Friday, January 19, 2018

Manuale Formatio Mesti Membuat Frater SVD Profesional


  • Dalam 4 Matra Khas SVD

·          
seminariledalero.org -Manuale formatio (panduan formasi) di Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Desa Takaplager, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT mesti membuat para formandi calon imam Serikat Sabda Allah atau SVD profesional dalam empat matra khas SVD. Empat matra khas SVD itu adalah kitab suci, komunikasi, JPIC dan animasi misi. Manuale formatio yang dipraktikan selama ini hanya mengacu pada tujuh (7) aspek dasar formasi yakni kerohanian, penghayatan kaul-kaul, psiko-emosional, hidup komunitas, semangat misioner, kehidupan akademis dan kesehatan. Manuale formatio berdasarkan 7 aspek formasi yang diikuti oleh semua lembaga formasi calon imam di Indonesia itu dinilai terlalu umum sehingga mengaburkan model calon imam SVD macam mana yang akan dibentuk. Manuale formatio yang terlalu umum mengakibatkan model formasi di Ledalero menjadi pincang karena menekankan kehidupan rohani lebih utama dari pada keterlibatan sosial mengadvokasi persoalan kemanusiaan seperti keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Seorang formandi dinilai saleh kalau sering masuk kapela, tetapi tidak dinilai saleh kalau terlibat aktif mengadvokasi persoalan-persoalan kemanusiaan. Muncul kesan menjadi imam biarawan misionaris SVD tidak sulit. Cukup seorang formandi mengikuti aturan rumah dan terutama rajin masuk kapela plus otak memadai berdasarkan relatio dari STFK Ledalero, tanpa perlu repot-repot melibatkan diri dalam mengadvokasi persoalan kemanusiaan, ia akan dengan cukup mudah menjadi imam. Kalau seorang formandi dikeluarkan karena terlalu aktif terlibat dalam lembaga-lembaga kemanusiaan SVD sehingga mengabaikan kehidupan doa, maka, jika mau konsisten dan setia pada prinsip, formandi lain juga harus dikeluarkan jika terlalu sering masuk ke kapela untuk berdoa sehingga kehilangan semangat misioner mengadvokasi persoalan kemanusiaan. 

Formasi di Ledaro perlu memerhatikan keseimbangan antara spiritualitas doa dan keterlibatan sosial. Kesalehan privat di kapela mesti menjelma menjadi kesalehan sosial di ruang publik. Sebab, spiritualitas tanpa keterlibatan sosial adalah spiritualisme dan keterlibatan atau aktivitas sosial tanpa spiritualitas adalah aktivisme.


Hal ini mengemuka dalam pleno hasil refleksi probanis angkatan 75 tentang “Pengalaman TOP/TOM/OTP dalam Terang Karya Misi SVD Dewasa Ini” di Lantai Atas Pendopo Timur Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Kamis (18/1). Pleno disampaikan oleh wakil dari empat kategori tempat TOP, yakni pertama, lembaga pendidikan calon imam di seminari-seminari se-Nusra, kedua, lembaga pendidikan sekolah swasta, ketiga, lembaga paroki dan keempat, lembaga kemanusiaan. Lembaga pendidikan calon imam terdiri atas Seminari Pius XII Kisol, Seminari San Dominggo Hokeng, Seminari van Diepen Sorong, Seminari Sinar Buana Sumba Barat Daya, Seminari Santo Fransiskus Asisi Jayapura dan Seminari Santo Yohanes Maria Vianey Saumlaki. Lembaga pendidikan sekolah swasta terdiri atas SMAK Bina Karya Larantuka, SMAK dan SMKK Syuradikara Ende, SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo, Universitas Widya Mandira Kupang, Collegio de Verbo Palaca Regio Timor Leste dan SMPK St. Gabriel Larantuka. Lembaga paroki terdiri atas Paroki St. Petrus dan Paulus Lamalera, Paroki Roh Kudus Detukeli, Paroki Alas, Paroki Santo Robertus Tilir, Paroki Yohanes Penginjil Masohi Maluku Tengah, Paroki St. Gregorius Borong, Paroki St. Maria Ratu Semesta Alam Hokeng, Paroki Matraman Jakarta, Paroki St. Fransiskus Mamsena Kefamenanu, Paroki St. Yohanes Maria Vianey Bula-Amboina dan Paroki Ampenan-Lombok. Lembaga kemanusiaan terdiri atas Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRUK), Vivat Internasional Jakarta, Yayasan Teratai Hati Papua, Pondok Pesantren Walisanga Ende dan Surat Kabar Harian Umum Flores Pos. Hadir sebagai pembimbing Pater Alexander Djebadu, SVD dan fasilitator pleno Frater Paskalis Pratama Leuwayan, SVD. Pleno dihadiri oleh 26 frater probanis SVD angkatan 75.


Kami Dipercayai

Wakil dari lembaga pendidikan calon imam se-Nusra, Frater Vian Talung, SVD mengatakan, hal menggembirakan yang mereka alami sebagai formator di seminari antara lain adalah suasana konfraternitas dan kekerabatan yang baik di antara formator dan formandi dan kepercayaan menjalankan tugas sesuai dengan bakat dan kemampuan. Mereka juga merasa gembira karena dipacu untuk aktif dan kreatif melakukan metode pembinaan dan pendampingan yang baru.

“Semakin banyak tugas yang dipercayakan, kami semakin merasa dipercayai dan dinilai mampu. Bakat dan kemampuan kami yang tertidur ter-expose. Kami juga gembira, orang memiliki kesan, SVD bekerja baik,” katanya.

Menurut Frater berkacamata asal Paroki Ponggeok ini, tantangan menjadi formator di seminari antara lain adalah sulit bersikap tegas terhadap para seminaris karena sudah terlampau akrab, kurangnya pengalaman berpastoral di paroki, kurangnya jumlah tenaga formator menuntut frater bekerja ekstra keras dan adanya lembaga seminari tertentu yang masih mencari bentuk yang ideal sebagai sebuah seminari.

“Kami belajar disiplin, setia menuntaskan tugas yang dipercayakan, menjadi guru yang profesional, menjadi pembina di asrama dan menyesuaikan konsep formasi yang ideal dengan karakter formandi setempat,” katanya.


Visitasi Frater TOP Mesti Menjangkau Semua

Wakil Lembaga Paroki, Frater Nus Narek, SVD mengatakan, bidang kerja di paroki antara lain adalah terlibat dalam kelompok doa Santa Ana dan Legio Mario, menjadi sekretaris paroki, melayani orang sakit dan jompo, menjadi penyiar, membantu pastor paroki dalam ekaristi dan ibadat, memberi pembinaan calon sambut baru, menjadi pembina asrama dan terlibat dalam dialog antaragama. Mereka merasa gembira karena antara lain diterima secara baik, dipercaya, memiliki ruang berkreasi, diperhatikan umat  dan bisa pulang ke Ledalero dalam keadaan baik.

“Tantangan yang kami alami di paroki adalah adat istiadat setempat yang primordialistis, sengketa tanah yang menimbulkan konflik berdarah, kerjasama pastor paroki dan DPP yang kurang baik, kurangnya partisipasi orang muda kurang, medan misi yang berat, isu penyelewengan penjabat gereja, kecenderungan membandingkan frater atau pastor lama dan baru dan krisis keteladanan orang tua,” katanya.

Menurut Frater Nus, setiap frater TOP mesti meninggalkan semua konsep yang ideal. Masa TOP adalah masa untuk belajar dengan cara membuka diri dan mendengarkan. Analisis sosial (Ansos) menjadi sangat penting.

“Visitasi frater TOP harus menjangkau semua,” katanya.


Tiga Bidang Kerja

Wakil dari Lembaga Pendidikan Sekolah Swasta, Frater Rudi Jeharum, SVD mengatakan, bidang kerja di lembaga pendidikan sekolah swasta meliputi tiga bidang utama yakni pertama, pengembangan akademis, kedua, pengembangan bakat dan minat dan ketiga, pembinaan mental dan spiritual. Tiga bidang kerja itu dilakukan dengan menjadi staf pengajar di sekolah, menjadi bapak asrama, mendampingi kegiatan ekstrakurikuler, membuat pelbagai jenis perlombaan, melatih koor, mengasah kemampuan berbahasa asing, melakukan bimbingan konseling dan mendampingi para siswa yang bermasalah.

“Hal yang menggembirakan kami adalah antara lain membangun komunikasi dengan etnis Tionghoa, mengenal para siswa multi-religi, menikmati fasilitas sekolah yang memadai, belajar tata administrasi yang baik, menjadi pemimpin, pembina dan animator asrama dan belajar mengatur keuangan dan anggaran rumah tangga. Hal yang kurang menggembirakan adalah hidup komunitas yang tidak terlalu menyenangkan karena ada kecemburuan social di antara sama saudara dan kelebihan konfrater dianggap sebagai saingan, kehidupan rohani yang lemah, tidak ada program komunitas yang jelas, banyak anak berasal dari keluarga yang bermasalah, transparansi keuangan masih lemah dan guru-guru belum professional,” katanya.

Frater TOP di Unwira Kupang ini mengatakan, tantangan di lembaga pendidikan sekolah adalah tidak ada kerjasama antara pemimpin asrama dan sekolah, seleksi para siswa, guru dan dosen masih lemah, belum ada pelajaran khusus tentang SVD, timbulnya blok terhadap pimpinan sekolah dan kedisiplinan siswa, mahasiswa, guru dan dosen yang masih sangat rendah. Menurutnya, mereka sudah melakukan empat matra khas. 

“Dalam bidang animasi misi, kami memperkenalkan misi SVD dan melakukan promosi panggilan dalam kesempatan tertentu, menjalankan pastoral orang sakit dan jompo, menjadi pendamping legio Maria dan melakukan pembinaan kaum muda atau anggota organisasi kampus. Dalam bidang kitab suci, kami mengadakan lomba kitab suci pada bulan kitab suci dan mewajibkan para mahasiswa membaca kitab suci dua kali seminggu. Dalam bidang komunikasi, kami menerbitkan majalah dinding sekolah atau kampus, membentuk tim reporter sekolah “SPION” di SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo, mendirikan kelompok minat teater, dan melakukan ialog dengan budaya atau agama lain. Dalam bidang JPIC, kami terlibat dalam aksi kelompok Green-Syur di SMAK Syuradikara Ende, memanfaatkan bank sampah dan menanam pohon di hutan bakau,” katanya.


JPIC, Dialog Antaragama dan Komunikasi

Wakil dari Lembaga Kemanusiaan, Frater Cello Gunadi mengatakan, lembaga TRUK, Vivat Internasional Jakarta, Yayasan Teratai Hati Papua, Pondok Pesantren Walisanga Ende dan SKHU Flores Pos melakukan misi dalam bidang JPIC, dialog antaragama dan komunikasi. Di TRUK, Vivat Internasional Jakarta dan Yayasan Teratai Hati Papua, mereka merasa gembira karena bisa melihat dari dekat persoalan konkret masyarakat, belajar banyak hal baru tentang advokasi, lobi, mekanisme penanganan kasus melalui litigasi atau non-litigasi dan terlibat aktif memperjuangkan JPIC melalui sosialisasi produk undang-undang, focus group discussion (FGD) tentang HAM, pelatihan dan survey terhadap pelbagai bentuk ketidakadilan perusahaan di Kalimantan. Di Ponpes Walisanga Ende, mereka merasa gembira karena bisa belajar budaya dan kebiasaan di Ponpes, memberi diri seutuhnya kepada para santri yang berasal dari keluarga yang sederhana dan belajar Islam sambil tetap menjadi SVD. Di SKHU Flores Pos, mereka merasa gembira karena bisa menjadi pewarta kebenaran dan keadilan melalui media massa, berjumpa dengan orang kecil hingga orang besar, mengembangkan bakat menulis, terlibat dalam persoalan politik dan melakukan kritik terhadap pelbagai bentuk ketidakadilan.

“Tantangan teman James di Ponpes Walisanga adalah kecenderungan Ponpes Walisanga untuk menginstrumentalisasi para santri. SVD menjadi donator tetap, tetapi peruntukkannya tidak jelas. Kita mesti secara serius mengevaluasi kerja sama dengan Ponpes. Misi dialog antaragama diperalat untuk mendatangkan keuntungan pribadi. Tantangan kami yang bekerja di LSM adalah kami mesti memulai dari nol. Selama masa formasi, kami tidak pernah dibekali dengan kerja advokasi seperti mekanisme penanganan kasus. Tidak semua orang suka dengan kita karena memperjuangkan JPIC. Keselamatan diri harus diperhatikan secara serius. Kita seringkali diintimidasi. Hasil kerja tidak diberi apresiasi. Di SKHU Flores Pos, koran kritis tidak disukai. Koran tidak terbit karena persoalan internal yang belum diselesaikan,” katanya.

Frater Cello menganjurkan, pertama, Seminari Ledalero wajib mengevaluasi misi dialog antaragama di Ponpes Walisanga Ende, kedua, Seminari Ledalero perlu mengirim frater TOP ke TRUK, Vivat Internasional Jakarta dan Yayasan Teratai Hati Papua karena sangat dibutuhkan, ketiga, seminari perlu membekali para frater dengan kerja advokasi, keempat, STFK Ledalero perlu meningkatkan porsi kuliah ilmu-ilmu social dengan memperhatikan kualitas penelitian lapangan dan kelima, mendukung keberadaan Flores Pos sebagai corong JPIC dan misi kemanusiaan SVD.


TOP Menguatkan Panggilan

Pembimbing Pleno, Pater Alexander Djebadu, SVD mengatakan, pleno hasil refleksi dan evaluasi program TOP/TOM/OTP mesti dihadiri oleh para prefek, dewan rumah dan tingkat IV. Para frater probanis diminta merumuskan anjuran-anjuran terutama pengadaan manuale formatio yang mampu memformasi calon imam SVD menjadi profesional dalam empat matra khas SVD yakni kitab suci, komunikasi, JPIC dan animasi misi. 

“Terima kasih untuk hasil seryng. Saya diperkaya dengan seryng kalian,” katanya.
Dosen Misiologi STFK Ledalero ini mengatakan, TOP/TOM/OTP merupakan kesempatan belajar berpastoral dan bermisi. Menurutnya, para frater telah belajar banyak hal.
“Rumah formasi berharap kalian semakin dewasa dalam banyak hal termasuk panggilan. Pengalaman pastoral mesti menguatkan panggilan kalian,” katanya.

Menurut Pater Alex, pengalaman TOP memberikan banyak kegembiraan, tetapi juga tantangan. Tantangan membuat kita semakin mencintai panggilan. Kita tergugah bahwa kita dibutuhkan Gereja dan umat sebagai tenaga kerja pastoral.
“Seryng kalian dirumuskan lebih baik dan diberikan kepada Pater Maksi. Semoga serying semakin menguatkan panggilan,” katanya.

Oleh Silvano Keo Bhaghi
081 338 520 916


No comments:

Post a Comment