melanda masyarakat pulau Flores dan sekitarnya pada 12 Desember 1992. Sebagian besar bangunan tembok di kabupaten Sikka hancur akibat bencana alam ini. Seminari Tinggi Leda¬lero juga tidak luput. Sebagian besar bangunan hancur. Beberapa orang meningggal dan tak ter¬hitung juga yang menderita cedera berat dan ringan. Bencana ini tentu saja mengganggu seluruh kegiatan dan aktivitas, baik di bidang spiritual maupun intelek-tual bagi semua penghuni Leda¬lero dan juga Ritapiret. Singkat kata, bencana ini menimbulkan kerugian material yang tak ter¬hitung.

Sejak 20 Desember 1992, ber¬dasar¬kan keputusan bersama ke¬dua Seminari, kegiatan akademik di STFK Ledalero dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Namun pembenahan ke dalam tidak mengurung segala bentuk aksi solidaritas dengan para korban di sekitar seminari. Beberapa konfrater membantu membongkar reruntuhan dan membangun kembali rumah-rumah penduduk. Di Ledalero sendiri, kegiatan pembongkaran reruntuhan, selain dilaksanakan oleh para frater, juga turut terlibat tentara ZENI AD dan beberapa tenaga dari Food for Work. Untuk sementara dibangun hunian-hunian darurat sebagai tempat tinggal para frater. Sementara barak-barak perkuliahan di¬bangun di kompleks Ritapiret.

Setelah bertugas sebagai rektor di Ledalero, Pater Hubert bertugas sebagai Ketua Lembaga Studi Agama dan Budaya ”Van Beekum-Verheyen” di Ruteng, menjadi dosen STKIP Ruteng, STIPAS St. Sirilus Ruteng dan membantu sebagai pengajar di Novisiat SVD Kuwu.

P. Laurens da Costa, SVD (1993-1996)
Pater Laurens dilahirkan pada tanggal 28 Juli 1942 di Oepoli, Kupang, Timor. Setelah tamat Seminari Menengah Sta. Maria Immaculata, Lalian, ia masuk novisiat  SVD di Ledalero pada tahun 1965 dan mulai studi filsafat di Ledalero sejak tahun 1967. Pater Laurens menjalankan tahun pastoralnya di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng, dan setelah ditahbiskan imam pada tahun 1975, ia mem¬bantu di Seminari Menengah Todabelu, Mataloko. Semua peng¬alaman ini membantunya untuk kelak menjadi dosen dan pembina di Ledalero. Setelah menyelesaikan studi sarjana dalam bidang Sejarah pada Uni¬versitas Gajah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1984, ia ke Ledalero untuk memperkuat barisan dosen.

Pater Laurens dipercayakan se¬bagai wakil rektor di bawah kepemimpinan P. Hubert Muda. Setelah P. Hubert menyelesaikan masa baktinya sebagai rektor, giliran Pater Laurens mendapat kepercayaan untuk menahkodai komunitas Ledalero sebagai rektor. Masa-masa tugas P. Lau¬rens ditandai oleh rehabilitasi jangka panjang di Ledalero be¬rupa pembangunan beberapa gedung baru, baik untuk per¬kuliahan maupun tempat tinggal para Frater. Banyak diskusi dan rencana harus dilakukan agar bangunan yang baru tidak hanya diletakkan di dasar tanah yang kokoh, tetapi juga tertanam dalam hati dan pikiran semua anggota komunitas. Kerusakan yang ham¬pir menyeluruh menimbulkan kesulitan tersendiri untuk mem¬bangun kembali Ledalero seperti tata bangunan lama. Begitu pula hunian dan unit binaan para Frater yang kini akan dilaksana¬kan dalam unit-unit kecil dengan jumlah penghuni sekitar 20-30-an orang. Dengan ini dimulailah unit binaan kecil dan campuran.yang secara resmi berlaku sejak 1994/1995. Kebijakan ini tentu saja menimbulkan reaksi pro-kontra. Dalam perkembangan selanjut¬nya, kembali dibentuk unit per tingkat, namun hanya berlaku untuk Tingkat I yang baru datang dari kedua Novisiat dan tingkat V yang sedang mempersiapkan diri untuk kaul kekal.

Satu hal penting yang terjadi selama tiga tahun masa kepe¬mimpinan Pater Laurens ialah pemberkatan Biara Simeon Leda¬lero, sebuah hunian yang disedia¬kan khusus bagi para konfrater lanjut usia. Biara ini diresmikan pada 19 Mei 1995 dalam sebuah upacara pemberkatan yang di¬pimpin oleh Wakil Superior Pater Antonio Pernia yang ketika itu mengunjungi Ledalero.

Setelah tiga tahun memimpin komunitas Ledalero, P. Laurens mendapat kepercayaan lebih besar untuk menuntun provinsi SVD Ende sebagai provinsial selama dua periode, sampai tahun 2002.

P. Konrad Kebung, SVD (1996-2002)
Tahun 1996 Pater Konrad terpilih sebagai rektor rumah Ledalero menggantikan P. Laurens da Costa, SVD. P. Konrad memang¬ku jabatan Rektor untuk dua periode berturut-turut, terhitung sejak tahun 1996 sampai 2002. Dilahirkan di Desa Eputobi, Flores Timur pada 29 Januari 1954. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 2 Juni 1984. Sebelum melanjutkan studi ke Amerika Serikat, Pater Konrad bekerja sebagai asisten Magister Novis Ledalero. Gelar master dan Dok¬tor dalam bidang Filsafat masing-masing diraihnya di Catholic Uni¬versity of America dan Boston College, Amerika Serikat. Be¬berapa karya telah dibukukan. Selain itu Pater Konrad juga aktif menerjemahkan buku-buku ber¬bahasa asing.

Sebelum terpilih menjadi Rektor Seminari Tinggi Ledalero, P. Kon¬rad sudah pernah menjadi ang¬gota Dewan Rumah Ledalero. Se¬belum dan setelah melepas jabat¬an sebagai rektor rumah, Pater Konrad juga pernah menjadi pelaksana harian Biara Simeon Ledalero. Kini selain tugas meng¬ajar, Pater Konrad juga menjabat sebagai Ketua STFK Ledalero. Beberapa waktu lalu dia diangkat menjadi anggota dewan Provinsi SVD Ende. Pada Tahun 2006, Pater Konrad menjadi salah satu utusan provinsi SVD Ende meng¬ikuti kapitel General SVD yang ke XVI di Roma.

Masa-masa kepemimpinan Pater Konrad sebagai rektor Ledalero adalah masa-masa akhir pem¬benahan fisik Seminari Tinggi Ledalero pascagempa 1992. Pem¬bangunan-pembangunan fisik hampir semuanya rampung pada masa jabatannya. Sejak tahun 2001 kegiatan perkuliahan kem¬bali diselenggarakan di Ledalero dengan menempati gedung-gedung baru.

Sebagai bapa rumah untuk se¬buah komunitas besar yang peng¬huninya tinggal terpisah di unit-unit kecil, P. Konrad menekankan pentingnya semangat persaudara-an. Memang pada waktu itu, dampak positif dan negatif peng¬aturan formasi dalam unit-unit kecil sebagaimana nyata sekarang menjadi bahan diskusi yang hangat. Pater Konrad mengakui bahwa tugas-tugas kepemim¬pinan yang diembannya tidaklah mudah. Bagi Pater Konrad yang terpenting ialah menghargai ke¬bebasan setiap pribadi. Ia me¬nekan¬kan bahwa anggota rumah boleh saja menerima tugas di luar rumah, tetapi jangan sampai meng¬abaikan tugas-tugas utama di dalam rumah. Meskipun terasa sulit, Pater Konrad menerima semua tugas yang dipercayakan kepadanya dengan gembira. Dia melihat semuanya itu sebagai media pengembangan diri serta sarana pelayanan kepada sesama.

Ledalero kini menjadi lembaga formasi SVD yang patut bahkan sangat diandalkan. Pater Konrad mengharapkan agar Ledalero tetap menjadi lembaga pem¬betukan yang berkualitas, mam¬pu menghasilkan calon-calon yang kreatif dan tahan uji. Ke¬nyataan bahwa Ledalero sebagai lembaga besar semakin disoroti oleh mata banyak banyak pihak semestinya mendorong tercipta¬nya iklim formasi yang lebih kondusif dan menghasilkan calon-calon yang bermutu.

P. Philipus Tule, SVD (2002-2008)
Lahir pada tanggal 23 Maret 1953 di Kolinggi, Kabupaten Nage¬keo, Flores. Dia menjabat rektor Seminari Tinggi Ledalero sejak tahun 2002. Pada tahun 2005 Pater Philipus kembali terpilih untuk menduduki jabatan Rektor periode 2005-2008.

Selain se¬bagai rektor rumah Seminari Tinggi Ledalero, Pater Philipus juga menjadi staf peng¬ajar tetap untuk bidang Islamologi pada STFK Ledalero dan dosen tamu pada beberapa lembaga pen¬didikan tinggi lainnya.

Tugas mengajar Islamologi diem¬ban¬nya sejak tahun 1988, saat baru saja selesai  merampungkan studinya di Pontifical Institute of Arabic and Islamic Studies (PISAI) Roma. Pada tahun 2001 meraih gelar Doktor untuk bidang Antro¬pologi dari The Australian Na¬tional University, Canberra, Australia.

Kompetensi akademik secara khusus pada dua bidang ini merupakan modal berharga bagi Pater Philipus dalam mengemban tugas yang menjadi bagian tang¬gung jawabnya. Sejak beberapa tahun terakhir Pater Philipus dipercayakan menjadi ketua Puslitbang STFK Ledalero.
Pater Philipus telah menjalankan banyak penelitian, serta aktif dalam forum dialog dan kerja sama antaragama. Pater Philipus kerap diundang untuk menjadi pembicara pada berbagai kesem¬patan seminar, baik tingkat lokal, nasional maupun internasional. Selain sebagai editor beberapa buku, beberapa karya asli dan hasil penelitiannya telah diterbit¬kan.

Pengalaman menjadi pe¬mimpin rumah formasi calon imam-misionaris sebenarnya bukan hal yang sama sekali baru bagi Pater Philipus. Begitu ditah¬biskan imam pada tahun 1984 dan sebelum melanjutkan studi di Roma, Pater Philipus mendapat tugas sebagai asisten magister novis Ledalero. Pengalaman yang memadai dalam bidang formasi juga telah turut mengantarnya pada tugas sebagai Koordinator Formasi SVD se-Asia Pasifik yang diembannya sejak 2002 hingga kini.

Selama masa jabatannya sebagai Rektor, telah terjadi ban¬yak perubahan dan perkembang¬an dalam berbagai aspek ke¬hidupan. P. Philipus menekankan penting¬nya disiplin hidup baik dalam bidang akademis, rohani atau spiritual maupun psikoemo-sional dan sosial. Tentang Leda¬lero sebagai lembaga formasi dan edukasi, P. Philipus menekankan bahwa sasaran yang hendak di¬capai ialah pembentukan yang bersifat integral bagi para calon SVD. Guna mendukung penca¬pai¬an target ini, telah disediakan berbagai macam sarana dan pra¬sarana yang sedapat mungkin dipergunakan secara maksimal. Kesungguhan formandi merupa¬kan hal yang tidak dapat ditawar-tawar dalam keseluruhan proses formasi. Karena itu seleksi-seleksi calon dibuat secara ketat. Dengannya dihasilkan calon-calon yang bermutu dan tahan uji.

Perayaan 70 tahun Ledalero jatuh pada masa kepemimpinan Pater Philipus. Namun telah banyak peristiwa besar lain yang mengisi masa-masa kepemimpinannya sebagai bapa rumah. Kelahiran penerbit Ledalero, penyeleng¬garaan seminar bertaraf inter¬nasional, kunjungan K.H. Ab¬dur¬rahman Wahid dan  Festival Ledalero hanyalah beberapa yang dapat disebut sekadar sebagai contoh. Perayaan 70 tahun Leda¬lero, bagi P. Philipus, merupakan momen yang tampan bagi Leda¬lero untuk kembali ke dalam diri, menyadari keberadaan sebagai “matahari” bagi dunia. Namun tidak hanya itu, Ledalero juga mesti menampilkan diri sebagai nabi yang senantiasa “bersuara”. Pater Philipus sangat mendukung segala usaha di bidang publikasi. Ke depan, demikian harapan Pater Philipus, Ledalero harus menjadi lebih terbuka bagi dialog dan kerja sama dengan berbagai pihak dari berbagai latar belakang budaya, agama dan asal.

Memimpin komunitas besar se¬perti Ledalero bukannya tanpa masalah dan tantangan. Pluralias tipe dan kepribadian menjadi tantangan tersendiri, yang jika tidak disikapi secara bijak akan berbahaya bagi keharmonisan hidup bersama. Pater Philipus menekankan pentingnya kolabo¬rasi dan koordinasi di antara semua komponen yang terlibat dalam seluruh proses formasi, dengannya seluruh program for¬masi terealisasi secara baik. Begitu pula selalu diusahakan penyediaan formator-formator yang andal.

Tugas sebagai bapa rumah me¬mang mahaberat. Tetapi hal yang menguatkan Pater Philipus ialah keyakinan bahwa pelaksanaan tugas-tugas yang dipercayakan oleh serikat, selain sebagai wujud pelayanan kepada Tuhan dan Serikat, juga menjadi media dan kesempatan pengembangan diri.

Pater Yosef Suban Hayon, SVD (2008-2009)
Pater Yosef Suban Hayon, SVD dikenal sebagai seorang pencerita yang hebat. Dalam berbagai kesempatan, entah kuliah, khotbah, seminar, atau ret-ret, dia sangat piawai menghidupkan suasana dengan cerita-cerita bernas. Caranya bercerita mampu membuat pendengar selalu merasa seolah-olah baru pertama mendengar cerita itu, meksipun sebetulnya cerita yang sama sudah dituturkan berulang-ulang.

Ketika meninggal dunia pada 8 Mei 2009, Pater Yosef belum genap setahun menjalankan tugasnya sebagai Rektor Seminari Tinggi St Paulus Ledalero. Pada Agustus 2008, Pater Yosef dilantik sebagai Rektor ke-16 seminari ini. Komplikasi beberapa penyakit membuat kesehatannya menurun drastik hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir di Jakarta. Sebelum menjadi rektor Seminari Tinggi Ledalero, pada triennium 2005-2008 Pater Yosef menjabat sebagai Wakil Rektor Seminari Tinggi ini.

Pater Yosef lahir di Rita Ebang, Solor, Flores Timur pada 1 Januari 1949. Usai menamatkan pendidikan di Seminari San Dominggo Hokeng, pada 8 Desember 1969 Pater Yosef memulai masa novisiat dalam SVD di Ledalero dan mengikarkan kaul I pada 7 Januari 1972. Selanjutnya ia mengenyam pendidikan Filsafat dan Teologi di STF/TK Ledalero. Pater Yosef menjalankan masa praktik pastoral sebagai guru dan pendamping siswa di Seminari Menengah St Yohanes Berkhmans Todabelu, Mataloko (1973).

Pater Yosef mengikarkan kaul kekal dalam SVD pada 8 Januari 1979 di Ledalero, dan ditahbiskan menjadi imam pada 8 Juli 1979 di kampung halamannya. Beberapa bulan setelah ditahbiskan, dia bertugas sebagai pastor kapelan Paroki St Thomas Morus, Maumere, lalu beralih ke BBK (Biara Bruder Santo Konradus) Ende untuk menjadi socius magister.

Tahun 1981-1982 Pater Yosef menjalankan tugas belajar teologi spiritual di Roma. Sekembali dari tugas studi ini, dia menjadi prefek bagi para frater di Seminari Tinggi Ledalero. Di sela-sela tugas sebagai formator, Pater Yosef mendapat perutusan studi ke-2 guna mendalami teologi sistematik di Roma yang diselesaikannya pada tahun 1999.

Selama bertahun-tahun hingga kematiannya, Pater Yosef menjadi Direktur Program Pascasarjana STFK Ledalero yang menyelenggarakan program studi Teologi di tingkat magister dengan pendekatan konstekstual.
Sebagai dosen, Pater Yosef dikenang karena pengabdiannya yang tulus, selalu bersemangat, dan kreatif. Sementara sebagai formator dan pimpinan dalam komunitas Ledalero, Pater Yosef telah tampil sebagai pemimpin yang rendah hati dan merangkul. Selera humornya yang tinggi membuat ia mudah diterima dan cepat akrab. Di kalangan yang lebih luas, Pater Yosef juga adalah seorang pendamping ret-ret yang andal dan pejuang sosial kemanusiaan yang gigih menentang ketidakadilan dan penindasan.

Jiwa kepemimpinannya tampak jelas dari salah satu pesan terakhirnya untuk semua penghuni lembaga pendidikan calon imam misionaris SVD Ledalero, yakni untuk tetap menjaga kesatuan.
Pater Leo Kleden SVD (2009-2011)
Pater Leo Kleden SVD lahir di Waibalun, Flores Timur, pada 28 Juni 1958. Ia ditahbiskan menjadi imam Tuhan pada 23 Juni 1979. Usai ditahbiskan, Pater Leo mengabdi sebagai Pastor Kapelan di Sikka sambil mengajar matakuliah Epistemologi di STFK Ledalero. Karya pelayanan rangkap ini, ia emban selama satu tahun (1979-1980).
Usai menjalankan karya pelayanan ini, Pater Leo diutus ke Leuven, Belgia untuk menempuh studi lanjutan dalam bidang filsafat. Pada 1981-1983, Pater Leo menjalani studi filsafat untuk jenjang magister di Universitas Leuven Belgia. Studi ini kemudian dilanjutkan untuk jenjang doktoral (1984-1990).
Usai merampungkan seluruh studinya, Pater Leo kemudian kembali ke Indonesia dan tiba di Ende pada Juni 1990. Agustus 1990-Juli 1999, Pater Leo menjalankan tugas sebagai dosen di STFK Ledalero dan mengampu beberapa matakuliah. Dalam rentang waktu yang sama ini, Pater Leo juga menjadi moderator untuk beberapa LSM yang berkarya di Flores, Lembata dan Timor.
Pada 1994. Pater Leo dipercayakan menjadi utusan Provinsi SVD Ende untuk mengikuti Kapitel Jenderal di Roma. Pada 1998, Pater Leo bersama Sr. Eustochia SSpS dan beberapa relawan lain, mendirikan Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRuK-F) sebagai suatu gerakan bersama. Hingga saat ini, TRuK-F masih berdiri kokoh dan aktif dalam memperjuangkan kemanusiaan.
Suatu hari di bulan Juli 1999, Pater Leo mendapat telpon dari Pater Heinrich Barlage SVD (Superior Jenderal waktu itu). Dalam percakapan melalui telpon itu, Pater Heinrich meminta Pater Leo untuk menggantikan salah satu anggota dewan jenderal yang saat itu diangkat menjadi uskup. Pada bulan yang sama (Juli 1999), Pater Leo kemudian kembali meninggalkan Ledalero menuju Roma, Italia.
Pada 2000. Pater Leo terpilih menjadi salah satu anggota dewan jeneral. Tugas pengabdian ini, ia emban selama enam tahun (2000-2006). Usai mengemban tugas ini, pada 2007, Pater Leo mendapat kesempatan untuk menjalankan sabatikal selama 10 bulan di Leuven. Pada November 2007, Pater Leo tiba kembali di Ledalero.
Tahun 2008, Pater Leo dipercayakan menjadi wakil Rektor Seminari Tinggi Ledalero. Kala itu, jabatan sebagai rektor diemban oleh Pater Yoseph Suban Hayon, SVD. Kondisi kesehatan Pater Yoseph Suban yang memburuk sejak 25 Februari 2009 yang mengharuskannya berobat di Semarang, membuat tugas harian sebagai rektor Ledalero dijalankan oleh Pater Leo sebagai wakil rektor. Pater Yoseph yang divonis menderita kanker pankreas mengembuskan napasnya yang terakhir pada 8 Mei 2009.
Pada Juni 2009. Pater Leo resmi menjadi Rektor Ledalero setelah mendapat surat keputusan (SK) dari Pater Provinsial SVD Ende. Pater Leo mengemban tugas ini selama dua tahun (Juni 2009-Juli 2011). Pada Juli 2011, Pater Leo terpilih menjadi Provinsial SVD Ende (2011-2014) dan terpilih kembali untuk masa jabatan periode kedua (2014-…)
Dalam masa jabatannya sebagai Rektor Ledalero, hal pertama yang dibuat Pater Leo adalah membina suasana persaudaraan di antara semua anggota komunitas Ledalero. Pater Leo menekankan pentingnya menerima semua sama saudara tanpa suatu pengelompokkan. Upaya ini pertama-tama ia mulai dari para dosen dan konfrater berkaul kekal dan kemudian di antara para formandi.
Hal kedua yang sangat diperhatikan oleh Pater Leo adalah nasib para buruh, karyawan dan karyawati yang mengabdi di Ledalero. Perhatian ini ia tunjukkan lewat kunjungan ke rumah-rumah karyawan dan lewat upaya agar karyawan yang telah lama mengabdikan hidupnya di Ledalero diangkat menjadi pegawai tetap.
Selain itu, hal lain yang selalu ditekankan oleh Pater Leo adalah relasi para frater dengan masyarakat sekitar. Pater Leo mengupayakan agar Ledalero tidak boleh menjadi komunitas tertutup, melainkan menjadi komunitas yang terbuka pada masyarakat sekitar agar masyarakat juga merasa bahwa mereka ikut memiliki seminari ini. Karena itu, komunitas ini mesti lebih terlibat dalam situasi masyarakat sekitar.
Ketika ditanya tentang kesan dan perasaannya ketika mengemban tugas sebagai Rektor Ledalero, Pater Leo mengungkapkan ia menjalankan tugas ini dalam penuh kegembiraan. Ia merasa senang sekali dengan tugas pengabdian ini. Rasa senang ini juga lahir dari situasi komunitas yang semakin baik.
Tentang ziarah komunitas Ledalero ke depan, Pater Leo mengharapkan agar komunitas ini mampu menjadi komunitas formasi misioner yang sungguh militan dan terlibat. Keterlibatan dan militansi ini mesti lahir dari suatu kedalaman rohani yang berakar teguh pada Sabda Allah. Pater Leo mengungkapkan saat ini disiplin rohani dalam komunitas ini masih lemah, karena itu kedalaman hidup rohani yang berakar teguh pada Sabda Allah mesti diperjuangkan dan diperhatikan.
“Hal-hal lain itu hanya tambahan. Hal yang paling penting adalah militansi dan keterlibatan dengan suatu kedalaman rohani yang sungguh-sungguh berakar pada Sang Sabda,” kata Pater Leo menutup pembicaraan.

Pater Kletus Hekong, SVD (2011-sekarang)
Pater Kletus adalah salah satu formator senior di Ledalero. Hampir seluruh usia imamat yang telah dilewatinya dibaktikan untuk kepentingan pendidikan para calon imam-misionaris di Seminari Tinggi Ledalero, baik sebagai prefek para frater untuk sejumlah tahun maupun kini sebagai rektor Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero.

Pater Kletus lahir di Boncukode, Manggarai, pada tanggal 5 April 1962. Mulai bergabung dengan SVD pada tahun 1982. Setelah menjalani masa formasi sebagai calon imam SVD, Pater Kletus akhirnya ditahbiskan menjadi imam pada 26 Agustus 1990. Setelah sempat bekerja selama 6 bulan di Paroki St Mikael Maukeli, Keuskupan Agung Ende, Pater Kletus menerima tugas belajar. Pada tahun 1991 dia berangkat ke Roma untuk studi lanjut dengan bidang keahlian Hukum Gereja.

Sepulang dari tugas belajar di Roma pada tahun 1994, kepada Pater Kletus langsung dipercayakan tugas sebagai prefek para frater. Tugas ini dijalaninya hingga tahun 2003. Para frater yang pernah mengalami pendampingannya mengenal dia sebagai seorang prefek yang bijaksana. Ia tegas dan disiplin, tetapi juga santun dan penuh pengertian.

Kesetiaan pada tugas sebagai prefek mengantarnya pada tugas kepemimpinan yang lebih besar di lembaga pendidikan calon imam ini. Pada tahun 2011, Pater Kletus terpilih sebagai rektor Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero untuk masa bakti 2011-2014. Dia mengaku bahwa pada mulanya dia sendiri menolak tugas ini dalam hati kecilnya karena merasa tidak sanggup. Tetapi demi ketaatan, dia menerima dan menjalankannya.

Melewati banyak tantangan, tugas ini dijalaninya dengan berhasil. Bagi Pater Kletus, keberhasilan dalam tugas ini adalah buah kerja sama dari sesama dewan rumah dan dukungan penuh dari segenap anggota komunitas. Pada tahun 2014, Pater Kletus kembali terpilih sebagai rektor untuk masa bakti 2014-2017.

Selain tugas di rumah formasi Seminari Tinggi Ledalero, baik sebagai prefek para frater dan kemudian rektor seminari, sejak 1994 Pater Kletus juga aktif mengajar sebagai dosen tetap pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero untuk sejumlah mata kuliah seputar Hukum Gereja.

Namun keahlian akademik ini tidak hanya dikembangkannya dalam tugas sebagai dosen. Dengan keahlian di bidang hu
kum Gereja itu Pater Kletus juga melayani kepentingan Gereja lokal di Nusa Tenggara, baik di tingkat regio Gerejawi maupun di tingkat dioses melalui keterlibatan aktifnya dalam baik dalam tribunal Regio Gerejawi Nusa Tenggara maupun tribunal sejumlah keuskupan, seperti keuskupan Ruteng, Keuskupan Agung Ende, dan Keuskupan Maumere.

Tentang Seminari Tinggi Ledalero ke depan, Pater Kletus berharap agar lembaga pendidikan calon imam ini senantiasa berkembang ke arah yang baik dalam segala aspek.

No comments:

Post a Comment