seminariledalero.org - Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero adalah lembaga pendidikan calon imam Katolik dari konggregasi SVD yang didirikan di sikka, Maumere, Flores 1937.
Saturday, September 29, 2018
Friday, September 28, 2018
Hendaklah Kamu Saling Mengasihi
seminariledalero.org Jumat (28/9/2018),
sehari sebelum upacara pentahbisan 12 orang diakon dari Serikat Sabda Allah
(SVD) menjadi imam Tuhan, Mgr. Yan Olla, MSF, Uskup keuskupan Tanjung Selor,
Kalimantan Utara memimpin ibadat pemberkatan peralatan dan pakaian misa para
calon imam baru di Kapela agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero. Dalam
ibadat ini, Mgr. Yan Olla, didampingi
oleh Pater Yoseph Keladu, SVD dan Pater Bernard Boli Udjan. SVD. “Berani Bersaksi”, demikian tema ibadat ini.
Panggilan kemuridan Kristus harus diwujudkan dengan berani memberikan kesakisan
hidup sikap saling mengasihi satu sama lain dalam hidup dan karya sehari-hari.
Pater Bernard dalam
khotbah singkatnya menekankan pentingnya kesadaran untuk memahami makna yang
terkandung secara simbolis dalam peralatan dan pakian misa. Pemahaman ini
jugalah yang mesti menjadi inspirasi untuk memaknai seluruh kehidupan dan
pelayanan sebagai seorang Imam dan memabantu seluruh umat untuk memaknai
Ekarisiti secara lebih dalam, demikian kata Pater Bernard. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa keengganan untuk
berkorban juga pernah dirasakan Yesus yang adalah sungguh-sungguh manusia di
Taman Getzemani. Keengganan Yesus lantas menjelma menjadi semangat berkorban
saat Yesus ingat akan janji kasih setia Allah untuk menyelamatkan manusia. Oleh
karena itu, keengganan untuk berkorban hanya bisa diatasi dengan ketekunan
untuk makan dan minum Tubuh dan Darah Kristus dalam Piala, Sibori, dan Patena
yang kita pegang.
Hadir dalam ibadat ini
antara lain, para imam, frater, dan keluarga para calon imam baru. Usai
pemberkatan perlengkapan dan pakian misa,
dilanjutkan
dengan Salve Agung. Keseluruhan kegiatan yang dimulai tepat pukul 18.00 WITA ini berlangsung dengan
khusuk diiringi dengan kor dari anggota Kor tahbisan Imam dan Liturgi dari para
Frater Unit Gabriel.
Penuli : Fr. Charly Ka’u, SVD
Editor : Flory Djhaut
Thursday, September 27, 2018
Mgr. Edwaldus dipanggil untuk Menjadi Penjala Umat
Mgr. Edwaldus Martinus Sedu ditahbiskan menjadi uskup Maumere di Gelora Samador Maumere pada Rabu (26/9/2018). Mgr. Edwal diangkat menjadi uskup oleh Paus Fransiskus pada Juli lalu untuk menggantikan Mgr. Gerulfus Kerubim Pareira, SVD yang mengundurkan diri karena faktor usia. Pemilihan hari pentahbisan ini bertepatan dengan ulang tahun Mgr. Kerubim yang ke-77 tahun.
Perayaan ekaristi tahbisan ini diawali dengan prosesi perarakan
puluhan uskup, ratusan imam dan para penari Ja’I
dari kevikepan Bajawa dari depan Kantor PU menuju Gelora Samador. Di pintu gerbang
Gelora, rombongan para uskup dan para imam disambut oleh ratusan penari yang
dipilih dari beberapa sekolah di Maumere dan gabungan OMK Paroki Misir. Upacara
penthabisan ini dimeriahkan oleh kurang lebih 500 anggota kor yang berasal dari
utusan 8 paroki di Keuskupan Maumere dan utusan frater dan suster dari beberapa
biara.
Sebelum upacara pentahbisan, dibacakan surat dari Paus
Fransiskus tentang pengangkatan Mgr. Ewal menjadi uskup Maumere oleh Duta Besar
Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo.
Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang belum cukup fasih, Mgr. Piero mengatakan
dengan berakhirnya masa jabatan Mgr. Kerubim menjadi uskup Maumere maka dipilihlah
Uskup Ewal yang murah hati dan memiliki kualitas kepribadian yang matang untuk menjalankan
tugas kegembalaan.
Dalam kotbahnya,
Uskup keuskupan Denpasar, Mgr. Silvester San yang mengutip moto tahbisan Mgr. Ewal “Duc in Altum (Bertolak ketempat yang
dalam)” menjelaskan tugas kegembalaan uskup ke tempat yang tidak nyaman. “Mgr. Ewal
berasaldari Bajawa dengan topografi daerah pegunungan. Tetapi dia mengambil
moto untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam. Hampir pasti dia akan tenggelam
selain karena dia tidak bisa berenang juga karena badan Mgr. Ewal subur, maka kalau
tenggalam itu seperti batu”, kata Mgr. San

Lebih
lanjut, Uskup San mengatakan bahwa moto “Duc
In Altum” menunjukkan komitmen untuk menjala umat dan bekerja sama dengan umat
dalam menjalankan tugas kegembalaan. Di akhir
kotbahnya, Mgr. San juga meminta agar umat keuskupan Maumere berdoa bagi Mgr.
Kerubim yang telah menjalankan tugas lebih dari 10 tahun sebagai uskup Maumere.
KerjaSama
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, dalam sambutannya
menyampaikan terima kasih kepada Mgr.Gerulfus Kerubim Pareira, SVD dan profisiat
atas rahmat tahbisan Uskup Baru Mgr. Edwaldus Martinus Sedu. Viktor juga mengungkapkan
rasa bangga karena banyak misionaris dari NTT yang telah bekerja di seluruh dunia.
“Saya bangga dengan para misionaris dari NTT yang bekerja di seluruh dunia.
Tetapi sayangnya, rahimnya terkoyak oleh aneka persolan. NTT sampai sekarang masih
menjadi provinsi miskin, provinsi dengan tingkat korupsi tertinggi dan kematian
tenaga kerja di luar negeri.”
Gubernur
meminta agar pihak Gereja dan pemerintah bergandengan tangan menyelesaikan persoalan
yang melanda bumi NTT. Aneka persolaan dilihat bukan hanya tanggung jawab pemerintah
tetapi juga tanggung jawab gereja. Dia
juga meminta agar umat Katolik tetapi merawat persaudaraan dengan agama lain
untuk membangun NTT menjadi lebih baik. Dirjen
Bimas Katolik RI Eusabius Binsasi, dalam sambutanya juga meminta
agar umat menjaga keharmonisan, menjujung tinggi toleransi dan pluralitas, baik
pluralitas agama maupun suku atau etnis. “Mari kita jaga pluralitas”, katanya.

Usai perayaan, para uskup, imam, biarawan/i dan puluhan ribu umat menyaksikan pelbagai acara
hiburan menarik yang dikemas dalam tema “Mencintai pluralitas”. Susunan acara
menyertakan umat muslim seperti Tarian Casidadari Madrasah Aliyah TakwaMaumere,
Paduan Suara Calvari GMIT Maumere, Paduan Suara Gita SMATER, Tarian Kuda Putih dari
siswa Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere dan Hegong Tua Reta Lou dari OMK
Keuskupan Maumere.
Penulis : Fr. Rio Nanto, SVD
Editor :
Flory Djhaut
Tuesday, September 25, 2018
Para Frater dan Bruder SVD Tingkat Satu Ikuti Group Process
Sebanyak 69
frater dan seorang bruder SVD tingkat satu mengikuti kegiatan group process di pantai Waturia, sebelah
Utara kota Maumere pada Jumat (21/9/20180 hingga Minggu (23/9/20018). Kegiatan tahunan ini dibuat dengan tujuan
utama untuk mempererat hubungan para frater tingkat satu yang berasal dari dua novisiat berbeda yakni, dari Novisiat St.
Yosef Nenuk Atambua dan Novisiat Sang Sabda Kuwu Ruteng. Lebih jauh, kegiatan ini bertujuan untuk
membangun komunitas yang mampu menghargai
perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan latar belakang budaya, bahasa, suku, dan watak. SVD adalah serikat yang
berciri khas internasionalitas, sebuah serikat yang anggota-anggotanya berasal
dari Negara, suku bangsa, ras, bahasa, dan watak yang berbeda.
Kegiatan ini
dilaksanakan selama tiga hari, yakni dari tanggal 20 – 23 September 2018 di
pantai Waturia, Maumere dan diikuti
69 frater dan satu orang bruder, serta dibantu oleh enam orang moderator di
bawah pimpinan P. Hendrik Maku, SVD. Kegiatan yang berlangsung dalam nuansa
persaudaraan dan kekeluargaan ini dibagi dalam beberapa agenda yang diatur oleh
para moderator. Metode yang dipakai dalam kegiatan ini adalah sharing dalam kelompok-kelompok kecil
dan pleno bersama sebagai laporan dari hasil sharing kelompok. Kegiatannya dimulai dengan pengenalan identitas
diri masing-masing peserta, dilanjutkan dengan pengenalan keluarga, kekhasan budaya
dari masing-masing etnis, seminari asal, novisiat asal, dan pengenalan kelompok
unit St. Mikael – St. Gabriel.
Setiap kegiatan ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengenal latar belakang pembentukan watak dan
kepribadian setiap frater. Pengenalan lebih dalam akan latar belakang yang
membentuk watak dan kepribadian setiap frater memungkinkan adanya sikap saling
menerima dalam hidup berkomunitas. Sampai
pada sesi terakhir, semuanya berjalan lancar dan sukses. “Kami sangat senang karena kalian sangat aktif
dan kreatif dalam seluruh rangkaian kegiatan. Sekiranya, kalian membawa segala
sesuatu yang kalian peroleh dari kegiatan ini ke seminari untuk
diimplementasikan dalam ziarah panggilan kalian ke depannya,” kata Fr. Michy, SVD
sebagai perwakilan dari para moderator pada sesi penutup kegiatan ini.
Penulis : Fr. Riki Mantero, SVD
Editor : Flory Djhaut
Sunday, September 16, 2018
STFK Ledalero Membuka Yubileum Emas 50 Tahun STFK
Seminariledalero.org
Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
secara resmi membuka Yubileum Emas 50 Tahun STFK Ledalero di Aula St. Thomas
Aquinas pada Sabtu (15/9/2018) dalam Opening
Ceremony Pembukaan Emas 50 Tahun STFK. Acara ini dipandu oleh Fr. Paskal
Leuwayan, SVD dan Aloysia Lasar, M.Pd.
Dr.
Otto Gusti Madung, selaku ketua panitia perayaan Emas STFK menegaskan
bahwasannya kegiatan hari ini adalah awal dari seluruh persiapan dan kegiatan
menyongsong perayaan puncak pada tanggal 8 September 2019 yang akan datang. “Kita
akan melaksanakan berbagai kegiatan, baik yang bersifat akademis maupun yang
bersifat non-akademis dan semua itu
dipayungi oleh tema perayaan emas kita yaitu, mengendus kebenaran, meraih
kebijaksanaan yang tidak lain berakar dari moto STFK sendiri yakni Diligite Lumen Sapientie. Filsafat
menantang kita untuk mencari kebenaran, bukan untuk menggenggamnya”, tambahnya.
“Tema
perayaan Emas adalah ‘Mengendus Kebenaran, Meraih Kebijaksanaan’ atau dalam
bahhasa Latin seperti dirumuskan dalam motto STFK: Diligite Lumen Sapientiae, demikian diungkapkan pater Otto dalam
pidatonya.
Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa dalam kurun waktu 50 tahun, lembaga ini telah
memancarkan cahaya kebijaksanaan sekurang-kurangnya dalam lima aspek berikut: pertama, sejarah berdirinya STFK dan usaha pengembangan adalah pancaran cahaya
kebijaksanaan dalam membaca tanda-tanda
jaman. Kedua, filsafat sebagai ikhtiar
mencari kebijaksanaan. Ketiga, teologi
bisa merefleksikan bagaimana Sang Sabda sumber kebijaksanaan itu menjelma
tinggal di tengah kita. Keempat, bagaimana
sastra dan human sciences turut
berperan memancarkan cahaya kebijaksanaan itu, sebagaimana telah dilaksanakan
dalam tradisi sekolah tinggi kita. Kelima,
bagaimana karya missioner kita
mewujudkan ilham daru Sumber Kebijaksanaan itu dalam praktik pastoral missioner
yang nyata di tengah umat.
Usai
pidatonya, Dr. Otto Gusti sebagai ketua panitia menekan tombol sirene sebagai tanda
dimulainya peluncuran logo 50 Tahun STFK Ledalero. Acara peluncuran logo ini
disaksikan langsung oleh Ketua Yayasan Santo Paulus Pater Alphonsus Mana,
Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero Frans Ceunfin, dan Wakil Ketua Tiga
STFK Ledalero Dr. Philipus Ola Daen serta seluruh undangan.
Adapun
makna logo sebagaiman disampaikan oleh panitia adalah sebagai berikut. Angka 50
menunjukan usia emas STFK terhitung sejak tahun 1969. Bulatan kuning yang ada pada angka nol menyimbolkan
perayaan emas sekaligus menggambarkan sebuah matahari yang tengah bersandar di
sebuah bukit sebagai representasi nama Ledalero. Matahari ini juga melambangkan
panggilan dan perutusan bagi seluruh anggota STFK Ledalero. Kalimat yang
tertera di bagian bawah logo menunjukan tema perayaan emas sekaligus visi STFK
Ledalero.
Perayaan
pembukaan ini menjadi kian berwarna karena diselingi dengan berberapa
pertunjukan seperti penampilan dari grup musik Tana Tawa, atraksi tarian dari
siswa dan siswi SMK Yohanes XXIII Maumere, serta atraksi pelayaran sebuah kapal
sebagai simbolisasi perjalanan STFK Ledalero dari awal berdirinya hingga kini
dan nanti. Kegiatan ini dilanjutkan dengan seminar bertemakan: “Ilmu-Ilmu
Sosial dan Teologi Kontekstual”, dengan pembicara utama Dr. Ignas Kleden.
Distributor : Fr. Charly
Ka’u, SVD dan Flory Djhaut
Editor : Flory Djhaut
Saturday, September 15, 2018
Seminar Pembukaan Emas 50 Tahun STFK Ledalero
Seminariledalero.org Panitia Pesta Emas STFK Ledalero, Komisi Pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Penalaran menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka
Pembukaan Tahun Yubilium Emas 50 Tahun STFK Ledalero di Aula St. Thomas Aquinas
Ledalero pada Sabtu (15/9/18). Seminar Nasional dengan tema: “Ilmu-Ilmu Sosial
dan Teologi Kontekstual” ini menghadirkan pembicara utama Dr. Ignas Kleden,
Penanggap I dari sudut pandang teologi Dr. Georg Kirchberger dan Penanggap II
dari sudut pandang filsafat Dr. Felix Baghi. Seminar ini dimoderatori oleh Dr.
Yonas K.T.D. Gobang, dosen komunikasi pada Universitas Nusa Nipa (Unipa)
Maumere.
Hadir pada kesempatan itu antara
lain mantan bupati Sikka Dr. Yoseph Ansar Rera, mantan wakil bupati Sikka Drs.
Paulus Nong Susar, Ketua STFK Ledalero Dr. Otto Gusti, para dosen, para
mahasiswa dan mahasiswi STFK Ledalero, dan para wartawan baik media cetak maupun media online. Hadir juga pada kesempatan itu para biarawan dan biarawati,
utusan dari berbagai kampus dan perguruan tinggi, pengurus OSIS dari berbagai
SMA dan SMK, dan para alumnus STFK serta para undangan lainnya.
Pada awal seminar, Dr. Ignas Kleden berterimakasih kepada
STFK Ledalero yang telah mengambil bagian dalam
pembentukan karir akademiknya terutama pada saat pertama kali mengenal filsafat.
Selanjutnya, alumnus STFK ini mengatakan bahwa meskipun agak susah membawakan
seminar dengan tema teologi lantaran sudah lama tidak belajar teologi sejak
tinggalkan STFK pada tahun 1974, dia memutuskan untuk tetap membawakan seminar sebagai
penghormatan saya terhadap almamater Ledalero. “Saya memutuskan untuk tetap
membawakan seminar ini sebagai penghormatan saya terhadap almamater STFK ledalero”,
ujarnya yang disambut tepuk tangan dari peserta seminar.
Dalam seminar ini, sosiolog lulusan
Universtas Bielefeld, Jerman ini memperlihatkan hubungan antara teologi
kontekstual dan ilmu-ilmu sosial. Beliau menjelaskan bahwa Ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu
pengetahuan empiris hanya berusaha melukiskan kenyataan yang ada dalam
masyarakat seperti apa adanya, dan bukan seperti bagaimana kenyataan itu
sebaiknya atau seharusnya. Pertanyaan mengenai kemiskinan dan tidak-meratanya
kemakmuran dapat diselidiki oleh ilmu sosial, tetapi pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan
terhadap kemiskinan dan kesenjangan kemakmuran, hanya bisa dijawab oleh
filsafat sosial atau teologi sosial. Filsafat sosial memberi usulnya
berdasarkan pertimbangan akal tentang apa yang harus dilakukan terhadap
kenyataan yang dihadapi, sedangkan teologi mengusulkan pertimbangannya
berdasarkan akal budi dengan berpegang pada wahyu Tuhan, Di luar agama,
pertanyaan semacam itu dijawab oleh ideologi.
Lebih lanjut, penerima penghargaan Ahmad Bakri
pada tahun 2003 ini menjelaskan bahwa dalam tugas semacam itu, teologi kontekstual memegang peranan yang penting. Apakah kemiskinan harus diatasi
melalui pendidikan tentang etos kerja tiap orang agar mereka bekerja dengan
lebih efisien dan efektif dalam mengumpulkan modal untuk mengatasi kemiskinan. Atau kemiskinan
harus diatasi dengan merombak struktur-struktur dalam masyarakat yang
mempertahankan kemiskinan pada golongan tertentu agar memberi keleluasaan untuk
kemakmuran dan kekayaan pada golongan lain.
Pada bagian akhir dari pemaparan materinya,
sosiolog kelahiran Waibalun Larantuka ini menegaskan bahwa Teologi kontekstual
meneliti sejauh mana institusi dan struktur yang
dibangun manusia, baik dalam relasi antar-manusia mau pun dalam relasi
manusia dan alam, menjadi fasilitas atau hambatan baginya dalam menyatakan iman
kepada Tuhan, dan dalam mendengarkan
apa yang disampaikan Tuhan dalam wahyu-Nya kepada manusia.
Distributor : Fr. Engel Salmon dan Flory Djhaut
Editor : Flory Djhaut
Subscribe to:
Posts (Atom)