- Dalam 4 Matra Khas SVD
·
seminariledalero.org
-Manuale formatio (panduan formasi) di Seminari Tinggi Santo Paulus
Ledalero, Desa Takaplager, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT mesti membuat
para formandi calon imam Serikat Sabda Allah atau SVD profesional dalam empat
matra khas SVD. Empat matra khas SVD itu adalah kitab suci, komunikasi, JPIC
dan animasi misi. Manuale formatio yang
dipraktikan selama ini hanya mengacu pada tujuh (7) aspek dasar formasi yakni
kerohanian, penghayatan kaul-kaul, psiko-emosional, hidup komunitas, semangat
misioner, kehidupan akademis dan kesehatan. Manuale
formatio berdasarkan 7 aspek formasi yang diikuti oleh semua lembaga formasi
calon imam di Indonesia itu dinilai terlalu umum sehingga mengaburkan model
calon imam SVD macam mana yang akan dibentuk. Manuale formatio yang terlalu umum mengakibatkan model formasi di
Ledalero menjadi pincang karena menekankan kehidupan rohani lebih utama dari
pada keterlibatan sosial mengadvokasi persoalan kemanusiaan seperti keadilan,
perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Seorang formandi dinilai saleh kalau sering
masuk kapela, tetapi tidak dinilai saleh kalau terlibat aktif mengadvokasi
persoalan-persoalan kemanusiaan. Muncul kesan menjadi imam biarawan misionaris
SVD tidak sulit. Cukup seorang formandi mengikuti aturan rumah dan terutama
rajin masuk kapela plus otak memadai berdasarkan relatio dari STFK Ledalero, tanpa perlu repot-repot melibatkan diri
dalam mengadvokasi persoalan kemanusiaan, ia akan dengan cukup mudah menjadi
imam. Kalau seorang formandi dikeluarkan karena terlalu aktif terlibat dalam
lembaga-lembaga kemanusiaan SVD sehingga mengabaikan kehidupan doa, maka, jika
mau konsisten dan setia pada prinsip, formandi lain juga harus dikeluarkan jika
terlalu sering masuk ke kapela untuk berdoa sehingga kehilangan semangat
misioner mengadvokasi persoalan kemanusiaan.
Formasi di Ledaro perlu memerhatikan keseimbangan antara spiritualitas doa dan keterlibatan sosial. Kesalehan privat di kapela mesti menjelma menjadi kesalehan sosial di ruang publik. Sebab, spiritualitas tanpa keterlibatan sosial adalah spiritualisme dan keterlibatan atau aktivitas sosial tanpa spiritualitas adalah aktivisme.
Formasi di Ledaro perlu memerhatikan keseimbangan antara spiritualitas doa dan keterlibatan sosial. Kesalehan privat di kapela mesti menjelma menjadi kesalehan sosial di ruang publik. Sebab, spiritualitas tanpa keterlibatan sosial adalah spiritualisme dan keterlibatan atau aktivitas sosial tanpa spiritualitas adalah aktivisme.
Hal ini mengemuka dalam pleno hasil refleksi probanis
angkatan 75 tentang “Pengalaman TOP/TOM/OTP dalam Terang Karya Misi SVD Dewasa
Ini” di Lantai Atas Pendopo Timur Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Kamis
(18/1). Pleno disampaikan oleh wakil dari empat kategori tempat TOP, yakni pertama, lembaga pendidikan calon imam
di seminari-seminari se-Nusra, kedua, lembaga
pendidikan sekolah swasta, ketiga, lembaga
paroki dan keempat, lembaga
kemanusiaan. Lembaga pendidikan calon imam terdiri atas Seminari Pius XII
Kisol, Seminari San Dominggo Hokeng, Seminari van Diepen Sorong, Seminari Sinar
Buana Sumba Barat Daya, Seminari Santo Fransiskus Asisi Jayapura dan Seminari
Santo Yohanes Maria Vianey Saumlaki. Lembaga pendidikan sekolah swasta terdiri
atas SMAK Bina Karya Larantuka, SMAK dan SMKK Syuradikara Ende, SMAK St.
Ignatius Loyola Labuan Bajo, Universitas Widya Mandira Kupang, Collegio de Verbo Palaca Regio Timor
Leste dan SMPK St. Gabriel Larantuka. Lembaga paroki terdiri atas Paroki St.
Petrus dan Paulus Lamalera, Paroki Roh Kudus Detukeli, Paroki Alas, Paroki
Santo Robertus Tilir, Paroki Yohanes Penginjil Masohi Maluku Tengah, Paroki St.
Gregorius Borong, Paroki St. Maria Ratu Semesta Alam Hokeng, Paroki Matraman
Jakarta, Paroki St. Fransiskus Mamsena Kefamenanu, Paroki St. Yohanes Maria
Vianey Bula-Amboina dan Paroki Ampenan-Lombok. Lembaga kemanusiaan terdiri atas
Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRUK), Vivat Internasional Jakarta, Yayasan
Teratai Hati Papua, Pondok Pesantren Walisanga Ende dan Surat Kabar Harian Umum
Flores Pos. Hadir sebagai pembimbing
Pater Alexander Djebadu, SVD dan fasilitator pleno Frater Paskalis Pratama
Leuwayan, SVD. Pleno dihadiri oleh 26 frater probanis SVD angkatan 75.
Kami
Dipercayai
Wakil dari lembaga pendidikan calon imam se-Nusra, Frater
Vian Talung, SVD mengatakan, hal menggembirakan yang mereka alami sebagai
formator di seminari antara lain adalah suasana konfraternitas dan kekerabatan
yang baik di antara formator dan formandi dan kepercayaan menjalankan tugas
sesuai dengan bakat dan kemampuan. Mereka juga merasa gembira karena dipacu
untuk aktif dan kreatif melakukan metode pembinaan dan pendampingan yang baru.
“Semakin banyak tugas yang dipercayakan, kami semakin
merasa dipercayai dan dinilai mampu. Bakat dan kemampuan kami yang tertidur
ter-expose. Kami juga gembira, orang
memiliki kesan, SVD bekerja baik,” katanya.
Menurut Frater berkacamata asal Paroki Ponggeok ini,
tantangan menjadi formator di seminari antara lain adalah sulit bersikap tegas
terhadap para seminaris karena sudah terlampau akrab, kurangnya pengalaman
berpastoral di paroki, kurangnya jumlah tenaga formator menuntut frater bekerja
ekstra keras dan adanya lembaga seminari tertentu yang masih mencari bentuk
yang ideal sebagai sebuah seminari.
“Kami belajar disiplin, setia menuntaskan tugas yang
dipercayakan, menjadi guru yang profesional, menjadi pembina di asrama dan
menyesuaikan konsep formasi yang ideal dengan karakter formandi setempat,”
katanya.
Visitasi
Frater TOP Mesti Menjangkau Semua
Wakil Lembaga Paroki, Frater Nus Narek, SVD mengatakan,
bidang kerja di paroki antara lain adalah terlibat dalam kelompok doa Santa Ana
dan Legio Mario, menjadi sekretaris paroki, melayani orang sakit dan jompo, menjadi
penyiar, membantu pastor paroki dalam ekaristi dan ibadat, memberi pembinaan calon
sambut baru, menjadi pembina asrama dan terlibat dalam dialog antaragama.
Mereka merasa gembira karena antara lain diterima secara baik, dipercaya,
memiliki ruang berkreasi, diperhatikan umat
dan bisa pulang ke Ledalero dalam keadaan baik.
“Tantangan yang kami alami di paroki adalah adat istiadat
setempat yang primordialistis, sengketa tanah yang menimbulkan konflik berdarah,
kerjasama pastor paroki dan DPP yang kurang baik, kurangnya partisipasi orang
muda kurang, medan misi yang berat, isu penyelewengan penjabat gereja, kecenderungan
membandingkan frater atau pastor lama dan baru dan krisis keteladanan orang tua,”
katanya.
Menurut Frater Nus, setiap frater TOP mesti meninggalkan
semua konsep yang ideal. Masa TOP adalah masa untuk belajar dengan cara membuka
diri dan mendengarkan. Analisis sosial (Ansos) menjadi sangat penting.
“Visitasi frater TOP harus menjangkau semua,” katanya.
Tiga
Bidang Kerja
Wakil dari Lembaga Pendidikan Sekolah Swasta, Frater Rudi
Jeharum, SVD mengatakan, bidang kerja di lembaga pendidikan sekolah swasta
meliputi tiga bidang utama yakni pertama,
pengembangan akademis, kedua, pengembangan
bakat dan minat dan ketiga, pembinaan
mental dan spiritual. Tiga bidang kerja itu dilakukan dengan menjadi staf
pengajar di sekolah, menjadi bapak asrama, mendampingi kegiatan
ekstrakurikuler, membuat pelbagai jenis perlombaan, melatih koor, mengasah
kemampuan berbahasa asing, melakukan bimbingan konseling dan mendampingi para
siswa yang bermasalah.
“Hal yang menggembirakan kami adalah antara lain membangun
komunikasi dengan etnis Tionghoa, mengenal para siswa multi-religi, menikmati fasilitas
sekolah yang memadai, belajar tata administrasi yang baik, menjadi pemimpin, pembina
dan animator asrama dan belajar mengatur keuangan dan anggaran rumah tangga.
Hal yang kurang menggembirakan adalah hidup komunitas yang tidak terlalu
menyenangkan karena ada kecemburuan social di antara sama saudara dan kelebihan
konfrater dianggap sebagai saingan, kehidupan rohani yang lemah, tidak ada
program komunitas yang jelas, banyak anak berasal dari keluarga yang
bermasalah, transparansi keuangan masih lemah dan guru-guru belum
professional,” katanya.
Frater TOP di Unwira Kupang ini mengatakan, tantangan di
lembaga pendidikan sekolah adalah tidak ada kerjasama antara pemimpin asrama
dan sekolah, seleksi para siswa, guru dan dosen masih lemah, belum ada
pelajaran khusus tentang SVD, timbulnya blok terhadap pimpinan sekolah dan kedisiplinan
siswa, mahasiswa, guru dan dosen yang masih sangat rendah. Menurutnya, mereka
sudah melakukan empat matra khas.
“Dalam bidang animasi misi, kami memperkenalkan misi SVD dan
melakukan promosi panggilan dalam kesempatan tertentu, menjalankan pastoral
orang sakit dan jompo, menjadi pendamping legio Maria dan melakukan pembinaan
kaum muda atau anggota organisasi kampus. Dalam bidang kitab suci, kami
mengadakan lomba kitab suci pada bulan kitab suci dan mewajibkan para mahasiswa
membaca kitab suci dua kali seminggu. Dalam bidang komunikasi, kami menerbitkan
majalah dinding sekolah atau kampus, membentuk tim reporter sekolah “SPION” di
SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo, mendirikan kelompok minat teater, dan
melakukan ialog dengan budaya atau agama lain. Dalam bidang JPIC, kami terlibat
dalam aksi kelompok Green-Syur di
SMAK Syuradikara Ende, memanfaatkan bank sampah dan menanam pohon di hutan
bakau,” katanya.
JPIC,
Dialog Antaragama dan Komunikasi
Wakil dari Lembaga Kemanusiaan, Frater Cello Gunadi
mengatakan, lembaga TRUK, Vivat Internasional Jakarta, Yayasan Teratai Hati
Papua, Pondok Pesantren Walisanga Ende dan SKHU Flores Pos melakukan misi dalam bidang JPIC, dialog antaragama dan
komunikasi. Di TRUK, Vivat Internasional Jakarta dan Yayasan Teratai Hati
Papua, mereka merasa gembira karena bisa melihat dari dekat persoalan konkret
masyarakat, belajar banyak hal baru tentang advokasi, lobi, mekanisme
penanganan kasus melalui litigasi atau non-litigasi dan terlibat aktif
memperjuangkan JPIC melalui sosialisasi produk undang-undang, focus group discussion (FGD) tentang
HAM, pelatihan dan survey terhadap
pelbagai bentuk ketidakadilan perusahaan di Kalimantan. Di Ponpes Walisanga
Ende, mereka merasa gembira karena bisa belajar budaya dan kebiasaan di Ponpes,
memberi diri seutuhnya kepada para santri yang berasal dari keluarga yang sederhana
dan belajar Islam sambil tetap menjadi SVD. Di SKHU Flores Pos, mereka merasa gembira karena bisa menjadi pewarta
kebenaran dan keadilan melalui media massa, berjumpa dengan orang kecil hingga
orang besar, mengembangkan bakat menulis, terlibat dalam persoalan politik dan
melakukan kritik terhadap pelbagai bentuk ketidakadilan.
“Tantangan teman James di Ponpes Walisanga adalah kecenderungan
Ponpes Walisanga untuk menginstrumentalisasi para santri. SVD menjadi donator
tetap, tetapi peruntukkannya tidak jelas. Kita mesti secara serius mengevaluasi
kerja sama dengan Ponpes. Misi dialog antaragama diperalat untuk mendatangkan
keuntungan pribadi. Tantangan kami yang bekerja di LSM adalah kami mesti
memulai dari nol. Selama masa formasi, kami tidak pernah dibekali dengan kerja
advokasi seperti mekanisme penanganan kasus. Tidak semua orang suka dengan kita
karena memperjuangkan JPIC. Keselamatan diri harus diperhatikan secara serius.
Kita seringkali diintimidasi. Hasil kerja tidak diberi apresiasi. Di SKHU Flores Pos, koran kritis tidak disukai. Koran
tidak terbit karena persoalan internal yang belum diselesaikan,” katanya.
Frater Cello menganjurkan, pertama, Seminari Ledalero wajib mengevaluasi misi dialog
antaragama di Ponpes Walisanga Ende, kedua,
Seminari Ledalero perlu mengirim frater TOP ke TRUK, Vivat Internasional
Jakarta dan Yayasan Teratai Hati Papua karena sangat dibutuhkan, ketiga, seminari perlu membekali para
frater dengan kerja advokasi, keempat, STFK
Ledalero perlu meningkatkan porsi kuliah ilmu-ilmu social dengan memperhatikan
kualitas penelitian lapangan dan kelima, mendukung
keberadaan Flores Pos sebagai corong
JPIC dan misi kemanusiaan SVD.
TOP
Menguatkan Panggilan
Pembimbing Pleno, Pater Alexander Djebadu, SVD
mengatakan, pleno hasil refleksi dan evaluasi program TOP/TOM/OTP mesti
dihadiri oleh para prefek, dewan rumah dan tingkat IV. Para frater probanis
diminta merumuskan anjuran-anjuran terutama pengadaan manuale formatio yang mampu memformasi calon imam SVD menjadi
profesional dalam empat matra khas SVD yakni kitab suci, komunikasi, JPIC dan
animasi misi.
“Terima kasih untuk hasil seryng. Saya diperkaya dengan
seryng kalian,” katanya.
Dosen Misiologi STFK Ledalero ini mengatakan, TOP/TOM/OTP
merupakan kesempatan belajar berpastoral dan bermisi. Menurutnya, para frater
telah belajar banyak hal.
“Rumah formasi berharap kalian semakin dewasa dalam
banyak hal termasuk panggilan. Pengalaman pastoral mesti menguatkan panggilan
kalian,” katanya.
Menurut Pater Alex, pengalaman TOP memberikan banyak
kegembiraan, tetapi juga tantangan. Tantangan membuat kita semakin mencintai
panggilan. Kita tergugah bahwa kita dibutuhkan Gereja dan umat sebagai tenaga
kerja pastoral.
“Seryng kalian dirumuskan lebih baik dan diberikan kepada
Pater Maksi. Semoga serying semakin menguatkan panggilan,” katanya.
Oleh Silvano Keo Bhaghi
081 338 520 916
No comments:
Post a Comment