Monday, February 20, 2017

Frater Yan Kalndija Terbitkan Buku Puisi

Fr. Yanuarius Kalndija, SVD
seminariledalero.org - Salah satu anggota kelompok minat Arung Sastra Ledalero (ASAL), Frater Yanuarius Kalndija SVD, menerbitkan satu buku puisi berjudul “Sudah Tidak Ada Puisi di Sini”. Buku kumpulan puisi perdana karya Frater Dijo ini, begitu ia sering disapa, berisi 60 puisi. Kata pengantar buku ini ditulis oleh Pater Paul Budi Kleden SVD, dengan tulisan berjudul Utopia Puisi dan epilog ditulis oleh Mario F. Lawi.
Frater Dijo dalam pengantar buku ini mengungkapkan bahwa pada awalnya menulis puisi baginya hanya sebatas keinginan yang terlahir begitu saja. Pengalaman-pengalaman yang semakin bertambah dan perjumpaan-perjumpaan dengan berbagai orang meyakinkannya untuk menghargai keinginan ini secara pantas. Maka, berpuisi adalah kewajiban yang mesti dilakukan. “Mengabaikannya berarti mengkhianati diri sendiri, mengkhianati orang lain, juga Tuhan sebagai pencipta,” katanya.
Frtaer Dijo mengakui bahwa puisi-puisi yang termaktub dalam buku perdananya ini merupakan tanggapan sekaligus cara untuk mengingat remah-remah pengalaman yang telah ia alami. Sebab, kata Frater Dijo, bagaimanapun juga ingatan manusia terbatas.
“Setiap pengalaman bisa menjadi akhir sekaligus awal dari sesuatu yang baru. Saya harapkan buku puisi ini menjadi akhir dari penantian saya sekaligus menjadi langkah awal untuk melahirkan karya-karya yang lebih baik di masa mendatang,” kata Frater yang mengikarkan kaul-kaul untuk kekal dalam SVD pada 15 Agustus 2015 ini.
Semantara Pater Paul Budi Kleden, SVD dalam pengantarnya mengungkapkan puisi-puisi dalam kumpulan ini sebagian besarnya adalah pembicaraan si tokoh aku, atau dengan Tuhan dalam doa, atau dengan seseorang yang lain. Pembicaraan-pembicaraan ini adalah cerita. Kekuatan penyair ini adalah kemampuannya bercerita dalam larik puisi. Sajak-sajak tentang doa menunjukkan bahwa penyair ber-rumah dalam percakapan dengan Tuhan.
“Rasa betah penyair kita dalam alam reliigi terbaca pula dalam puisi-puisinya yang bertemakan perayaan-perayaan keagamaan. Kreativitas penyair kita menjadikan perayaan-perayaan ini momentum untuk membumikan iman dalam konteks sosial, budaya, dan historis kita,” tulis Pater Budi.
Pater Budi mengungkapkan dengan membaca puisi-puisi karya Frater Dijo ini setiap orang akan diasah untuk menjadi sadar akan tempat dan waktunya sendiri, di mana ia bergerak dan menggerakkan, dipengarahui dan mempengaruhi. Menurut Pater Budi, untuk melihat dan menilai tempat kita secara lebih mendalam kita perlukan utopia, idealisme yang memberi kita keyakinan bahwa yang kita miliki dan hadapi sekarang dapat diubah menjadi lebih baik.
“Kita perlukan utopia yang dapat mengambil langkah maju keluar dari kerumitan persoalan yang tengah kita alami. Dan puisi, termasuk puisi-puisi Yan Kalndija dalam kumpulan ini menyengatkan kesadaran kita akan pentingnya utopia dalam hidup pribadi dan bermasyarakat,” kata Pater Budi.
Frater Dijo merupakan seorang calon misionaris  SVD  yang mendapat tempat perutusan pertama di Latvia. Dalam salah satu puisi pendeknya yang berjudul “Tahbisan di Musim Kemarau” di buku ini, ia menulis: sekali lagi perempuan tua itu tahu/ debu musim kemarau tak mampu/ menyesatkan mata anak-anak lelakinya. Proficiat.




Penulis :
Kristo Suuhardi





No comments:

Post a Comment