Pater Eman: Kita Gunakan “Apreciative Approach”
seminariledalero.org - Inilah empat (4) dimensi karakteristik atau matra khas SVD yakni kerasulan kitab suci (bible apostolate), animasi misi (mission animation), keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (justice, peace and integrity of creation/JPIC) dan komunikasi (communication). Empat matra khas SVD itu dirumuskan pertama kali dalam Kapitel Jenderal (General Capitel) Ke-XV Tahun 2000. Konteksnya adalah tahun yubileum 2000 dan hari ulang tahun (HUT) SVD Ke-125.
Hal
ini disampaikan oleh Staf Pusat Penelitian (Puslit) Candraaditya
Maumere-Flores, Pater Eman Embu, SVD dalam program novisiat kekal bertajuk
“Pengalaman TOP/TOM/OTP dalam Terang Ansos” hari kedua di Lantai 2 Pendopo
Timur Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Desa Takaplager, Kecamatan Nita,
Kabupaten Sikka, Senin (22/1). Hadir dalam kesempatan itu 25 fratres novis
kekal atau probanis angkatan 75 tahun 2018. Pater Eman membawakan materi
tentang “Dimensi Karakteristik SVD.” Para frater yang melakukan praktik
pastoral di Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRUK), Vivat Internasional Jakarta,
Yayasan Teratai Hati Papua, Pondok Pesantren Walisanga-Ende dan SKHU Flores Pos membagikan pengalaman
TOP.
Tiga Tanggapan
Pater
Eman mengatakan, SVD memberikan tiga (3) tanggapan terhadap empat matra khas
itu yakni pertama, memberikan
kesaksian tentang kerajaan Allah melalui kedua,
dialog profetis yang ditandai dengan ketiga,
matra-matra khas SVD. Mitra dialog profetis SVD yang utama adalah antara
lain orang yang tidak mempunyai komunitas iman dan para pencari iman, orang
miskin dan disingkirkan dan orang dari kebudayaan lain. Menurutnya, empat matra
khas itu berakar dalam konstitusi (Konstitusi Nomor 106-115) dan warisan bapa
pendiri.
Pater
Eman mengatakan, semua orang pada dasarnya menyetujui opsi keberpihakan kepada
orang miskin. Akan tetapi, tidak semua orang menyetujui aksi konkret mewujudkan
keberpihakan itu.
“Misalnya,
pembangunan fasilitas publik yang ramah terhadap kaum difabel dianggap tidak
penting karena jumlah mereka sedikit. Mereka melihat jumlah, tetapi tidak
melihat kebutuhan konkret dari manusia secara pribadi. Kalau memakai kriteria
jumlah, maka orang-orang terpinggirkan tidak akan bisa dibantu. Kita harus
melihat kebutuhan real manusia konkret,” katanya.
Pater
Eman mengatakan, kita memang mengalami kesulitan dalam medan misi. Akan tetapi,
interaksi dan keterlibatan dengan orang-orang di mana kita mengabdikan diri membawa
kegembiraan. Oleh karena itu, pendekatan problem (problem based approach) mesti diganti dengan pendekatan apresiatif
(apreciative aproach).
“Appreciative Inquired”
Pater
Eman mengatakan, orang biasanya bertolak dari problem (problem based aproach). Pohon masalah dirancang dan kemudian dicari
solusi alternatif untuk menyelesaikannya.
“Akan
tetapi, sekarang kita memakai apreciative
inquiered. Apa nilai positif? Mimpi apa yang harus diraih? Apa yang kita
buat untuk meraih mimpi?” katanya.
Pater
Eman mengatakan, appreciative approach
bertolak dari hal-hal yang positif. Ada banyak hal baik yang bisa membuat kita
berkembang dalam berbagai aspek. Ini adalah alternatif pemecahan masalah selain
problem solved approach.
“PSA
(problem solved aproach) bertolak
dari problem. Dalam AA (apreciative
aproach), kita bertolak dari hal yang baik. Dalam hubungan dengan praktik
pastoral, kita memulai dari hal yang baik. Kita memfokuskan diri pada hal yang
baik itu,” katanya.
Evaluasi Kerja Sama
Frater
Pembimbing di Pondok Pesantern Walisanga Ende, Frater James Tafuli, SVD
mengatakan, hal-hal positif di Ponpes Walisanga Ende adalah ia terlibat dalam
aktivitas mengajar, menjadi panitia gema Ramadhan se-Kabupaten Ende, melatih marching band dan mengajak adik-adik ke
biara. Akan tetapi, menurutnya, misi dialog kemanusiaan di Ponpes Walisanga
Ende perlu dihentikan untuk sementara waktu. Waktu jeda itu digunakan untuk
melakukan evaluasi terhadap praktik kerjasama antara SVD dan Ponpes Walisanga
yang sudah dimulai sejak tahun 1980-an pada masa kepemimpinan pendiri Haji
Mahmud Eka.
“Setelah
peralihan kekuasaan dari Haji Mahmud Eka, orientasi kerja sama menjadi lain,”
katanya.
Kekerasan terhadap Perempuan dan
Anak
Frater
Aktivis di TRUK Maumere, Frater Cello Gunadi mengatakan, hal-hal positif di
TRUK adalah ia bisa melihat persoalan kemanusiaan khususnya anak dan perempuan
yang mengalami kekerasan dari dekat, menyerahkan diri dan bekerja sama dengan
para aktivis memperjuangkan hak perempuan dan anak, terlibat secara penuh dengan
membuat laporan polisi dan menjadi pendamping hingga di pengadilan, belajar
bekerjasama dengan lembaga NGO sesuai dengan kerangka kerja (logical frame work) LSM, menangani publikasi
kepada lembaga donor, belajar bekerja dengan teliti, terampil dan disiplin.
“Prioritas
TRUK adalah membantu ibu dan anak yang mengalami kekerasan. Kekerasan memiliki
banyak bentuk,” katanya.
Advokasi, Kampanye dan Lobi
Frater
di Vivat Internasional Jakarta, Frater Flori Djehaut, SVD mengatakan, hal-hal
positif di Vivat Internasional Jakarta adalah menangani majalah Vivat, belajar
bertanya kepada orang yang lebih tahu tentang IT, menjadi tim relawan di Aceh,
dilatih bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain, belajar berjejaring dengan NGO
lain, bertemu langsung dengan para korban, dan bertemu dengan orang-orang
besar. Menurutnya, terdapat tiga tugas utama di Vivat yakni melakukan advokasi,
kampanye dan lobi.
“Saya
akan mengabdikan diri di bidang kemanusiaan,” katanya.
Lembaga Non-Profit
Frater
di Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP), Frater San Mere mengatakan, YTHP
merupakan lembaga local non-profit yang bersifat independen. YTHP membantu
kerja pastoral mengadovaksi kekerasan aparat kepada warga.
“Selain
itu, yayasan juga membantu pendidikan dan kesehatan,” katanya.
Kerja Jurnalistik
Frater
di SKHU Flores Pos, Frater Silvano
Keo Bhaghi, SVD mengatakan, hal-hal positif di SKHU Flores Pos adalah belajar melakukan kerja jurnalistik sebagai
wartawan dan editor dengan mencari, mengumpulkan, mengolah, menulis dan
mengirim berita, belajar berkomunikasi dan melakukan wawancara dengan segala
lapisan masyarakat, belajar menulis secara konkret, menjadi peka terhadap
fenomena yang biasa, mengolah emosi berhadapan dengan penjabat yang temperamental
dan primordial, terlibat dalam demokratisasi masyarakat secara politik dan
menimba kekuatan rohani di Biara Santo Josef Ende.
“Hal
positif lainnya adalah tahu bawa motor sebagai sarana misi Allah. Yesus dulu naik
keledai,” katanya.
Oleh
Silvano Keo Bhaghi
081
338 520 916
No comments:
Post a Comment